Kalau biasanya ketangguhan masayrakat diukur dari infrastruktur pencegahan bencana, World Risk Poll Resilience Index mengukur aspek-aspek sosial. Indeks ini memetakan kesiapan diri dan rumah tangga, serta persepsi akan kepedulian tetangga dan pemerintah.
Manager Kampanye Senior Lloyd's Register Foundation, Ed Morrow, mengatakan 33 persen responden Indonesia percaya pemerintah peduli kepada mereka, dan akan membantu jika terjadi bencana.
“Angka ini mungkin tidak terdengar banyak, tapi hanya ada enam negara di dunia yang memiliki angka yang lebih tinggi,” ujarnya kepada VOA.
Survei ini juga menanyakan tentang kepedulian dari tetangga.
“Karena ini berfungsi sebagai indikasi seberapa besar kemungkinan orang bertindak dan saling mendukung satu sama lain jika terjadi bencana. Dan pada metrik tersebut, lebih dari 50 persen masyarakat Indonesia menyatakan setuju,” ungkapnya.
Selain Indonesia, negara-negara tetangga seperti Filipina, Vietnam, dan Kamboja juga memiliki skor tinggi.
Pekerjaan Rumah Indonesia
Meski begitu, tambah Ed, Indonesia ketinggalan dalam hal sistem peringatan dini bencana.
Hanya 50 persen responden yang pernah mengalami bencana, mengatakan menerima peringatan dini. “Angka itu agak rendah dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, di mana angka tersebut berada di kisaran 70-75 persen,” jelasnya.
“Jadi, jika lebih banyak upaya yang dapat dilakukan untuk berinvestasi guna meningkatkan jangkauan sistem peringatan tersebut, hal itu akan sangat membantu,” tambahnya lagi.
Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim
Pemahaman resiliensi ini dianggap penting, mengingat Indonesia masuk kawasan rentan bencana.
Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 1.044 kejadian bencana dari Januari hingga Juli 2024. Banjir dan cuaca ekstrim jadi kejadian terbanyak.
Namun adaptasi perubahan iklim menemui sejumlah kendala di Indonesia.
Pakar ekonomi lingkungan Universitas Indonesia Alin Halimatussadian menilai belum ada kesepahaman antara kalangan peneliti dan pembuat kebijakan.
Selain itu ada perbedaan tingkat pemahaman di kalangan pemerintah.
“Dalam kepalanya adaptasi berbeda-beda. Setiap lokasi juga tantangannya beda-beda. Ketika dibungkus dalam konteks nasional sebenarnya apa nih yang jadi prioritas,” ujarnya saat jadi pembicara dalam sebuah konferensi iklim di University of Maryland.
Kelompok Rentan Butuh Perhatian Khusus
Sementara itu, pakar dari Bank Dunia Abidah Setyowati mengatakan kelompok rentan, seperti masyarakat miskin dan kelompok disabilitas, akan lebih terdampak oleh perubahan iklim.
“Tingkat kemiskinan akan berpengaruh karena mereka memiliki lebih sedikit akses untuk beradaptasi,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Karena itu dia menyerukan perhatian khusus kepada kelompok-kelompok ini.
“Apakah dia laki-laki atau perempuan, karena perempuan biasanya lebih rentan. Kemudian kelompok etnis, misalnya orang orang dari etnis minoritas, seperti masyrakat adat. Karena mereka secara historis yang punya sedikit akses terhadap sumber daya dan layanan dasar,” tambahnya.
Berdasarkan studi KementerianPerencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas), akibat dampak perubahan iklim Indonesia berpotensi mengalami kerugian hingga Rp 115 triliun pada 2024. [rt/np]
Forum