Sudan telah mengalami "krisis kemanusiaan terbesar dunia yang pernah tercatat" setelah 20 bulan perang yang menghancurkan antara para jenderal yang bersaing, kata Komite Penyelamatan Internasional (IRC) dalam sebuah laporan yang dirilis Rabu (11/12).
"Di negara ini jumlah orang yang membutuhkan bantuan mencapai 10 persen dari semua orang yang membutuhkan bantuan kemanusiaan di dunia, meskipun dihuni kurang dari 1 persen populasi global," kata organisasi yang berkantor pusat di New York itu dalam Daftar Pantauan Darurat 2025 mereka.
Sejak April 2023, perang antara tentara Sudan dan pasukan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat telah menewaskan puluhan ribu orang dan membuat 12 juta orang mengungsi. Hampir sembilan juta dari mereka mengungsi di Sudan, sebagian besar di daerah dengan infrastruktur yang hancur dan menghadapi ancaman kelaparan massal.
Di seluruh negeri, hampir 26 juta orang, sekitar setengah dari populasi, menghadapi kelaparan akut, menurut PBB. Kelaparan telah diumumkan terjadi di kamp pengungsian Zamzam di wilayah Darfur barat, dan PBB telah mengatakan Sudan menghadapi krisis kemanusiaan terburuk dalam beberapa waktu terakhir.
Laporan IRC menyoroti 20 negara yang paling berisiko mengalami kemunduran kemanusiaan, dengan Sudan menempati peringkat tertinggi dalam daftar tersebut untuk tahun kedua berturut-turut.
Mereka mengatakan total 30,4 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan di seluruh negara Afrika timur laut tersebut, menjadikannya "krisis kemanusiaan terbesar sejak pencatatan dimulai," kata IRC.
Tidak terlihat tanda-tanda berakhirnya perang, dengan kedua pihak mengintensifkan serangan di daerah permukiman dalam beberapa minggu terakhir.
IRC memperingatkan akan terjadinya "keruntuhan kemanusiaan total," karena krisis kesehatan akan memburuk dan kedua pihak terus "mempersempit akses kemanusiaan."
Sekitar 305 juta orang di seluruh dunia membutuhkan dukungan kemanusiaan, menurut IRC, dengan 82 persen di antaranya berada di wilayah daftar pantauan seperti wilayah Palestina yang diduduki, Myanmar, Suriah, Sudan Selatan, dan Lebanon.
"Jelas bahwa 'dunia sedang terbakar' merupakan kenyataan sehari-hari bagi ratusan juta orang," kata kepala IRC David Miliband.
"Dunia sedang terbelah menjadi dua kubu: antara mereka yang lahir di negara konflik yang tidak stabil, dan mereka yang memiliki kesempatan untuk hidup di negara yang stabil." [uh/ab]
Forum