Bagi ibu tiga anak seperti Eva Dewi, mewakili Indonesia dalam ajang internasional itu ibarat mimpi. Dia terharu bisa menjadi perempuan pertama yang ikut tim Indonesia dalam ajang "Homeless World Cup".
“Senang dan bangga. Bahwa ternyata perempuan juga dilibatkan untuk tahun ini. Kalau saya sih lebih senangnya ingin bawa isu kesetaraan gender juga. Bahwa perempuan juga bisa beraktivitas seperti biasa, bisa berolahraga,” ungkapnya kepada VOA usai peluncuran tim Indonesia di Rumah Cemara, Bandung.
Olahraga memang bukan hal baru bagi Eva. Dia sudah menekuni sepak bola dan tinju selama beberapa tahun. Saat ini, dia bahkan dipercaya melatih sepak bola anak dan tinju perempuan di Rumah Cemara, organisasi advokasi ODHA dan rehabilitasi narkoba. Eva juga akan berlari 10K dalam ajang Jakarta Marathon akhir Oktober ini.
Bagi perempuan ini, status HIV/AIDS yang dia miliki bukan penghalang untuk berolahraga. “Sebenernya nggak usah takut. Bahwa apa yang bisa kalian lakukan, bahkan olahraga ekstrim sekali pun, lakukan saja kalau kalian suka,” tuturnya.
Eva adalah satu dari delapan pemain tim Indonesia untuk Homeless World Cup Meksiko 2018. Tim ini resmi diluncurkan di Kota Bandung, Kamis (18/10/2018) siang, dan terpilih dari seleksi nasional.
Para pemain terpilih berasal dari Jawa Barat empat orang, Nusa Tenggara Barat dua orang, dan Yogyakarta dua orang. Mereka memiliki latar belakang dan kisah beragam, mulai dari orang dengan HIV/AIDS, pengguna narkoba, dan kelompok miskin kota. Seleksi dilakukan oleh Rumah Cemara yang jadi panitia nasional sejak 2012.
Manager tim ini, Yana Suryana, mengatakan tim Indonesia siap mengikis stigma dan diskriminasi yang selama ini ada dalam masyarakat.
“Sebagian masyarakat itu menganggap ‘ah orang dengan HIV/AIDS itu nggak bisa ngapa-ngapain. Ah konsumen narkoba itu nggak bisa ngapa-ngapain’. Tapi ini adalah bukti: ternyata mereka juga bisa melakukan hal yang besar untuk dirinya sendiri bahkan untuk negara,” terangnya.
Homeless World Cup yang digelar sejak 2003 bertujuan untuk memperbaiki masalah sosial terkait tunawisma, termasuk narkoba, HIV/AIDS, kemiskinan, dan akses pendidikan. Tahun ini, kejuaraan digelar di Meksiko mulai 13-18 November dan diikuti 63 tim dari 47 negara.
Indonesia menyabet peringkat lima pada HWC tahun lalu dan titel juara tetap menjadi target bagi mereka. Namun bagi Ikbal Rahman, salah satu pendiri Rumah Cemara, ada yang lebih penting. Ajang ini membuktikan ODHA dan konsumen narkoba bisa mencapai hal besar asal diberi kesempatan.
“Sayang banyak talenta-talenta yang bagus akhirnya tersingkirkan karena penyakit dan yang dianggap minus. Padahal enggak kok. Mereka pekerja keras semua, mereka berdedikasi terhadap hidupnya,” paparnya.
Seperti kata Eva Dewi, orang dengan HIV/AIDS juga bisa mengharumkan nama bangsa. “Jangan pernah takut. Karena rasa takut itu memang musuh kita sendiri. Jadi hilangkan saja dulu rasa takut itu dan berkarya saja dalam olah raganya,” pungkasnya. [rt/em]