Dengan persidangan pertama dijadwalkan akan berlangsung Rabu (4/3) bagi kasus bom Boston Marathon, jaksa penuntut tampak memiliki bukti-bukti pada sidang pendahuluan yang mengaitkan tersangka, Dzhokhar Tsarnaev, pada ledakan yang menewaskan tiga orang dan melukai banyak orang lainnya.
Namun jikapun penuntut dapat meyakinkan dewan juri bahwa Tsarnaev bersalah, menurut para pakar, masih menjadi pertanyaan apakah juri-juri dapat diyakinkan bahwa Tsarnaev pantas mendapat hukuman mati.
"Hukuman mati sulit untuk dicapai... Banyak negara bagian (di AS) yang tidak menerapkan hukuman mati, sehingga tidak ada konsensus di negara ini."
Proses pemilihan dewan juri, yang memakan waktu dua bulan, menggarisbawahi sulitnya persidangan hukuman mati. Jaksa penuntut dan pengacara pembela beradu argumentasi berkali-kali di hadapan Hakim Distrik AS George O'Toole dalam pemilihan 18 juri dari 1.300 calon -- 12 juri dan 6 orang cadangan.
Mengutip opini publik di Massachusetts, pengacara Tsarnaev berargumentasi bahwa penetapan juri yang tidak berpihak adalah mustahil. Apalagi mencari juri yang tidak secara otomatis bertekad untuk mengeksekusi Tsarnaev. Pekan lalu, pengadilan akhirnya berhasil menyelesaikan proses seleksi, dan menetapkan sidang pertama akan berlangsung 4 Maret.
Pengacara pembela juga telah berusaha untuk memindahkan persidangan ke luar negara bagian, dengan alasan juri di negara bagian Massachusetts tidak bisa bersikap imparsial. Upaya banding di tingkat federal Jumat lalu menolak mosi tersebut.
Persidangan Tsarnaev akan berlangsung di pengadilan federal AS di Boston, hanya beberapa kilometer dari garis finish Marathon Boston, di mana dua bom meledak 15 April 2013.
Pemburuan tersangka berlangsung selama empat hari berikutnya, di mana Tsarnaev yang terluka, ditangkap. Kakaknya, Tamerlan, yang juga menjadi tersangka tewas saat mereka berdua berusaha melarikan diri dari polisi.
Jaksa penuntut federal mengajukan petisi terhadap Jaksa Agung AS untuk menuntut hukuman mati. Holder, yang secara terbuka menentang hukuman mati, tahun lalu menyetujuinya, dengan mengatakan: "Sifat perbuatan dan hasilnya yang mencelakakan mendorong keputusan ini."
Sejarah hukuman mati
Hukuman mati kembali dijalankan di Amerika Serikat mulai 1976, setelah sempat dihentikan oleh Mahkamah Agung AS pada tahun 1972. Walaupun banyak negara bagian mengeksekusi terpidana sejak pemberlakuan kembali hukuman mati, pemerintah federal hingga kini hanya mengadili dan mengeksekusi tiga orang: pembom Oklahoma City Timothy McVeigh, penyelundup narkoba Juan Raul Garza, dan Louis Jones, seorang pelaku penculikan.
Saat ini, 61 terpidana federal di AS menanti eksekusi, beberapa di antaranya telah menunggu lebih dari 15 tahun, seraya berbagai upaya naik banding diproses di pengadilan.
Sebaliknya, negara bagian Texas -- salah satu dari 32 negara bagian yang membolehkan hukuman mati -- telah mengeksekusi 72 orang sejak 2010. Hukum negara bagian Massachusetts tidak memperbolehkan hukuman mati, namun kasus Tsarnaev -- seperti halnya kasus-kasus terorisme lainnya -- dipersidangkan di pengadilan federal, bukan negara bagian.
Tsarnaev telah menyatakan tidak bersalah atas 30 dakwaan terhadapnya, dan pengacara utamanya, Judy Clark, yang berspesialisasi pada tuntuntan hukuman mati di tingkat federal, bereputasi mampu mengurangi hukuman bagi kliennya menjadi hukuman seumur hidup.
"Mr. Tsarnaev sangat beruntung didampingi Judy," ujar Jon Katz, seorang pengacara pembela kasus kriminal yang pernah bertemu dan mengagumi Clarke selama bertahun-tahun. "Saya ragu ia bisa mendapat pengacara yang lebih baik (dari Clarke)."
Begitu dimulai, persidangan akan berlangsung dalam dua tahapan. Tahapan pertama akan memutuskan apakah terdakwa bersalah atau tidak bersalah atas 30 tuntutan, yang tidak semuanya memenuhi syarat untuk hukuman mati. Pada tahapan kedua, juri yang sama akan memutuskan apakah terdakwa akan dieksekusi atau dijatuhi hukuman yang lebih ringan.
Hukuman mati membutuhkan suara sepakat dari ke-12 juri.