Parlemen Iran telah menyetujui rancangan undang-undang (RUU) yang akan menangguhkan inspeksi PBB terhadap fasilitas nuklir negara itu, jika sanksi terhadap minyak dan perbankannya tidak dicabut.
Tindakan tersebut, yang disetujui Selasa (1/12), juga akan meminta pemerintah untuk meningkatkan pengayaan uraniumnya jika negara-negara Eropa yang menandatangani perjanjian nuklir 2015 gagal memberikan keringanan sanksi.
Parlemen mengesahkan RUU itu sebagai tanggapan atas pembunuhan ilmuwan nuklir terkemuka Iran, Mohsen Fakhrizadeh pada hari Jumat. RUU tersebut juga harus disetujui oleh Dewan Pelindung, pengawas konstitusi, dan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
Setelah mengesahkan RUU itu, anggota parlemen meneriakkan, "Matilah Amerika" dan "Matilah Israel."
Parlemen kemudian menyetujui RUU akhir, yang akan memberi negara-negara Eropa, Rusia dan China waktu satu bulan untuk meringankan sanksi mereka terhadap sektor energi Iran dan memulihkan akses negara itu ke sistem perbankan global.
Amerika menjatuhkan sanksi terhadap Iran setelah Presiden Donald Trump menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir pada 2018, yang menyebabkan hubungan kedua pihak memburuk.
Anggota parlemen Iran telah mendesak pendekatan yang lebih konfrontatif sejak AS mundur dari perjanjian tersebut. RUU itu pertama kali diusulkan pada Agustus tetapi mendapat momentum setelah pembunuhan Fakhrizadeh.
Fakhrizadeh memimpin program yang dikatakan Israel dan negara-negara Barat sebagai operasi militer yang mengeksplorasi kelayakan pembuatan senjata nuklir. Iran bersikeras program nuklirnya hanya untuk tujuan damai.
Iran menuduh Israel membunuh Fakhrizadeh, sementara Israel, yang telah lama melakukan perang rahasia melawan Iran dan kaki tangan regionalnya, menolak berkomentar. Belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut. [my/ka]