VOA - Mulai tahun ini, calon jemaah haji di Amerika mendaftar langsung ke platform baru yang disediakan pemerintah Saudi. Kuota yang hanya 0,1 persen dari jumlah Muslim, mendorong banyak calon jemaah ‘berebut’ mendapatkan paket. Sebagian dari mereka yang gagal dengan sistem tersebut kemudian menempuh cara berbeda untuk sampai ke Baitullah. Berikut penuturan mereka.
“Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syarika laka labbaik.”
Kalimat talbiyah terus terdengar oleh Sylviana Intani Riza alias Riza. Sudah beberapa tahun dia mendaftar untuk berangkat haji tetapi pandemi telah menunda keberangkatan dia dan suami.
Tahun ini pemerintah Arab Saudi memperkenalkan sistem baru, disebut Nusuk. Melalui platform tersebut, calon jemaah haji di Amerika, dan sejumlah negara lain, bisa mendaftar langsung.
Melalui Nusuk, calon jemaah memilih paket yang ada sekaligus pembimbing. Usai mendaftar, mereka diarahkan untuk segera membayar paket tersebut via platform yang sama supaya tidak diambil calon jemaah lain. Nilai paket bervariasi mulai dari $3,000 tanpa tiket pesawat dan akomodasi, sampai lebih dari $20,000 untuk paket komplet.
Riza, yang tinggal di Plano, Texas, segera mendaftar dan memilih paket yang ditawarkan untuk berangkat dari Dallas. Namun, ia tidak familiar dengan sistem baru tersebut. Jadi, walaupun sudah berusaha, bahkan sampai kurang tidur karena terus memantau proses pendaftaran dan pemilihan paket, dengan kuota 50 jemaah untuk Dallas dan sekitarnya, ia harus menelan kekecewaan. Lagi lagi ia tidak bisa berangkat haji.
Di Houston, Texas, Aristo Setiawan alias Toto juga mendaftar haji melalui Nusuk. Di kota ini, kata Toto, jumlah jemaah juga dibatasi hanya 50. “Kita gak tahu. Soalnya ini sistem baru. Gak tahu juga detail detailnya semua. Tapi kita percaya aja,” jelasnya.
Toto sudah mendaftar haji sejak 2019 melalui biro perjalanan. Keberangkatannya tertunda karena ibu sakit, disusul pandemi COVID-19. Tahun ini, ia tidak mau menunda lagi. Jadi, “saya tongkrongin terus Nusuk.”
“Pas buka, kita mencoba terus. Awalnya sudah tegang banget. Istilahnya untung-untungan. Jadi, kita gak tahu bakal dapat, apa enggak. Kita sudah siap-siap gak dapat,” imbuhnya.
Kesabaran, persistensi serta informasi dan pengarahan dari biro perjalanan tempatnya dulu mendaftar haji, membuahkan hasil. Toto dan istrinya berangkat haji.
Di Dallas, Sri Hedalyani Wardiningsih alias Ani bekerja sama dengan Toto. Saling berbagi informasi dan saling bantu dalam mendaftar haji dengan sistem yang, dikatakan beberapa calon jemaah, bagai membeli kucing dalam karung. Serba tidak jelas.
Ani dan Toto mengungkapkan, mereka sempat kesal dan frustrasi karena platform itu berkali-kali‘mandek.’ Ani sempat ‘terlempar’ ketika melakukan proses pembayaran.
“Kita sudah gak tahu berapa kali di-kick out. Benar-benar harus percaya aja. Bismillah. Kalau memang rezekinya dan saatnya, ya. InSyaa Allah dapat gitu lho,” komentarnya.
Ani dan suami bergantian memantau paket yang ditawarkan di Nusuk. Ini sangat melatih kesabaran karena paket tidak datang sekaligus melainkan bertahap. Jadi, harus betul-betul jeli memilih paket yang sesuai.
“Rasanya, kadang masih gak percaya. Alhamdulillah, dapat undanganNya. Kita percaya banget, itu atas kehendakNya karena kalau dipikir-pikir, itu chance-nya sangat, sangat minim,” kata Hedalyani Wardiningsih.
Mohammad Joban sudah sejak 1992 mengelola Ar Rahman, biro perjalanan haji dan umrah. Sejak pandemi sampai tahun ini, Joban tidak bisa memberangkatkan jemaah. Dua calon jemaahnya tahun ini bergabung dalam program Haji Furoda dari Indonesia, yang memungkinkan jemaah berhaji tanpa antre. Selebihnya, memilih “haji koboi,” kata Joban.
“Dari sini, mereka berangkat early. Jadi, pakai visa turis, banyak orang-orang di sini yang begitu. (Biayanya) Lebih murah. Pokoknya ya… haji koboi lah,” jelasnya.
Ina Fauzi di Lexington, Kentucky, mengaku desperate untuk naik haji. Staf di satu sekolah dasar ini mengungkapkan, waktu yang pas baginya untuk berhaji adalah ketika sekolah sedang libur. Itu berarti, ia harus berangkat tahun ini. Kalau tahun depan, dia harus cuti panjang dan belum tentu bisa. Ketika ternyata ia tidak juga bisa berangkat bersama biro perjalanan di Amerika, tempatnya mendaftar dalam beberapa tahun terakhir, ia beralih ke Allah.
“Saya tuh benar-benar, ya Allah. Ini tahun yang harus saya berangkat. Kalau saya tidak mendapat kesempatan tahun ini, tahun depan, saya tuh bisa berangkat atau tidak ya Allah? Ini, pokoknya saya harus bisa berangkat tahun ini ya Allah. Dengan berbagai cara, saya tuh cuma…pokoknya berdoa. Saya harus bisa berangkat tahun ini,” kata Ina Fauzi.
Dalam keputusasaan, Ina mendengar kabar tentang program Haji Smart yang ditawarkan biro perjalanan di Indonesia. Ia menggali banyak informasi sebelum memutuskan berangkat haji bersama Cahaya Kaabah, biro tersebut.
Pemilik Cahaya Kaabah, Agus Widodo, mengatakan bahwa Ina diberi visa sakhsiah. Walaupun bukan langsung visa haji, jenis visa ini memungkinkan Ina berhaji. Bagi Ina, “Jauh lebih baik bila dibandingkan dengan pergi haji melalui Nusuk. Karena saya simak dari Nusuk Facebook, banyak yang complaint. Banyak yang…Alhamdulillah kita tidak mengalami hal-hal seperti itu.”
Pasca pandemi COVID-19, tahun ini Arab Saudi membuka penuh kuota haji. Diyakini lebih dari tiga juta Muslim dari seluruh dunia menunaikan ibadah haji.
Beberapa biro perjalanan haji dan umrah yang dikontak VOA mengungkapkan, hanya 3500, sekitar 0,1 persen dari jumlah Muslim di Amerika, yang tahun ini diberi kesempatan berhaji, menjadikan keberangkatan tahun ini semakin ‘sulit.’ Tekanan itu, ditambah tingginya biaya yang ditetapkan, mendorong sebagian jemaah nekat berhaji dengan bermodalkan visa turis. [ka/ab]
Forum