Konsumen di negara bagian Kerala di selatan India harus merogoh kantong lebih dalam setiap kali mereka ingin memesan burger, pizza atau makanan cepat saji lainnya seperti donat dan taco.
Bersumpah untuk memerangi tingkat obesitas yang semakin naik, Kerala memiliki tingkat obesitas tertinggi kedua di negara itu, pemerintah negara bagian memberlakukan "pajak lemak" 14,5 persen untuk makanan-makanan cepat saji yang dijual di restoran-restoran seperti McDonalds and Pizza Hut.
Thomas Isaac, Menteri Keuangan Kerala, mengatakan ia mendapat inspirasi dari sejumlah negara yang telah bereksperimen dengan pajak-pajak serupa. Pertama kalinya diberlakukan di India, pajak tersebut hanya akan berdampak pada sebagian kecil dari kelas menengah yang semakin makmur di negara itu dan semakin bernafsu terhadap makanan cepat saji bergaya Barat. Langkah ini menarik perhatian nasional karena India sedang menghadapi peningkatan obesitas.
Langkah ini dipertanyakan efektivitasnya dalam menghalangi orang-orang mengkonsumsi makanan cepat saji, dan sejumlah orang bahkan menduga hal ini dimaksudkan untuk mendapat lebih banyak pemasukan. Namun para dokter dan ahli gizi mengatakan seharusnya langkah pertama untuk menanggulangi obesitas ini dilakukan sejak lama.
"Dua puluh tahun lalu, diabetes banyak melanda orang-orang di usia 40-50 tahun. Sekarang kita melihat diabetes diderita orang-orang berusia 15, 18 tahun," ujar Anoop Misra, kepala Pusat Diabetes, Obesitas dan Kolesterol di Rumah Sakit Fortis, New Delhi.
Meski demikian, pajak lemak dianggap tidak cukup dan perlu diteliti secara ilmiah pada persentase lemak berapa pajak diberlakukan.
Seorang pelanggan di sebuah restoran makanan cepat saji di New Delhi mengatakan pemerintah seharusnya lebih fokus pada prioritas yang lebih mendesak seperti polusi.
Yang lain mengatakan pemerintah seharusnya lebih fokus pada peningkatan kesadaran mengenai makanan cepat saji bukannya memberlakukan pajak untuk mempengaruhi pilihan orang.
"Di negara-negara maju, sekarang ini guru mengajarkan apa yang seharusnya dimakan atau tidak dimakan," ujar insinyur teknologi informasi Gauray Singh.
Denmark, misalnya, menghapus pajak lemak ketika menemukan bahwa para pelanggan mengambil kuota makanan-makanan berlemak tinggi dari negara-negara lain.
Para ahli kesehatan sepakat dengan pentingnya peningkatan kesadaran, tapi Dr. Misra merasa pendidikan saja tidak akan cukup.
"Setiap hari saya lihat orang-orang sangat sadar apa yang baik dan buruk, tapi tetap saja mereka seringkali melakukan pola makan yang tidak baik," ujarnya.
Ia membandingkan pajak lemak dengan aturan beberapa tahun lalu yang memaksa penggunaan sabuk pengaman.
"Setiap orang punya sabuk pengaman. Sebelumnya tidak ada yang memakai karena ada denda. Jadi sejumlah tertentu aturan harus diberlakukan untuk mengubah kebiasaan orang," ujarnya. [hd]