Baru-baru ini,Gubernur Aceh Zaini Abdullah dan pihak perwakilan pemerintah Jerman menandatangani kesepakatan pengucuran dana hibah senilai 9 juta Euro atau lebih dari Rp 111 Miliar.
Dana tersebut dikucurkan oleh pihak Bank Pembangunan Jerman (Kreditanstalt fur Wiederaufbau –KfW) yang diperuntukkan untuk pembiayaan program-programpelestarian Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), sebuah kawasan pegunungan dengan cakupan hutan hujan tropis di wilayah tengah dan selatan provinsi Aceh.
Staf khusus Gubenur Aceh Bidang Hukum dan Kerjasama Internasional Dr Adli Abdullah mengatakan Jum’at (19/12) program hibah Jerman tersebut fokus bagi upaya pelestarian sumber daya alam dan hutan, kesejahteraan rakyat, khususnya masyarakat yang berada di wilayah Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
Penandantanganan kesepakatan pengucuran dana hibah, tambah Dr Adli, ditandatangani langsung gubernur dan pejabat pemerintah Jerman yang datang ke Jakarta (27/11).
Sebelumnya, dalam siaran persnya Kedutaan Jerman menyatakan, telah menyetujui realisasi dana hibah senilai 9 juta Euro atau lebih dari Rp 111 miliar melalui Bank Pembangunan Jerman untuk pelestarian Kawasan Ekosistem Leuser di Aceh.
Lebih lanjut Kepala Badan Investasi Aceh Dr Iskandar mengatakan, hibah juga memuat sejumlah kesepakatan yang terkait erat dengan aspek konservasi keanekaragaman hayati dan perlindungan iklim .
"Kita bersyukur, Aceh merampungkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) sebagai pedoman. Nah pihak Bank Pembangunan Jerman (KfW) untuk membangun ekosistem Leuser, yang memfokuskan membangunan kawasan sekitar multiaspek,” kata Dr Iskandar.
Iskandar mengatakan, pasca tsunami 2004, Jerman menjadi salah satu mitra Indonesia yang menaruh perhatian khusus terhadap keberlanjutan pembangunan Aceh yang diselaraskan dengan program-program pelestarian lingkungan.
Jerman, tambah Iskandar, juga terlibat dalam inisiasi eksplorasi energi panas bumi (geothermal) dan pembangunan infrastruktur teknologi, sumber daya manusia serta bidang pendidikan dan riset bidang kesehatan di Aceh.
Beberapa tokoh pemuda sekitar Kawasan Ekositsem Leuser, terutama wilayah tengah provinsi meminta program pelestarian leuser agar lebih menyentuh elemen sipil , masyarakat adat dan pelaksanaannya produktif dan lebih transparan.
Zam Zam Mubarak (31) , pemuda dari komunitas adat Gayo Aceh Tengahmendesak pemerintah agar program-program konservasi dari kemitraan global di Aceh agar lebih melibatkan masyarakat setempat dengan kearifan lokal yang ada. “Rekomendasi kita nanti kawasan itu agar dikelola oleh lembaga adat, Dewann Adat Gayo,” kata Zam.
Politisi Aceh Hendra Budian minta pemerintah agar mengawasi seksama pelaksanaan program agar dana hibah itu tepat guna dan tepat sasaran. “Buktikan mampu mewujudkan pembangunan , era otonomi jadikan warisan bagi generasi muda Aceh. Kita minta Gubernur dan Wakil Gubernur untuk turun ke lapangan, inspeksi semuanya dan bagi tugas,” jelasnya.
Aktivis lingkungan, TM Zulfikar dari Aceh Center cukup optimistis, kemitraan global terkait konservasi alam , terutama dalammenjaga kelestarian ekosistem Leuser , Aceh akan lebih komprehensif dan berkelanjutan.
“Agar (penyelamatan) hutan Leuser disuarakan, dana Aceh juga terbatas,dan dengan adanya pihak luar yang membantu maka dana ini jangan disalah gunakan, buktinya tingkat kerusakan di Leuser sangat besar, dari 23 ribu hektar kerusakan hutan Aceh yang disampaikan gubernur, itu salah satunya di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL),” jelas TM Zulfikar.
Mitra global Indonesia, selain Jerman, Amerika Serikat sejak tengah tahun 2013 lalu telah terlebih dahulu mengucurkan dana hibah senilai lebih US$ 20 juta untuk program-program konservasi di Sumatera.
Dengan melibatkan puluhan organisasi setempat, AS mengucurkan dana senilai US$ 25 ribu dollar untuk Aceh, tahap pertama mencakup dukungan bagi program pelestarian ekosistem sekitar Taman Nasional Gunung Leuser TNGL .
Melalui Badan Pembangunan Internasional AS USAID, program konservasi di Aceh juga mencakup upaya pelestarian hutan, perlindungan flora fauna dan spesies dilindungi, seperti harimau, orangutan dan gajah liar.
Berdasar data pemerintah Aceh, luas hutan wilayah itu tersisa sekitar 3,5 juta hektar termasuk Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) menyediakan sumber air bersih untuk kurang lebih 5 juta jiwa warga di Aceh sebagai irigasi di hilir, pertanian, dan sumber makanan. KEL juga menyediakan jasa lingkungan untuk masyarakat Aceh melalui mitigasi erosi, banjir, tanah longsor, dan penyebaran hama.
Beberapa pakar mengatakan, KEL bagi bumi mempunyai peran penting sebagai pengatur iklim dan penyimpan karbon.
Kawasan Ekosistem Leuser baru-baru ini dimuat pada Jurnal Ilmiah Internasional (IUCN) sebagai salah satu “tempat tak tergantikan” kawasan lindung di dunia.
Pada 2004, kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang mencakup dua provinsi, Aceh dan Sumatera Utara ditetapkan Badan Urusan Pendidikan, Sain dan Kebudayaan PBB sebagai warisan hutan hujan tropis Sumatera dan menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO.