Tautan-tautan Akses

Indonesia Catat Skor Tinggi Dalam Indeks Resiliensi Dunia 


FILE - Tim penyelamat berusaha mencari korban banjir bandang di kawasan Kabupaten Agam dan Tanah Datar di Sumatra Barat (courtesy: Basarnas Padang)
FILE - Tim penyelamat berusaha mencari korban banjir bandang di kawasan Kabupaten Agam dan Tanah Datar di Sumatra Barat (courtesy: Basarnas Padang)

Indonesia termasuk di antara negara-negara dengan tingkat resiliensi yang tinggi dalam menghadapi bencana, menurut World Risk Poll Resilience Index. Indonesia mendapat skor tinggi dalam persepsi kepedulian tetangga dan pemerintah. Namun masih perlu meningkatkan upaya adaptasi perubahan iklim. 

Kalau biasanya ketangguhan masayrakat diukur dari infrastruktur pencegahan bencana, World Risk Poll Resilience Index mengukur aspek-aspek sosial. Indeks ini memetakan kesiapan diri dan rumah tangga, serta persepsi akan kepedulian tetangga dan pemerintah.

Manager Kampanye Senior Lloyd's Register Foundation, Ed Morrow, mengatakan 33 persen responden Indonesia percaya pemerintah peduli kepada mereka, dan akan membantu jika terjadi bencana.

“Angka ini mungkin tidak terdengar banyak, tapi hanya ada enam negara di dunia yang memiliki angka yang lebih tinggi,” ujarnya kepada VOA.

Indonesia Catat Skor Tinggi Dalam Indeks Resiliensi Dunia
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:59 0:00

Survei ini juga menanyakan tentang kepedulian dari tetangga.

“Karena ini berfungsi sebagai indikasi seberapa besar kemungkinan orang bertindak dan saling mendukung satu sama lain jika terjadi bencana. Dan pada metrik tersebut, lebih dari 50 persen masyarakat Indonesia menyatakan setuju,” ungkapnya.

Selain Indonesia, negara-negara tetangga seperti Filipina, Vietnam, dan Kamboja juga memiliki skor tinggi.

Pekerjaan Rumah Indonesia

Manager Kampanye Senior Lloyd's Register Foundation, Ed Morrow,
Manager Kampanye Senior Lloyd's Register Foundation, Ed Morrow, saat berbicara kepada VOA. (Tangkapan layar Zoom)

Meski begitu, tambah Ed, Indonesia ketinggalan dalam hal sistem peringatan dini bencana.

Hanya 50 persen responden yang pernah mengalami bencana, mengatakan menerima peringatan dini. “Angka itu agak rendah dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, di mana angka tersebut berada di kisaran 70-75 persen,” jelasnya.

“Jadi, jika lebih banyak upaya yang dapat dilakukan untuk berinvestasi guna meningkatkan jangkauan sistem peringatan tersebut, hal itu akan sangat membantu,” tambahnya lagi.

Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim

Pemahaman resiliensi ini dianggap penting, mengingat Indonesia masuk kawasan rentan bencana.

Ketua Grup Penelitian Ekonomi Lingkungan UI, Alin Halimatussadiah. (Rio Tuasikal/VOA)
Ketua Grup Penelitian Ekonomi Lingkungan UI, Alin Halimatussadiah. (Rio Tuasikal/VOA)

Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 1.044 kejadian bencana dari Januari hingga Juli 2024. Banjir dan cuaca ekstrim jadi kejadian terbanyak.

Namun adaptasi perubahan iklim menemui sejumlah kendala di Indonesia.

Pakar ekonomi lingkungan Universitas Indonesia Alin Halimatussadian menilai belum ada kesepahaman antara kalangan peneliti dan pembuat kebijakan.

Selain itu ada perbedaan tingkat pemahaman di kalangan pemerintah.

“Dalam kepalanya adaptasi berbeda-beda. Setiap lokasi juga tantangannya beda-beda. Ketika dibungkus dalam konteks nasional sebenarnya apa nih yang jadi prioritas,” ujarnya saat jadi pembicara dalam sebuah konferensi iklim di University of Maryland.

Kelompok Rentan Butuh Perhatian Khusus

Sementara itu, pakar dari Bank Dunia Abidah Setyowati mengatakan kelompok rentan, seperti masyarakat miskin dan kelompok disabilitas, akan lebih terdampak oleh perubahan iklim.

Pakar sosial perubahan iklim Bank Dunia, Abidah Setyowati. (Rio Tuasikal/VOA)
Pakar sosial perubahan iklim Bank Dunia, Abidah Setyowati. (Rio Tuasikal/VOA)

“Tingkat kemiskinan akan berpengaruh karena mereka memiliki lebih sedikit akses untuk beradaptasi,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Karena itu dia menyerukan perhatian khusus kepada kelompok-kelompok ini.

“Apakah dia laki-laki atau perempuan, karena perempuan biasanya lebih rentan. Kemudian kelompok etnis, misalnya orang orang dari etnis minoritas, seperti masyrakat adat. Karena mereka secara historis yang punya sedikit akses terhadap sumber daya dan layanan dasar,” tambahnya.

Berdasarkan studi KementerianPerencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas), akibat dampak perubahan iklim Indonesia berpotensi mengalami kerugian hingga Rp 115 triliun pada 2024. [rt/np]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG