Kamis sore (14/5) jenazah isteri Duta Besar Indonesia untuk Pakistan, Nyonya Herry Listyawati tiba di Lapangan Udara Adisucipto Yogyakarta dengan pesawat khusus milik TNI Angkatan Udara.
Herry Listyawati merupakan salah satu dari 7 korban tewas pada kecelakaan helikopter di Gilgit, Baltistan di wilayah Utara Pakistan pada tanggal 8 Mei lalu. Sementara suaminya duta besar Burhan Muhammad yang menderita luka-luka kini menjalani perawatan di rumah sakit di Singapura.
Jenazah diserahkan dalam suatu upacara yang diselenggarakan di Base Ops Lapangan Udara Adisucipto dari Menteri Pertahanan dan Produksi Pakistan Rana Tanveer Hussain kepada Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi. Ikut hadir antara lain gubernur DIY Sultan Hamengkubuwono ke-10 beserta isteri dan sejumlah pejabat sipil dan militer.
Menteri Hussain mengatakan bangsa Pakistan ikut berduka atas meninggalnya isteri Duta Besar Indonesia dan para diplomat asing. Ia juga memuji peran penting yang telah dilakukanisteri Duta Besar Indonesia itu.
"Almarhumah telah bekerja keras untuk meningkatkan hubungan lebih erat antar masyarakat dan pemerintah Indonesia dan Pakistan. Dia seorang pekerja sosial yang baik dan telah menyelenggarakan banyak pertemuan penting yang dipusatkan di Islamabad," kata Menteri Hussain.
"Pemerintah Pakistan ingin membantu apapun yang diperlukan meskipun tidak bisa mengembalikan nyawa almarhumah. Tetapi saya senang mendengar kondisi Duta Besar yang sedang dirawat di Singapura stabil," lanjutnya.
Ketika menerima jenazah almarhuman Herry Listyawati, Menteri Retno Marsudi menyampaikan terimakasih atas bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah Pakistan hingga jenazah bisa dipulangkan dengan cepat.
"Pemerintah Indonesia juga mengapresiasi sikap positif yang ditunjukkan oleh pemerintah Pakistan yang telah menetapkan tanggal 10 Mei sebagai Hari Berkabung Nasional sebagai penghormatan kepada para korban kecelakaan helicopter. Kami juga berterimakasih atas dianugerahkannya Sitara-e Pakistan atau Bintang Pakistan untuk almarhumah Nyonya Herry Listyawati Burhan Muhammad,” kata Menlu Retno Marsudi.
Jenazah lalu dibawa ke rumah duka di Jalan Haji Agus Salim Yogyakarta untuk didoakan kemudian dimakamkan di pemakaman umum Mondoliko Umbulharjo Yogyakarta.
Ikut hadir pada acara itu, selain para tetangga juga keluarga besar Universitas Gajah Mada mengingat Herry Listyawati adalah dosen pada Fakultas Hukum UGM. Dekan Fakultas Hukum Profesor Muhammad Hawin mengaku sangat kehilangan salah satu dosen terbaiknya.
"Dia (almarhumah) sangat baik, berdedikasi tinggi, jadi kami merasa sangat kehilangan dan untuk mencari penggantinya juga sangat tidak mudah. Karena dia mengajar Hukum Agraria terutama di program internasional yang berbahasa Inggris. Dia mengajar beberapa mata kuliah juga sehingga cari penggantinya tidak mudah," kata Muhammad Hawin.
"Dia itu banyak waktunya untuk mengajar dan berada di Pakistan hanya ketika libur saja. Atau dia setelah selesai mengajar pamit ke Pakistan. Disana biasanya tidak lama, antara dua minggu atau tiga minggu saja,” lanjutnya.
Oleh para tetangganya, Herry Listyawati dikenal sebagai orang baik dan sangat sederhana, seperti dituturkan oleh Ibu Yayuk, salah satu tetangga.
"Nggak nyangka kalau dia itu 'orang besar' kalau saya. Orangnya itu lembut, kalau sudah ketemu dia di puntu trus dari sini dia selalu senyum. Kemana-mana dia naik sepeda motor, atau mobil sedan hitam (tidak lagi baru). Sederhana sekali, bajunya ajar rok kuno model terusan itu saja,” jelas Yayuk.
Pasangan Dubes Burham Muhammad dan Herry Listyawati meninggalkan dua orang putera, Pitra Amrullah (18) kuliah pada Jurusan Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan adiknya Yoga Sulistyo Burhan (17) yang baru saja lulus sekolah menengah di Pakistan dan telah diterima sebagai mahasiswa baru di Universitas Gajah Mada.