Pengiriman makanan dengan robot bukan lagi fiksi ilmiah. Ratusan robot kecil – setinggi lutut dan mampu menampung sekitar empat nampan pizza besar – sekarang menjelajahi kampus-kampus dan trotoar di kota-kota di Amerika dan di negara-negara lain.
Sementara robot sedang diuji dalam jumlah terbatas sebelum virus corona menyerang, perusahaan pembuatnya mengatakan kekurangan tenaga kerja terkait pandemi dan preferensi yang berkembang untuk pengiriman tanpa kontak langsung telah sangat mempercepat popularitasnya.
Patrick Sheck, mahasiswa di Universitas Bowling Green di Ohio, adalah pengguna rutin jasa itu.
“Mahasiswa menyukai robot-robot itu yang sekarang menjadi bagian keluarga Bowling Green. Robot-robot itu dikenal di seluruh kampus, dan berbaur dengan baik dengan populasi mahasiswa," katanya.
Patrick Sheck dan teman-temannya menggunakan jasa robot pengantar makanan itu secara rutin.
“Sekitar tiga hingga empat kali seminggu saya menggunakan jasa robot. Sebagian besar, setelah saya selesai mengikuti kuliah, robot itu berhenti (di gedung), tepat pada waktunya bagi saya untuk makan siang," katanya.
Erik Gordon, profesor bisnis di Universitas Michigan mengatakan mengapa jasa robot itu semakin populer di kampus-kampus Amerika.
“Tampaknya kita akan ekspansi bisnis ini dengan cepat, dan ekspansi itu dipercepat, satu oleh COVID, dan dua, oleh kekurangan tenaga kerja," kata Gordon.
Perusahaan pemilik robot-robot itu, Starship Technologies, mengatakan belum lama ini telah menyelesaikan pengiriman makanan yang ke-2 juta. Perusahaan ini memiliki lebih dari 1.000 robot dalam armadanya, naik dari hanya 250 pada tahun 2019. Ratusan lagi akan segera dikerahkan, seperti disampaikan oleh Frank Comery dari perusahaan itu.
“Ini benar-benar berubah dari hanya hal yang menyenangkan menjadi layanan yang benar-benar lebih penting, dan para mahasiswa menyukainya," katanya.
Mereka mengirimkan makanan di 20 kampus di Amerika, dan 25 kampus lainnya akan segera ditambahkan. Mereka juga beroperasi di trotoar di Milton Keynes, Inggris; Modesto, California; dan negara asal perusahaan itu di Tallin, Estonia.
Desain robot bervariasi – sebagian memiliki empat roda dan sebagian lainnya memiliki enam roda. Robot-robot itu menggunakan kamera, sensor, GPS, dan terkadang pemindai laser untuk menavigasi trotoar dan bahkan menyeberang jalan secara mandiri.
Robot-robot itu bergerak sekitar 8 kilometer per jam. Operator jarak jauh mengawasi beberapa robot sekaligus, tetapi mereka mengatakan jarang perlu menginjak rem atau membelokkan robot-robot itu untuk menghindari rintangan.
Ketika robot tiba di tempat tujuannya, pelanggan mengetikkan kode ke ponsel mereka untuk membuka tutupnya dan mengambil makanan yang mereka pesan.
Karena menggunakan tenaga listrik, robot-robot itu harus mengisi ulang tenaganya secara teratur. Kekurangan lain, robot-robot itu berjalan lambat dan umumnya berada dalam radius kecil yang telah dipetakan sebelumnya.
Universitas Bowling Green dan Starship Technologies mengenakan biaya $1,99 ditambah biaya servis untuk setiap pengiriman makanan dengan robot.
Perusahaan jasa pengiriman lain juga terjun ke pasar. Grubhub baru-baru ini bermitra dengan pembuat robot Rusia Yandex untuk mengerahkan 50 robot di kampus Ohio State University di Columbus, Ohio. Grubhub berencana untuk segera menambah lebih banyak kampus, meskipun perusahaan itu menekankan bahwa untuk saat ini layanannya hanya berada di sekitar kampus perguruan tinggi.
Pesanan pengiriman makanan di Amerika melonjak 66% pada tahun yang berakhir pada Juni lalu, menurut NPD, sebuah perusahaan data dan konsultan. Permintaan pengiriman makanan dengan robot ini diperkirakan akan tetap tinggi bahkan setelah pandemi mereda, karena para pelanggan sudah terbiasa dengan kenyamanan. (lt/jm)