Pejabat Amerika Serikat (AS) melihat data intelijen baru yang menunjukkan "kelompok pro-Ukraina" bertanggung jawab atas insiden sabotase pipa gas Nord Stream pada tahun lalu, Reuters mengutip surat kabar New York Times yang mempublikasikannya pada Selasa (7/3). Namun, klaim tersebut dibantah oleh seorang pejabat senior Ukraina.
Dalam sebuah laporan yang tidak mengidentifikasi sumber intelijen atau kelompok yang terlibat, Times mengatakan para pejabat AS tidak memiliki bukti keterlibatan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam operasi pengeboman pipa gas itu.
Namun, serangan itu menguntungkan Ukraina karena meleburkan kemampuan Rusia untuk meraup jutaan dolar dari penjualan gas alam ke Eropa Barat.
Pada saat yang sama, hal itu sebetulnya malah membuat harga komoditas energi meroket bagi sekutu utama Ukraina, khususnya Jerman.
Intelijen menyatakan pelaku di balik sabotase adalah "lawan Presiden Vladimir V. Putin dari Rusia", menurut laporan Times.
"Ukraina tidak ada hubungannya dengan kecelakaan Laut Baltik dan tidak memiliki informasi tentang 'kelompok sabotase pro-Ukraina'," cuit penasihat presiden Mykhailo Podolyak pada Selasa (7/3).
Pejabat AS tidak mengindikasikan siapa sebenarnya yang berperan atau siapa yang mengorganisir dan menjadi cukong atas operasi tersebut. Pasalnya, perusakan pipa Nord Stream membutuhkan penyelam yang terampil dan ahli bahan peledak.
Mereka percaya mereka yang terlibat mungkin warga negara Ukraina atau Rusia, dan tidak ada yang berasal dari AS atau Inggris.
Penyelidik Jerman yakin kelompok tak dikenal itu terdiri dari lima pria dan satu perempuan yang menggunakan paspor palsu profesional, menurut laporan sejumah media Jerman.
Pejabat Jerman telah mengidentifikasi kapal yang diduga digunakan dalam serangan itu, menurut penyiar ARD, SWR dan majalah mingguan Zeit.
Kapal pesiar tersebut dikatakan telah disewa oleh sebuah perusahaan yang berbasis di Polandia, milik dua orang Ukraina, menurut laporan Jerman, yang hanya merujuk pada sumber di beberapa negara.
Kelompok komando tersebut dikatakan telah berlayar dari Pelabuhan Rostock di Jerman utara pada 6 September 2022 dan hanya berdiam di Pulau Christiano Denmark di Baltik pada keesokan harinya.
Kapal pesiar itu kemudian dikembalikan ke pemiliknya dalam keadaan tidak bersih. Para penyelidik menemukan jejak bahan peledak di atas meja di kabin, menurut laporan.
Pipa Nord Stream itu pecah akibat bahan peledak bawah laut pada 26 September, tujuh bulan setelah pasukan Rusia menginvasi Ukraina.
Pejabat AS "tidak memiliki kesimpulan tegas" tentang laporan intelijen itu, "menciptakan spekulasi bahwa operasi itu mungkin dilakukan oleh pasukan proksi yang memiliki hubungan dengan pemerintah Ukraina atau dinas keamanannya", kata Times.
Kurangnya tersangka berarti pejabat intelijen internasional tidak mengesampingkan kemungkinan operasi "bendera palsu" untuk menghubungkan serangan itu ke Ukraina, menurut media Jerman.
'Salah Berspekulasi'
Pihak berwenang di Jerman, Swedia dan Denmark membuka penyelidikan atas insiden tersebut.
"Ada penyelidikan awal yang sedang berlangsung di Swedia, jadi saya tidak bermaksud mengomentari laporan tersebut," kata Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson kepada wartawan pada Selasa (7/3) malam.
Berbicara pada konferensi pers yang sama, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg sependapat dengan pernyataan tersebut. Ia mengatakan "salah untuk berspekulasi" sebelum penyelidikan selesai. [ah/rs]
Forum