Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi bulan lalu menimbulkan kejutan ketika menanggapi langkah pemindahan Kedutaan Besar Amerika di Tel Aviv ke Yerusalem, sehari setelah pengumuman yang disampaikan Presiden Donald Trump, dengan tampil dalam suatu forum internasional di Jakarta dengan mengenakan selendang yang menunjukkan dukungan solidaritas atas Palestina. Presiden Joko Widodo juga menggemakan dukungan itu lewat pernyataan yang tidak biasa, yang mengecam keras Israel.
Indonesia merupakan salah satu dari sedikit negara yang mengkritik perlakuan Myanmar terhadap warga Muslim-Rohingya tahun lalu, dan baru-baru ini menawarkan kemitraan kontra-terorisme dengan Filipina untuk melawan militan Islamis.
Hal-hal ini disampaikan dalam pernyataan kebijakan luar negeri tahunan pekan lalu di Jakarta, termasuk di antaranya pembentukan semacam “Indonesian Aid”, suatu badan khusus yang akan memperkuat diplomasi Indonesia, termasuk diplomasi kemanusiaan. Badan ini memiliki anggaran awal satu triliun rupiah atau sekitar 70 juta dolar.
Langkah-langkah ini – yang dikombinasikan dengan pembentukan badan baru untuk memberi bantuan internasional dan rencana menjadi anggota Dewan Keamanan PBB tahun depan, menunjukkan apa yang disebut banyak orang sebagai kebangkitan kembali peran Indonesia dalam geopolitik.
Indonesia masih menjadi salah satu penerima bantuan luar negeri, tetapi badan yang baru dibentuk itu akan menjadi langkah ke arah lain. “Kami akan memberikan penjelasan tentang prioritas bantuan luar negeri bulan ini,” ujar Arrmanatha Nasir, juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Pada awal masa kepresidenannya, Presiden Joko Widodo tampaknya mengalihkan prioritas kebijakan luar negerinya dari regional ke global. Pada tahun 2014, ketika baru terpilih, salah seorang penasehat utama kebijakan presiden mengatakan, “Kami biasa mengatakan bahwa ASEAN adalah landasan penting kebijakan luar negeri kami. Kini kami mengubahnya menjadi salah satu landasan penting kebijakan luar negeri.”
Oleh karena itu Indonesia berupaya memperluas kebijakannya dari pemimpin kawasan menjadi pemimpin dunia. Ini bukannya tidak mungkin mengingat Indonesia adalah negara keempat terbesar di dunia dari segi jumlah penduduk dan PDB-nya yang meningkat dengan mantap – meskipun ada ketidaksetaraan yang besar – sejak beralih menuju pemilu demokratis tahun 1998.
Retno Marsudi secara khusus mengatakan “Afrika, Asia Selatan dan Tengah, serta Amerika Latin” merupakan target diplomasi ekonomi Indonesia tahun ini. [em/al]