Gaza kembali mengalami pemadaman komunikasi total.
Penyedia layanan telekomunikasi di wilayah kantong itu, Paltel (Palestine Telecommunication Company) mengeluarkan pernyataan Selasa larut malam di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, yang memberitahu warga mengenai pemadaman total seluruh layanan telepon dan internet. Paltel mengatakan pemadaman itu “dikarenakan jalur-jalur internasional yang sebelumnya tersambung telah terputus lagi.”
Pemantau jaringan global Netblocks mengonfirmasi bahwa Gaza “berada di tengah pemadaman internet baru yang berdampak besar pada operator besar terakhir yang tersisa, Paltel.
“Insiden tersebut akan dialami sebagai hilangnya telekomunikasi secara total oleh sebagian besar warga,” katanya dalam sebuah unggahan di X.
Seorang jurnalis AFP di Gaza membenarkan tiadanya komunikasi. Namun ia menambahkan bahwa ponselnya masih mendapat sinyal karena dia menggunakan kartu SIM internasional.
Wartawan AFP lainnya mengatakan hanya orang-orang yang memiliki saluran telepon Israel atau Mesir yang masih dapat menggunakan ponsel mereka di kota perbatasan Rafah.
Jaringan internet dan telepon terputus total pada minggu lalu, tetapi pulih kembali pada akhir pekan.
Pemerintah kelompok militan Palestina Hamas pada saat itu menuduh Israel menyebabkan terputusnya jaringan tersebut untuk "melakukan pembantaian" di Jalur Gaza.
Penyedia telekomunikasi Palestina, Jawwal, menyalahkan "pengeboman besar-besaran" yang dilakukan Israel terhadap wilayah tersebut sebagai penyebab pemadaman listrik.
Gaza mengalami pemadaman komunikasi total selama dua hari mulai Jumat lalu, membuat 2,3 juta warga daerah yang terkepung itu terputus hubungan dengan dunia luar dan menghambat pengiriman bantuan kemanusiaan internasional yang penting.
Gangguan terbaru layanan telepon dan internet itu terjadi beberapa jam setelah serangan udara Israel terhadap sebuah kamp pengungsi Palestina di kota Jabaliya, Gaza Utara, yang menewaskan sedikitnya 50 orang dan mencederai 150 lainnya, menurut otoritas kesehatan Palestina.
Seorang juru bicara militer Israel mengukuhkan serangan udara tersebut ke CNN. Ia mengatakan “seorang komandan Hamas yang sangat senior” berada di daerah itu. Pernyataan dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF) itu kemudian mengidentifikasi lelaki tersebut sebagai Ibrahim Biari dan mengatakan ia adalah pemimpin “serangan teror mematikan” pada 7 Oktober oleh militan Hamas di Israel Selatan.
Jabaliya adalah tempat tinggal keluarga para pengungsi perang sejak 1948, menurut Reuters. Sebuah pernyataan dari Hamas mengatakan tidak ada komandan yang berada di kamp itu dan menyatakan jumlah korban tewas atau terluka mencapai 400 orang. Angka-angka itu tidak dapat diverifikasi secara independen, kata Reuters.
Israel menuduh Hamas, yang ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh AS dan negara-negara lain, menggunakan warga sipil sebagai tameng dan memiliki jaringan terowongan bawah tanah yang luas di Gaza, di mana kelompok itu diyakini menyimpan senjata, bahan makanan dan pasokan lainnya.
Serangan udara terhadap kamp pengungsi Jabaliya membuat marah beberapa negara Arab yang bertetangga dengan Israel. Kementerian Luar Negeri Uni Emirat Arab mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan serangan itu menyebabkan “konsekuensi yang tidak dapat diperbaiki di wilayah tersebut.” Kerajaan itu kembali menyerukan “gencatan senjata segera untuk mencegah jatuhnya korban jiwa lebih jauh.”
Arab Saudi mengutuk serangan itu yang disebutnya “penargetan tidak manusiawi oleh pasukan pendudukan Israel.” Sementara itu seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan dalam postingan di aplikasi perpesanan Telegram bahwa serangan itu merupakan kejahatan perang lainnya yang dilakukan Israel.
Serangan hari Selasa terhadap Jabaliya merupakan yang terbaru dari serangkaian serangan darat dan udara oleh militer Israel yang ditujukan ke Hamas dan jaringan terowongannya yang luas di Gaza. IDF hari Selasa mengatakan serangan udara itu menewaskan seorang komandan Hamas lainnya yang mengatur serangan teror 7 Oktober yang menewaskan 1.400 orang.
Gaza dalam beberapa hari terakhir menjadi saksi bisu atas pertempuran sengit antara pasukan darat Israel dan Hamas. Bentrok tersebut tak terelakkan karena Israel menargetkan untuk "menghancurkan" Hamas setelah mereka mengamuk di wilayah selatan yang menewaskan 1.400 orang, sebagian besar warga sipil.
Sejak itu, Israel membalas dengan serangan udara dan artileri tanpa henti, yang menurut kementerian kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas kini telah menewaskan lebih dari 8.500 warga Palestina, dua pertiga dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. [ah/rs], [uh/ab]
Forum