Eksekusi hukuman mati gelombang ketiga terhadap para terpidana kasus narkoba akan segera dilakukan di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Hingga laporan ini disampaikan Kejaksaan Agung belum mengumumkan kapan pastinya eksekusi itu akan dilakukan.
Namun, Direktur The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) Al Araf kepada VOA, Selasa (26/7) mengatakan Presiden Jokowi sebenarnya masih memiliki cukup waktu untuk menghentikan eksekusi mati terhadap sejumlah terpidana narkoba yang akan dilakukan dalam waktu dekat ini.
Menurutnya ada beberapa terpidana yang akan dieksekusi mati tersebut mengalami ketidakadilan dalam proses hukum seperti
Zulfikar Ali, warga negara Pakistan yang divonis mati pada 2005 karena memiliki 300 gram heroin. Dalam proses hukumnya, sejumlah saksi mengaku diintimidasi dan disiksa selama pemeriksaan.
Dugaan ini diperkuat oleh rekaman persidangan dalam memori kasasi Zulfikar yang menyatakan bahwa salah seorang saksi yaitu Gurdip Singh mencabut keterangannya dalam berita acara pemeriksaan karena ada tekanan fisik dan mental dalam penyidikan. Zulfikar yang tidak fasih berbahasa Indonesia selama pemeriksaan itu juga tidak didampingi penerjemah.
Dengan masih adanya ganjalan proses hukum terpidana mati seperti Zulfikar Ali itu, Presiden – menurut IMPARSIAL – masih bisa menghentikan pelaksanaan hukuman dan mengevaluasi proses hukum tersebut.
Presiden Jokowi bahkan bisa menghentikan eksekusi itu sama sekali mengingat Kitab Undang-undang Hukum pidana (KUHP) kini sedang direvisi.
"Mendesak pemerintah agar tidak melanjutkan langkah eksekusi dan bisa melakukan langkah moratorium hukuman mati. Ada Undang-undang tentang hukuman mati sebenarnya moratorium bisa dilakukan. Ada sebagian negara yang sudah melakukan moratorium meski hukuman mati diatur dalam Undang-undang dan sudah ada yang divonis tetapi bisa diterapkan melalui moratorium. Dan Indonesia bisa melakukan ini," kata Al Araf.
IMPARSIAL juga menilai hukuman mati tidak akan menuntaskan peredaran narkoba secara menyeluruh.
Al Araf menambahkan, "Untuk menjawab persoalan itu akarnya yang mesti dicari bukan hukumannya. Kemudian secara empirik juga tidak ada korelasi di Indonesia setiap pelaku peredar narkoba di hukum mati sejak 2004/2005 tetapi angka peredaran narkotika terus meningkat setiap tahunnya."
Sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan telah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait pelaksanaan eksekusi mati gelombang tiga ini.
"Koordinasi sudah dilakukan, persiapan juga sudah dilakukan tinggal waktunya," kata Jaksa Agung Muhammad Prasetyo.
Pemerintah menolak menyebutkan nama-nama terpidana yang akan dieksekusi. Namun sejumlah nama di sebut-sebut akan masuk daftar antara lain: Serge Atloui (warga Perancis yang eksekusinya ditunda pada April lalu), gembong narkoba Freddy Budiman, dan Lindsay Sandiford – warga negara Inggris yang menyelundupkan kokain senilai 2,5 juta dolar Amerika. Sementara, Mary Jane Fiesta Veloso, terpidana kasus narkotika asal Filipina hampir dipastikan akan lolos dari hukuman mati gelombang ketiga karena pemerintah masih menunggu hasil pemeriksaan kepolisian Filipina terhadap Maria Christina Sergio, perempuan yang merekrut Mary di Filipina.[fw/em]