Corporate Communication PT Jasa Marga Dwiwarman Heru Santoso mengatakan jumlah kendaraan yang keluar melalui gerbang tol Jabotabek mencapai 465.582 kendaraan pada periode 17-23 Mei 2020. Jumlah ini menurun 62 persen pada periode yang sama jelang lebaran tahun lalu yang mencapai 1.214.305 kendaraan.
Menurut Heru, penurunan ini dikarenakan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah dan larangan mudik dari pemerintah dalam rangka mencegah penyebaran virus corona.
"Mudik balik tahun ini diwarnai pembatasan-pembatasan. Yang tadinya kita akan berupaya melancarkan, kali ini kita melakukan penyekatan-penyekatan dalam rangka mencegah Covid-19. Mulai dari PSBB di Jakarta, di Jawa Barat," tutur Heru Santoso dalam konferensi pers online, Rabu (27/5/2020).
Kendaraan yang masuk gerbang tol Jabotabek saat Lebaran yakni pada 25-26 Mei 2020 juga mengalami penurunan sebesar 66 persen, dari sebanyak 326.572 kendaraan pada Lebaran tahun lalu menjadi 111.022 kendaraan.
Sementara Direktur Keamanan dan Keselamatan Korlantas Polri, Chryshnanda Dwilaksana mengatakan total ada 605 kendaraan di berbagai wilayah kepolisian daerah yang ditahan aparat pada periode 24 April-30 Mei 2020. Bagi penumpang yang kendaraannya ditahan dibagi menjadi 2 yakni diturunkan di lokasi penyekatan dan ada pula yang diantarkan ke terminal bus untuk menuju tempat tujuan mereka.
"Sudah dilarang mudik tapi masih juga dilakukan. Ini sebetulnya hal-hal yang memalukan, tidak layak untuk disampaikan, tidak layak untuk diceritakan," tutur Chryshnanda Dwilaksana.
Chryshnanda menjelaskan ada 116 titik penyekatan kendaraan yang tersebar di berbagai wilayah. Antara lain Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Lampung pada saat mudik. Polisi juga melakukan penyekatan kendaraan untuk mencegah kendaraan kembali ke kota lain pada saat arus balik.
Pelibatan RT-RW untuk larang warga Balik ke Kota Besar
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono menyarankan pemerintah untuk melibatkan pengurus RT dan RW di semua wilayah untuk mencegah pemudik kembali ke kota. Ia beralasan yang mengetahui data para pemudik di wilayah merupakan pengurus RT dan RW.
"Karena sesungguhnya RT/RW yang tahu datanya, tahu gesturenya, tahu budaya lokalnya. Maka kita harus memberikan support bagaimana larangan mudik itu dapat juga dengan sistem gotong royong," jelas Agus Taufik.
Agus menambahkan pemerintah juga perlu menjelaskan kepada warga yang mudik bahwa pekerjaan di kota sudah jauh berkurang karena terdampak corona. Karena itu, pemerintah juga perlu menyiapkan lapangan kerja di desa bagi mereka di wilayah masing-masing.
"Dana-dana yang ada di pemerintah pusat, sebagian harus dipindahkan ke daerah supaya kita bisa membangun pekerjaan yang baru. Salah satunya adalah membangun logistik kemanusiaan berbasis bencana non-alam. Lapangan pekerjaan sentris-agraris untuk mendukung kebutuhan pangan itu harus segera dibuat," tambahnya. [sm/ab]