Kebanggaan Jokowi tercermin ketika ia menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur di sebuah negara agar bisa meningkatkan daya saing dan kompetisi dengan negara-negara lain dalam acara Penandatangan Perjanjian Indonesia Investment Authority (INA) di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (14/4).
“Empat puluh tahun lebih kita membangun jalan tol, dan dalam 40 tahun kita telah membangun 780 kilometer jalan tol. Kemudian 2014 kita dorong betul agar jalan tol segera semuanya tersambungkan baik yang Trans Jawa, maupun Trans Sumatera dan beberapa di Kalimantan dan Sulawesi. Saya tahu sampai terakhir hari ini. Pak Menteri PU sudah berapa kilometer yang dibangun dalam tujuh tahun ini? 1.900 kilometer. Sebelumnya, dalam 40 tahun, hanya 780 kilometer,” ungkap Jokowi.
Jokowi menjelaskan, lambatnya perkembangan pembangunan infrastruktur di tanah air adalah karena persoalan pembiayaan. Menurutnya, pemerintahan terdahulu tidak mencari alternatif pembiayaan lain dan terlalu bergantung kepada APBN, BUMN dan kerap diserahkan kepada swasta yang sayangnya tidak berjalan dengan baik.
Maka dari itu, Jokowi pun sumringah ketika Sovereign Wealth Fund (SWF) tanah air yang dibentuknya pada Januari 2021, yakni Indonesia Investment Authority (INA), melakukan penandatangan kerja sama perdana dengan PT Hutama Karya, PT Waskita Karya, dan Waskita Toll Road untuk mendanai proyek pembangunan jalan tol senilai Rp39 triliun.
“Dan hari ini saya sangat senang, telurnya pecah, sudah ditandatangani tadi nilainya kurang lebih Rp39 triliun lebih. Ini akan memberikan efek kepercayaan/trust dari (investor) domestik maupun dari internasional terhadap cara-cara pengelolaan keuangan kita, manajemen yang kita harapkan nanti governance yang ada di INA, tata kelola yang ada di INA betul-betul memang bisa menumbuhkan sebuah kepercayaan dari internasional maupun domestik,” jelasnya.
Menurut Jokowi, skema pendanaan seperti ini harus terus dikembangkan, mengingat dana yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur tidaklah sedikit. Ia mencontohkan biaya pembangunan jalan tol berkisar antara Rp90 miliar-Rp110 miliar per kilometer.
“Kebutuhan anggaran berapa? Gede sekali, dan saya senang hitung-hitungan terakhir yang (jalan tol) Bakauheni sampai ke Terbangi Besar, Terbangi Besar sampai ke Kayu Agung IRR (internal rate of return-nya) sudah mencapai 9-10. Dan kalau di Jawa biasanya sudah 12-13 sudah pasti dapat.,” katanya.
Jokowi yakin, setelah ini akan banyak investasi yang masuk lewat INA baik dari investor domestik maupun luar negeri yang diharapkan dapat menciptakan multiplayer effect terhadap perekonomian tanah air.
“Inilah saya kira scheme, model pembiayaan yang akan terus kita kembangkan dan kepercayaan itu akan muncul setelah telur ini pecah. Insya Allah akan semakin besar investor-investor yang akan masuk ke Indonesia lewat INA, bukan hanya jalan tol tetapi untuk proyek besar yang memberikan efek ekonomi terhadap negara kita. Selamat kepada INA, Hutama Karya, Waskita Karya, Waskita Toll Road yang semuanya sudah saling percaya dan kita harapkan nanti pembangunan tol di ruas-ruas yang lain bisa lebih dipercepat,” tuturnya.
Proses Negosiasi Tidak Mudah
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan proses negosiasi yang dilakukan antara INA dan BUMN karya ini tidaklah mudah. Maka dari itu, katanya penandatangan perjanjian perdana ini merupakan sinyal kepada dunia bahwa Indonesia bisa melakukan bisnis investasi di bidang infrastruktur secara kredibel.
