Tautan-tautan Akses

Irak Hadapi Lonjakan Dramatis Jumlah Kasus COVID-19


Seorang pria Irak mengendarai sepedanya melewati masjid yang tertutup di tengah restriksi yang diberlakukan pemerintah untuk menekan penyebaran virus COVID-19 di Baghdad, 19 Februari 2021. (Foto: AHMAD AL-RUBAYE / AFP)
Seorang pria Irak mengendarai sepedanya melewati masjid yang tertutup di tengah restriksi yang diberlakukan pemerintah untuk menekan penyebaran virus COVID-19 di Baghdad, 19 Februari 2021. (Foto: AHMAD AL-RUBAYE / AFP)

Pihak berwenang Irak, Jumat (19/2), kembali memberlakukan jam malam menyusul lonjakan dramatis jumlah kasus baru virus corona.

Sebulan lalu, jumlah kasus baru di Irak serendah 600 sehari tetapi sekarang melonjak, mencapai hampir 4.000 kasus dan mendekati rekor yang pernah tercatat pada September lalu.

Para petugas kesehatan menyalahkan sikap masyarakat yang tidak memedulikan wabah ini, dan ketidaktegasan pihak berwenang dalam menyikapi ketidakpedulian masyarakat.

Sejumlah dokter di Irak mengatakan banyak warga yang menentang peraturan rumah sakit yang mengharuskan pengenaan masker. Selama berpekan-pekan, pasar, mal, dan toko dipenuhi pengunjung.

Warga Irak berbelanja di kawasan Khadimiyah sebelum diberlakukannya jam malam oleh pihak berwenang untuk menekan penyebaran COVID-19, 18 Februari 2021.
Warga Irak berbelanja di kawasan Khadimiyah sebelum diberlakukannya jam malam oleh pihak berwenang untuk menekan penyebaran COVID-19, 18 Februari 2021.

“Saya adalah dokter yang memerangi ketidakpedulian publik, bukan pandemi, '' kata Mohammed Shahada, ahli paru-paru di Rumah Sakit al-Zahra, Baghdad.

Di Rumah Sakit al-Zahra, tahun 2021 dimulai dengan hanya empat pasien di bangsal isolasi yang terdiri dari 90 tempat tidur. Pada awal Februari, jumlah pasien yang parah melonjak menjadi 30 orang di bangsal itu. Shahada memperkirakan, jumlah pasien akan lebih banyak lagi dalam beberapa pekan mendatang.

Di ruang gawat darurat di sebuah rumah sakit umum utama Baghdad yang sibuk, seorang warga Irak bernama Ali Abbas bergerak bebas tanpa masker, menunggu ayahnya yang sakit. Puluhan pasien lainnya dan kerabat mereka terlihat berkerumun tanpa masker. “Saya tidak percaya virus corona, saya percaya pada Tuhan,'' kata Abbas yang berusia 21 tahun.

Seorang sosiolog mengatakan bahwa setelah bertahun-tahun menghadapi perang, kekerasan dan ketidakstabilan, COVID-19 “mungkin tidak menjadi masalah utama'' di benak banyak orang Irak.

Seorang anggota pasukan keamanan Irak berjaga-jaga saat jam malam diberlakukan untuk menekan penyebaran virus COVID-19, di Baghdad, Irak, 18 Februari 2021. (REUTERS / Khalid al-Mousily)
Seorang anggota pasukan keamanan Irak berjaga-jaga saat jam malam diberlakukan untuk menekan penyebaran virus COVID-19, di Baghdad, Irak, 18 Februari 2021. (REUTERS / Khalid al-Mousily)

Pada Jumat (19/2), pemerintah Irak mulai memberlakukan jam malam dari pukul 8 malam hingga pukul 5 pagi sebagai tanggapan atas lonjakan jumlah kasus baru itu. Jam malam itu hanya berlaku dari Jumat hingga Minggu. Langkah ini diambil setelah sempat melonggarkan berbagai pembatasan pada musim gugur lalu.

Menurut pernyataan dari pemerintah, semua masjid dan sekolah ditutup, pertemuan besar dilarang, dan pemakaian masker dan alat pelindung lainnya diberlakukan.

Lockdown total, termasuk penutupan bandara dan perbatasan, juga sedang dipertimbangkan, kata dua pejabat pemerintah, yang berbicara tanpa menyebut nama karena mereka tidak berwenang memberi keterangan kepada media.

Seorang pria Irak berjalan melewati toko-toko yang tutup di Baghdad, di tengah pemberlakuan pembatasan di tengah pandemi COVID-19, 19 Februari 2021. (Foto: AHMAD AL-RUBAYE / AFP)
Seorang pria Irak berjalan melewati toko-toko yang tutup di Baghdad, di tengah pemberlakuan pembatasan di tengah pandemi COVID-19, 19 Februari 2021. (Foto: AHMAD AL-RUBAYE / AFP)

Kementerian Kesehatan mengatakan 50 persen dari kasus baru berasal dari varian baru yang lebih menular yang pertama kali muncul di Inggris. Lebih dari 657.000 orang telah terinfeksi virus corona di Irak dengan 13.220 kematian.

Kementerian Kesehatan mengatakan awal bulan ini bahwa gelombang kasus baru virus corona didorong oleh kegiatan keagamaan, termasuk salat Jumat dan kunjungan ke tempat-tempat suci dan kerumunan besar di pasar, restoran, mal dan taman, di mana salam dengan jabat tangan dan ciuman di pipi adalah hal yang biasa. [ab/uh]

XS
SM
MD
LG