Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam pidato tahunan yang disampaikan di Jakarta, Rabu (11/1) menyoroti isu Myanmar sebagai salah satu topik yang disampaikan. Dia menjelaskan apa saja langkah yang akan ditempuh Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun ini dalam membantu Myanmar keluar dari krisis politik yang terjadi sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021.
Menurut Retno, salah satu yang akan segera dilakukannya adalah membentuk tim yang akan membantu dirinya sebagai utusan khusus untuk Myanmar.
Pengiriman utusan khusus ke Myanmar merupakan salah satu dari lima butir konsensus yang dikeluarkan oleh para pemimpin negara-negara ASEAN pada April 2021. Butir-butir lainnya adalah dialog konstruktif, penghentian kekerasan, mediasi antara berbagai pihak, dan pemberian bantuan kemanusiaan.
Menurut Retno, sesuai dengan lima butir konsensus itu dan KTT ASEAN di Phnom Penh, Indonesia juga akan melakukan kerja sama dengan semua pihak yang ada di Myanmar. Hal itu dilakukan, tambahnya, untuk memungkinkan terwujusnya dialog nasional.
"Office of special envoy akan dibentuk dan dipimpin oleh menteri luar negeri. Langkah yang akan diambil Indonesia akan selalu berdasar prinsip dan nilai fundamental Piagam ASEAN, antara lain mengikuti aturan hukum, tata kelola pemerintahan yang baik, prinsip demokrasi dan pemerintahan yang konstitusional," kata Retno.
Kolaborasi dengan utusan khusus sekjen PBB, lanjut Retno , akan terus dilakukan. Indonesia juga meminta agar semua pemangku kepentingan memberikan akses ke Sekjen ASEAN dan AHA Centre, agar mereka dapat melanjutkan misi bantuan kemanusiaan.
Keketuaan Indonesia, tambahnya juga, akan memastikan bahwa pembangunan komunitas ASEAN akan tetap menjadi fokus utama. Ia menegaskan, isu Myanmar tidak akan dibiarkan menyandera proses penguatan pembangunan komunitas ASEAN.
Peneliti ASEAN di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Pandu Prayoga menyambut baik rencana Retno membentuk tim utusan khusus ASEAN untuk Myanmar sebagai respons atas seruan berbagai pihak. Namun dia menilai riskan jika tim utusan khusus tersebut dipimpin oleh Retno sendiri.
"Kalau gagal (menyelesaikan isu Myanmar), yang jelek kan Ibu Menlu. Sama seperti (Perdana Menteri Kamboja) Hun Sen, dia sendiri yang langsung menangani, sehingga kalau gagal nama Hun Sen sendiri yang kemudian kena (dampaknya)," ujar Pandu.
Pandu menyarankan agar tim utusan khusus ASEAN untuk Myanmar itu diisi oleh sejumlah diplomat dan menteri luar negeri senior yang berpengalaman. Jika tim sudah dibentuk, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah koordinasi dan konsolidasi internal untuk membagi tugas sesuai keahlian masing-masing anggota tim utusan khusus tersebut.
Dia mempercayai Retno mampu menunjuk orang-orang yang kompeten dan berpengalaman untuk mengisi tim utusan khusus ASEAN untuk Myanmar. Dia pun sepakat melibatkan semua pemangku kepentingan untuk membuka peluang lebih besar dalam membantu penyelesaian krisis politik di Myanmar.
Arfin Sudirman, pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjadajaran menjelaskan kebijakan luar negeri Indonesia sejak lama memang antikonflik. Sebagai negara senior di ASEAN, Indonesia selalu terlibat dalam upaya menyelesaikan konflik di lingkungan Asia Tenggara, seperti Filipina Selatan, Thailand Selatan, dan sekarang Myanmar.
"Tinggal bagaimana Indonesia bisa meyakinkan Myanmar (mengenai) ketergantungannya dengan investasi China itu tidak terlalu besar. Investasi infrastruktur China itu memang besar di ASEAN, termasuk di Indonesia, Myanmar. Hanya saja sistem politik yang ada di China tidak boleh diikuti. Saya pikir China bisa memahami itu," tutur Arfin.
Sebab, katanya, tidak seperti Barat yang mengharuskan negara tempatnya berinvestasi melakukan demokratisasi.
Arfin menyebutkan prioritas pertama Indonesia sebagai ketua ASEAN tentunya harus dapat mengimplementasikan lima butir konsensus. Menurutnya, Indonesia harus dapat memastikan demokrasi dan hak asasi manusia tegak kembali di Myanmar. Isu Rohingya, kata Arfin, juga harus menjadi perhatian.
Dalam tiga bulan terakhir ini, Indonesia menerima tambahan 644 orang pengungsi Rohingya. Dengan tambahan ini, maka terdapat 1.500 migran etnis Rohingya yang tercatat di Tanah Air. Penyelesaian masalah Rohingya, menurut Arfin, menjadi lebih sulit dengan situasi Myanmar saat ini. Isu Rohingya tidak akan dapat diselesaikan jika akar masalah di Myanmar tidak diselesaikan.
Arfin yakin di bawah kepemimpinan Indonesia, ASEAN akan mencapai kemajuan penting dalam penyelesaian masalah Myanmar. Apalagi Indonesia sudah berpengalaman dalam membantu penyelesaian konflik di negara-negara ASEAN lainnya. [fw/ab]
Forum