Politikus Swedia asal Denmark Rasmus Paludan, Sabtu (21/1), membakar sebuah Al-Quran dalam sebuah demonstrasi di depan Kedutaan Besar Turki di Ibu Kota Stockholm. Paludan memang sudah beberapa kali membakar kitab suci umat Islam, terakhir dilakukan pada April tahun lalu.
Menanggapi kejadian tersebut, pemerintah Indonesia melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah kepada VOA, Minggu (22/1), mengutuk pembakaran Al-Quran yang dilakukan oleh Paludan.
"Indonesia mengutuk keras aksi pembakaran kitab suci Al-Quran oleh seorang politisi Swedia di Stockholm tanggal 21 Januari yang lalu. Aksi penistaan kutab suci ini telah melukai dan menodai toleransi umat beragama," kata Faizasyah seraya menegaskan bahwa kebebasan berekspresi harus dilakukan secara bertanggung jawab.
Ketika ditanya apakah Kementerian Luar Negeri akan mengirim nota protes kepada Kementerian Luar Negeri Swedia, Faizasyah belum bisa memastikan mengenai hal itu.
Kecaman terhadap pembakar Al-Quran oleh Paludan juga datang dari negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim lainnya, termasuk Turki, Arab Saudi, Yordania, Kuwait, dan Uni Emirat Arab.
Melalui keterangan tertulis, Kementerian Luar Negeri Arab Saudi menyatakan Arab Saudi menyerukan untuk menyebarkan nilai-nilai dialog, toleransi, dan hidup berdampingan, serta menolak kebencian, dan ekstremisme.
Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sudarnoto Abdul Hakim menegaskan lembaganya mengecam dan sangat menyesalkan tindakan yang dilakukan oleh kelompok ekstrem kanan dipimpin oleh Rasmus Paludan.
MUI menilai tindakan kelompok ekstrem kanan seperti itu sebagai hal yang tidak beradab dan sedianya menjadi musuh bagi semua orang berpikiran sehat. Menurut Sudarnoto, Paludan dan kelompok ekstremnya telah menebar xenophobia dan Islamofobia. Untuk itu MUI, tambahnya, mendesak pemerintah Swedia untuk menindak tegas Paludan dan semua pihak yang melindungi tindakan kelompok ekstremis ini.
"Duta besar Swedia untuk Indonesia harus menyampaikan penjelasan secara terbuka terkait kasus ini dan berjanji akan menindak dan menghentikan seluruh bentuk ekstremisme. Nota diplomatik kepada dubes Swedia juga perlu dilakukan oleh pemerintah RI. Jangan sampai hubungan persahabatan Swedia-Indonesia terganggu karena kasus ini bukan kasus pertama, sebelumnya juga sudah terjadi," ujar Sudarnoto.
Sejauh ini belum ada pernyataan dari Paludan. Dalam pemberitahuan izin unjuk rasa ke kepolisian Stockholm, dia menyatakan protesnya itu dilakukan untuk menolak upaya Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mempengaruhi kebebasan berekspresi di Swedia. [fw/em]
Forum