Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong, mengatakan Indonesia terpilih sebagai tuan rumah sidang The Fourth Meeting of the Conference of Parties (COP-4) Konvensi Minamata tentang merkuri. Pertemuan tingkat tinggi dalam Konvensi Minamata diagendakan secara periode setiap dua tahun untuk berdiskusi dan menyepakati keputusan-keputusan yang berkaitan dengan berbagai isu aktual tentang merkuri serta pengelolaannya.
Nantinya, penyelenggaraan COP-4 Minamata dilakukan dalam dua tahap karena situasi pandemi COVID-19. Tahap pertama akan diselenggarakan secara daring pada tanggal 1 sampai 5 November 2021. Kemudian, tahap kedua direncanakan akan diselenggarakan secara tatap muka pada 21 sampai 25 Maret 2022 di Nusa Dua, Bali, dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19.
“Keberhasilan Indonesia terpilih sebagai tuan rumah sebuah perhelatan global yang fokus pada upaya perlindungan lingkungan hidup dan kesehatan manusia dari bahaya merkuri ini, merupakan sebuah kebanggaan bagi kita semua,” kata Alue, Selasa (10/8).
Lanjut Alue, terpilihnya Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan COP-4 Konvensi Minamata akan mengukuhkan kepemimpinan di dalam diplomasi internasional dan global untuk menyelesaikan masalah lingkungan hidup khususnya terkait penghapusan penggunaan merkuri.
Selain itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3, Rosa Vivien Ratnawati, juga dipilih sebagai Presiden COP-4 Konvensi Minamata.
"Berharap dapat memengaruhi kebijakan global dan regional dalam pengelolaan merkuri," ujar Alue.
Sementara itu, Vivien mengatakan isu pengelolaan merkuri di kegiatan penambangan emas skala kecil merupakan salah satu sektor yang menjadi perhatian. Pasalnya, sektor itu disinyalir menjadi pengguna serta kontributor emisi dan lepasan merkuri ke lingkungan terbesar.
Penggunaan merkuri yang tidak dikelola dengan baik berpotensi menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan dan lingkungan hidup sehingga diperlukan langkah-langkah pengurangan serta penghapusan merkuri.
"Memang komitmen Indonesia terus maju untuk menghapus, dan mengurangi penggunaan merkuri," ujarnya.
Komitmen pemerintah untuk mengurangi dan menghapus penggunaan merkuri juga ditunjukkan melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM). Selain itu juga dengan jalan menetapkan penghapusan merkuri pada pertambangan emas skala kecil (PESK) sebagai program prioritas nasional. Kemudian, pemerintah juga memfokuskan program penghapusan merkuri di empat bidang priortas yakni manufaktur, energi, PESK, dan kesehatan.
Seperti diketahui, Konvensi Minamata dilatarbelakangi tujuan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan lingkungan dari emisi serta lepasan akibat senyawa merkuri yang berasal dari kegiatan manusia, seperti peristiwa keracunan merkuri di Teluk Minamata, Jepang, pada tahun 1950-an.
Pada tahun 2013 akhirnya disepakati suatu perjanjian internasional yang dikenal dengan Minamata Convention on Mercury. Kemudian, konvensi ini mulai berlaku tahun 2017 dan sampai sekarang telah diratifikasi oleh 132 negara termasuk Indonesia. Sementara, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Minamata melalui Undang-undang No 11 tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury. [aa/em]