Pada tahun 1980an, di Jenewa terjadi kesibukan perundingan pengawasan senjata nuklir bilateral Amerika Serikat-Soviet, yang antara lain dihadiri presiden Amerika Ronald Reagan dan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev. Kegiatan-kegiatan perdamaian lain mencakup upaya mengakhiri perang yang berlangsung berkepanjangan di Afghanistan dan Libanon.
Runtuhnya Uni Soviet tahun 1989 disusul pecahnya Republik Yugoslavia dan memicu berkobarnya perang Balkan. Perundingan perdamaian yang dimediasi PBB untuk menghentikan perang menjadi berita utama sepanjang tahun 1990an.
Direktur Jenderal kantor PBB di Jenewa, Michael Moller, berpendapat hari-hari sibuk seperti itu tidak akan terjadi lagi di Jenewa, namun ia yakin, Jenewa dan PBB akan memegang peran yang semakin penting sebagai pusat perdamaian dunia tahun depan.
Moller mengatakan, satu lagi babak perundingan perdamaian mengenai Yaman akan dimulai tanggal 14 Januari. Ia mengatakan, itu akan disusul perundingan perdamaian Suriah pada akhir bulan Januari. Ia juga menambahkan, Duta Besar PBB untuk Suriah Staffan de Mistura sedang melakukan lawatan untuk menghubungi pihak-pihak yang relevan.
"Semua orang sepakat, hampir semua orang ingin perundingan ini sukses sehingga akhirnya kita akan dapat mencapai penyelesaian politik untuk masalah yang sama sekali tidak dapat diterima ini," katanya.
PBB menjadi tuan rumah dua perundingan perdamaian Suriah tahun lalu. Keduanya berakhir dengan kegagalan. Pekan lalu, Dewan Keamanan PBB menyetujui sebuah peta jalan perdamaian Suriah, yang memungkinkan perundingan dimulai lagi.
Moller mengemukakan bahwa tahun ini PBB telah menyelenggarakan sekitar sepuluh ribu pertemuan dan konferensi, yang antara lain mencakup beberapa babak perundingan di markas besar PBB dan tempat-tempat lain di Jenewa dan Swiss. [ds]