Duta Besar Amerika Serikat Kamala Shirin Lakhdhir dalam sambutannya, Kamis (21/11), mengungkapkan , program kemitraan antar kedua negara ini bertujuan untuk membantu peternak sapi perah skala kecil dan menengah di Indonesia meningkatkan kualitas dan produksi susu mereka..
Program tersebut merupakan kerjasama antara Dewan Ekspor Susu Amerika Serikat (USDEC), Departemen Pertanian New Mexico (NMDA), New Mexico State University, dan tiga produsen besar susu Indonesia: Global Dairy Alami, Cimory, dan Ultrajaya.
“Program ini hadir pada saat yang kritis bagi produsen susu Indonesia karena mereka berupaya untuk memenuhi inisiatif Presiden Prabowo untuk memberikan susu gratis kepada anak-anak Indonesia sebagai bagian dari Program Makanan Bergizi Gratis. Melalui program ini, peternak sapi perah skala kecil di Indonesia akan mampu memproduksi susu dengan lebih baik, sehingga membantu meningkatkan gizi anak-anak Indonesia, serta ibu hamil dan menyusui,” ungkap Kamala.
Kamala menjelaskan, Amerika Serikat sendiri memiliki sejarah panjang dan cukup berpengalaman dalam hal menyediakan makanan bagi anak-anak sekolah yang membutuhkan. Pada tahun 1946, katanya, presiden Harry Turman menandatangani UU Makan Siang Sekolah sehingga siswa yang memiliki orang tua berpenghasilan rendah bisa mendapatkan makanan bergizi dari sekolah secara gratis. Susu, katanya, pada saat itu menjadi makanan andalan yang diberikan kepada anak-anak di sekolah.
“Kami dengan senang hati berbagi pengalaman kami dari program makanan sekolah di Amerika dan apa yang telah kami pelajari dari program tersebut selama 80 tahun terakhir. Kami juga sangat senang bisa berbagi keahlian luas yang dimiliki industri susu untuk membantu Indonesia memperluas produksi susunya. Program ini juga akan membantu peternak sapi perah skala kecil memenuhi standar kualitas susu yang disyaratkan untuk dimasukkan dalam Program Makanan Bergizi Gratis,” jelasnya.
Jonathan Gardner, Senior VP Market & Access & Regulatory Affairs USDEC, mengungkapkan, program ini tidak hanya terbuka bagi peternak muda tapi juga pemilik peternakan sapi perah skala kecil dan menengah. Ia meyakini program ini akan bisa membantu mereka memproduksi susu dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. ke depan.
Pelatihan ini, katanya, tidak hanya diberikan di ruang kelas saja. Pihak penyelenggara akan menyediakan video pelatihan secara daring yang nantinya bisa diakses kapan saja oleh para peserta.
“Program ini didesain untuk menolong peternak sapi perah Indonesia, dimana ini merupakan investasi dari industri susu Amerika Serikat dan masa depan Indonesia. Presiden Prabowo berinvestasi pada masa depan Indonesia dengan pemberian makanan bergizi gratis untuk anak sekolah dan juga ibu hamil. Jadi, industri susu Amerika Serikat menolong proses itu dengan membantu para peternak belajar dalam program ini, yang mana pengetahuan ini kelak bisa mereka (peternak) teruskan kepada generasi penerus mereka sendiri,” ungkap Jonathan.
Menurut Jonathan, program pelatihan tahap pertama akan berlangsung pada 7-9 Januari 2025 di Institut Pertanian Bogor (IPB), yang saat ini berubah namanya menjadi IPB University dengan materi yang mencakup manajemen peternakan, nutrisi hewan perah, peningkatan kualitas dan kuantitas susu, dan pemeliharaan kesehatan hewan.
Epi Taufik, kepala Divisi Ilmu Produksi Ternak Perah. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB University, mengungkapkan, pemerintah sejak era presiden Soeharto tidak pernah mengurusi masalah produksi susu sapi perah segar sehingga populasi sapi dan produksi susu sapi segar tidak pernah naik, meski kebutuhan terus meningkat. Produksi susu sapi segar nasional, katanya, selama ini hanya bisa memenuhi 20 persen kebutuhan konsumsi nasional.
Yang juga memprihatinkan, menurutnya, Indonesia saat ini hanya memiliki 500 ribu ekor sapi perah, dan hanya setengahnya yang bisa diperah dan menghasilkan susu sapi segar.
Epi berharap pelatihan bagi para peternak kecil atau peternak rakyat ini bisa membantu meningkatkan kualitas dan kuantitas susu sapi perah segar.
Ia lebih jauh mengungkapkan, selama ini peternak sapi perah skala kecil dan menengah tidak memiliki pengetahuan yang mumpuni untuk menghasilkan produksi susu dengan kualitas baik dan merawat sapi perah mereka. Ia mengatakan, banyak peternak sapi perah Indonesia berpendidikan rendah, dan bahkan tidak tamat sekolah dasar (SD).
“Ini yang kita sasar itu meningkatkan capacity building, pengetahuan mereka. Data terakhir ada 400 ribuan peternak rakyat. Kalau (menjangkau) semua kan susah, makanya kita ingin amplifikasi , nanti ada orang dinas yang akan dilatih, ada juga dari universitas, terus sarjana peternakan baru, dokter hewan baru, jangan larinya ke pet animal. Karena ini sekarang sedang booming banyak investor yang mau buka peternakan sapi perah sehingga perlu tenaga kerja, ini juga kami akan kerja sama dengan farm besar untuk melatih mereka,” jelas Epi.
Selama ini, ujar Epi banyak industri yang kerap menolak produk susu yang dihasilkan dari para peternak rakyat karena kualitasnya jelek seperti kandungan bakterinya tinggi, bahkan mereka juga katanya pernah memalsukan hasil produk susunya. Maka dari itu, ia berharap akan lebih banyak lagi program serupa untuk membantu para peternak sapi perah rakyat ini dan juga dibarengi dengan kebijakan yang berpihak kepada mereka.
“Selama ini kan tidak ada wasit, tidak ada yang ngatur, pemerintah tidak hadir, itu murni business to business, pengusaha dihadapkan langsung kepada koperasi dan peternak. Makanya sekarang harapannya kita mulai. Kita akan buat Perpres persusuan, di Kementan akan ada importasi penambahan populasi. Jadi semua nanti keroyokan dan semoga meningkatkan populasi dan produksi susu nasional. Nah kita ambil di celah pendidikannya, capacity building,” pungkasnya. [gi/ab]
Forum