Sri Mulyani juga menekankan bahwa perjanjian ini dipastikan telah mengikuti koridor dan aturan perundang-undangan yang berlaku, serta tidak menimbulkan konflik kepentingan.
Ia menjelaskan penandatangan head of agreement antara INA dengan PT Hutama Karya meliputi investasi di tiga ruas tol Trans Sumatera Medan-Binjai sepanjang 17 kilometer, Bakauhuni-Terbangi Besar 141 kilometer, dan Terbangi Besar-Pematang Panggang dan Kayu Agung sepanjang 189 kilometer.
Sementara itu, perjanjian antara INA dengan PT Waskita Karya meliputi dua ruas tol Trans Jawa yakni Kanci-Pejagan sepanjang 35 kilometer, dan Pejagan-Pemalang sepanjang 58 kilometer.
“Pembentukan INA adalah sebuah momentum penting di mana Indonesia mengembangkan creative financing selanjutnya yaitu dengan membuat platform yang sangat kredibel, untuk bisa bekerja sama dengan investor-investor dari berbagai sumber. Dengan tata kelola yang mengikuti standar internasional, maka kita mampu untuk menarik investment equitas yang bersifat jangka panjang yaitu melakukan investasi tidak untuk kemudian di lepas dalam jangka pendek. Ini akan sangat memberikan tambahan stabilitas bagi pembangunan Indonesia karena bukan dalam bentuk utang, maupun bukan dalam bentuk surat berharga jangka pendek,” jelasnya.
Sementara itu, CEO INA Ridha Wirakusumah mengatakan perjanjian kerja sama investasi antara INA dengan BUMN karya ini telah dipersiapkan selama kurang lebih satu tahun. Selain infrastruktur, pada tahun ini INA berencana untuk melakukan perjanjian kerja sama investasi di bidang lainnya.
“Kalau rencana untuk tahun 2022 ke depan ini memang masih banyak buat INA , salah satunya di jalan tol ini. Lalu kami juga akan ada rencana untuk melakukan kerja sama di Pelabuhan, di geothermal dan health care dan beberapa project lainnya. Jadi kelihatannya tahun ini mungkin akan ada beberapa proyek yang kita bisa investasikan untuk supaya bisa juga membantu pembangunan Indonesia secara suistanable,” ujar Ridha.
INA Bisa Menarik Investor Lebih Banyak?
Pengamat Ekonomi Indef Eko Listyanto menilai perjanjian kerja sama investasi antara INA dengan PT Hutama Karya dan PT Waskita Karya merupakan sebuah langkah awal yang positif. Ia berharap INA bisa melakukan pengelolaan investasi dengan baik, sehingga memberikan gambaran positif kepada calon-calon investor lainnya yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia lewat INA.
Eko juga berharap bahwa INA tidak hanya melakukan perjanjian kerja sama dengan BUMN, mengingat BUMN juga merupakan bagian daripada pemerintah. Dengan begitu, katanya, tingkat kepercayaan investor terhadap Indonesia akan semakin besar.
“Saya rasa ini positif untuk kelembagaan INA ke depan, tinggal bagaimana nanti saya harapkan tidak hanya kepada BUMN Karya karena sifatnya dalam tanda kutip agak penugasan sebetulnya, karena dua-duanya kan punya pemerintah, sehingga harus menggaet investor luar negeri, atau yang swasta nasional dalam negeri juga,” ungkapnya kepada VOA.
“Itu bisa kalau sudah dapat kepercayaan dari swasta artinya memang ini market banget, tapi kalau jejaringnya hanya BUMN lagi ya sebetulnya pasti trust-nya berbeda, nanti jangan-jangan karena penugasan, pasti ada pernyataan begitu. Tapi ya tidak apa-apa, karena paling dekat memang dengan BUMN, nanti tinggal bagaimana menunjukkan bahwa ini memang profitable sehingga swastanya tertarik,” pungkasnya. [gi/ab]