Perdana Menteri baru Irlandia Simon Harris, Rabu (17/4) mengatakan dia akan mendorong gencatan senjata segera di Gaza dan meminta para pemimpin Eropa lainnya untuk “bergerak maju dan mengakui Negara Palestina.”
Perdana Menteri baru Irlandia Simon Harris menyatakan dorongannya bagi gencatan senjata di Gaza dan pengakuan Negara Palestina ketika dia tiba di Brussels untuk melakukan pembicaraan dengan para pemimpin lain dari negara-negara anggota Uni Eropa.
KTT ini didominasi oleh pembicaraan mengenai perang Israel-Hamas dan kekhawatiran bahwa serangan Iran terhadap Israel dapat memicu perang yang lebih luas di Timur Tengah.
Perdana Menteri Irlandia Simon Harris mengatakan, “Saya bermaksud menggunakan kesempatan berada di sini untuk melanjutkan keterlibatan saya dengan rekan-rekan dari Uni Eropa mengenai perlunya gencatan senjata segera di Gaza dan perlunya, tentu saja, pembebasan semua sandera, tetapi saya yakin, juga perlunya bagi sejumlah negara Eropa kini untuk bergerak maju dan mengakui Negara Palestina. Ini adalah hal yang penting untuk dilakukan.”
Harris menyatakan telah terlibat dalam pembicaraan mengenai usulannya itu, khususnya dengan perdana menteri Spanyol dalam beberapa hari terakhir. “Saya bertemu dengannya di Warsawa. Saya menyambutnya di Dublin, dan saya bermaksud memanfaatkan kesempatan berada di sini untuk berbicara dengan rekan-rekan lain tentang kemungkinan negara lain ingin bergabung dengan Irlandia dan Spanyol, dan untuk mengakui Negara Palestina. Pada akhirnya, jika Anda percaya pada solusi dua negara, saya pikir momentum positif seperti itu akan sangat membantu dan penting,” tambahnya.
Para pemimpin Uni Eropa juga dijadwalkan untuk membahas perang di Ukraina dan cara-cara untuk meningkatkan daya saing ekonomi Uni Eropa.
Presiden Parlemen Eropa Roberta Metsola berbicara tentang situasi di Ukraina terkait serangan Rusia terhadap negara itu yang semakin gencar belakangan ini.
“Mengenai Ukraina, kita tidak boleh menyerah. Ukraina membutuhkan lebih banyak pertahanan udara. Mereka membutuhkan lebih banyak amunisi. Kita harus lebih cepat dalam mendapatkan perlengkapan agar mereka dapat mempertahankan diri. Kita tidak bisa menyerah. Mereka meminta bantuan kita. Kita harus terus siap memberikan bantuan ini,” jelas Roberta Metsola.
Sementara itu, Presiden Lituania Gitanas Nauseda menyatakan keprihatinannya dengan situasi geopolitik saat ini.
“Sayangnya, sejak pertemuan terakhir kita di Dewan Eropa, situasi geopolitik belum membaik. Sebaliknya, kondisinya justru memburuk. Dan saat ini ada dua titik panas dalam lanskap geopolitik. Ada titik panas di Timur Tengah dan juga di Ukraina,” sebutnya.
Dengan munculnya konflik baru di Timur Tengah, presiden Lituania itu menyatakan kekhawatirannya bahwa Uni Eropa akan kehilangan fokus pada Ukraina. Nauseda menyatakan bahwa minggu lalu dia bertemu dengan Presiden Volodymyr Zelensky di Vilnius, dan dia memberitahunya bahwa Ukraina sangat membutuhkan sistem pertahanan udara, peluru artileri, dan juga rudal.
Dia menambahkan bahwa setiap siang dan malam, Rusia mengebom kota-kota di Ukraina, dan pemboman itu telah menyebabkan kehancuran infrastruktur, kematian banyak orang. “Dan, tahukah Anda? Sangat disayangkan bahwa kita mengambil berbagai keputusan, namun kita tidak melaksanakan keputusan-keputusan itu,” tegasnya.
Pernyataan senada disampaikan oleh Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell. Ketika berbicara kepada para wartawan menjelang pertemuan para menteri luar negeri G7 (Kelompok Tujuh) yang dimulai pada hari Kamis di pulau wisata Capri, Italia, dia mendesak para pemimpin Barat untuk memberikan dukungan yang sangat dibutuhkan kepada Ukraina dalam perang dua tahun dengan Rusia. [lt/ab]
Forum