Gencatan senjata tiga hari terakhir antara Israel dan Palestina bertahan hingga Senin, sementara pembicaraan tidak langsung antara kedua pihak yang berperang yang ditengahi oleh Mesir setelah konflik satu bulan telah menewaskan sedikitnya dua ribu orang.
Seorang juru bicara militan Hamas yang menguasai Gaza (Sami Abu Zuhri) menyebut negosiasi itu "kesempatan terakhir" untuk mencapai kesepakatan. Para perunding Israel tidak bertatap muka dengan delegasi Palestina karena delegasi itu termasuk Hamas, yang oleh negara Yahudi itu dianggap kelompok teroris.
Selagi para perunding bertemu, toko-toko dan tempat-tempat usaha di Gaza dibuka kembali. Warga yang telah tinggal di tempat-tempat penampungan kembali ke rumah mereka, tetapi mereka sering mendapati serangan udara Israel telah membuat rumah mereka tidak layak huni.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyambut baik gencatan senjata itu, dan menyatakan "harapan yang kuat" bahwa Israel dan Hamas bisa sepakat untuk menghentikan konflik demi semua warga sipil.
Dia juga mengatakan PBB siap membantu pelaksana setiap perjanjian yang membawa kedamaian dan kesempatan bagi “rekonstruksi dan pembangunan yang sangat dibutuhkan di Gaza."
Gencatan senjata 72 jam sebelumnya berakhir Jumat tanpa kemajuan menuju gencatan senjata jangka panjang. Mesir memediasi gencatan senjata itu juga, tetapi berakhir ketika Hamas melanjutkan serangan roket terhadap Israel dan militer Israel melakukan serangan udara baru di Gaza.
Sejak 8 Juli, lebih dari 1.900 warga Palestina tewas, sebagian besar warga sipil, akibat serangan udara dan darat Israel untuk menghentikan serangan roket Hamas dan untuk menghancurkan terowongan-terowongan yang digunakan oleh militan untuk menyimpan senjata dan menyelinap ke Israel untuk melakukan serangan. Di pihak Israel, 64 tentara dan tiga warga sipil tewas.