Presiden Joko Widodo menduga masih ada praktik dalam perdagangan digital yang tidak adil terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Presiden tidak menjelaskan lebih jauh apa yang disebutnya dengan praktik digital yang tidak adil, tetapi ia mengimbau Kementerian Perdagangan untuk senantiasa mengawasi praktik perdagangan di lapangan.
“Baru minggu kemarin saya sudah sampaikan ke Pak Menteri Perdagangan, ini ada yang nggak bener ini di perdagangan digital kita, membunuh UMKM. Diperingatkan karena kita harus membela, melindungi dan memberdayakan UMKM kita agar naik kelas. Ini salah satu tugas terpenting Kementerian Perdagangan,” ujar Jokowi dalam acara Pembukaan Rapat Kerja Nasional Kementerian Perdagangan Tahun 2021, di Istana Negara, Jakarta, Kamis (4/3).
Meski demikian, Presiden menegaskan perdagangan digital harus dapat mendorong pengembangan UMKM di Indonesia, terutama setelah dunia dilanda pandemi COVID-19. Untuk itu perdagangan tersebut harus dikembangkan. Namun, tegas Jokowi, transformasi digital pada bidang perdagangan ini haruslah menciptakan sebuah ekosistem e-commerce yang adil dan bermanfaat.
“Sekali lagi kita bukan bangsa yang menyukai proteksionisme karena sejarah membuktikan bahwa proteksionisme justru merugikan, tetapi kita juga tidak boleh menjadi korban unfair practices dari raksasa digital dunia. Transformasi digital adalah win-win solution bagi semua pihak,” ujar Jokowi.
Presiden menilai sebenarnya UMKM Indonesia berpotensi menciptakan sebuah produk dengan kualitas ekspor. Dengan bimbingan yang tepat, Jokowi yakin produk-produk UMKM tidak akan kalah dengan produk luar negeri.
Tidak hanya untuk ekspor, Kementerian Perdagangan juga harus mempunyai kebijakan dan strategi yang tepat untuk mengembangkan produk nasional di dalam negeri. Presiden mencontohkan produk-produk UMKM harus diberi ruang yang lebih luas untuk menjajakan produknya, agar masyarakat tidak hanya tertarik dengan produk dari luar negeri.
“Produk-produk dalam negeri gaungkan, gaungkan juga benci produk-produk dari luar negeri, bukan hanya cinta tapi benci. Cinta barang kita, benci produk dari luar negeri sehingga betul-betul masyarakat kita menjadi konsumen yang loyal sekali lagi untuk produk-produk Indonesia,” tuturnya.
Perluas Pasar Ekspor
Dalam kesempatan ini, mantan gubernur DKI Jakarta ini juga menginstruksikan jajarannya untuk memperluas pasar ekspor. Ia melihat, pangsa pasar ekspor Indonesia masih terbatas pada negara-negara tertentu, padahal peluang ekspor pada negara-negara lain semakin terbuka lebar.
“Saya minta pasar-pasar nontradisional harus terus diperluas. Ini bertahun-tahun selalu kita arahnya selalu Uni Eropa, Amerika. Jangan terjebak pada pasar ekspor yang itu-itu saja. Sekarang tumbuh pasar-pasar baru yang harus digarap secara serius,” paparnya.
Jokowi mencontohkan negara-negara seperti di Afrika, Asia Selatan, dan Eropa Timur merupakan potensi perluasan pangsa pasar ekspor Indonesia yang bagus karena pertumbuhan ekonomi masing-masing negara berada di atas lima persen.
Maka dari itu, ia menekankan Kementerian Perdagangan untuk segera menyelesaikan perundingan perdagangan dengan negara-negara potensial untuk perluasan pasar ekspor baru.
“Saya berikan contoh misalnya dengan Australia kita sudah punya IA-CEPA. Lihat peluang-peluang yang ada di sana. Saya kira yang gede peluangnya ada otomotif, pelajari betul, pasarnya seperti apa, konsumennya seperti apa, informasikan ke Tanah air sehingga kita betul-betul bisa membuka pasar di Australia. Dan tentu saja produk produk UMKM yang lainnya yang memiliki opportunity, memiliki peluang untuk perlu dibantu dan didorong dalam rangka meningkatkan nilai ekspor dan diversifikasi produk ke negara mitra dagang kita,” jelasnya.
Indonesia dan Australia menjalin kemitraan komprehensif dalam bidang perdagangan yang disebut Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA).
Menjadi Kekuatan Industri
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan Indonesia mencatatkan surplus pada neraca perdagangan sebesar $21,7 miliar pada tahun 2020.
Meskipun surplus tersebut dikarenakan nilai impor yang turun, tetapi yang perlu dibanggakan adalah 61,2 persen dari total ekspor ini berbentuk barang industri primer dan produk manufaktur.
“Ini menunjukkan transformasi nyata bahwa Indonesia telah menjadi kekuatan industri dan tidak lagi hanya mengeskpor barang mentah dan barang setengah jadi,” kata Lutfi.
Menurut Lutfi, ekspor Indonesia tahun lalu ke sejumlah kawasan tradisional dan nontradisional masih menunjukkan pertumbuhan, yakni ke Eropa Barat naik 17,07 persen, Amerika Utara naik 3,51 persen, Asia Timur naik 4,01 persen, Eropa Timur naik 9,99 persen, dan Afrika Timur naik 8,09 persen.
Namun, kinerja perdagangan domestik, yakni perdagangan yang didominasi oleh UMKM dan sektor informal, mengalami tekanan yang cukup berat akibat perebakan wabah virus corona. Hal ini, kata Lutfi, tercermin dari real sales index (RSI) pada Desember 2020 yang hanya mencapai 190,1 atau terkoreksi 19,2 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Selain itu, kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, termasuk perdagangan kendaraan bermotor, juga mengalami pelemahan sebesar 3,72 persen. Walaupun terkoreksi cukup dalam, berdasarkan perhitungan lapangan usaha, sektor perdagangan masih berkontribusi sebesar Rp1.995,4 triliun atau setara dengan 12,93 terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Sementara itu berdasarkan pendekatan pengeluaran nilai total barang dan jasa yang diperdagangkan yang dicerminkan oleh nilai konsumsi masyarakat dalam negeri memberi kontribusi sebesar 58,97 persen dalam pendapatan nasional. Ditambah dengan kontribusi ekspor barang dan jasa sebesar 17,17 persen disertai dengan impor sebesar 16,2 persen,” papar Luthfi.
Menyikapi berbagai dinamika tersebut, pihaknya mempunyai tiga strategi untuk lebih memperkuat kinerja di sektor perdagangan. Pertama, katanya, menjaga pasokan dan stabilitas harga untuk kebutuhan pokok dan penguatan pasar dalam negeri, terutama memasuki bulan Ramadan dan Idulfitri 2021 dan menjaga stabilitas inflasi perdagangan.
Kedua, meningkatkan ekspor nonmigas dan terus membuka akses pasar nontradisional. Hal akan ini dilakukan dengan cara mempercepat penyelesaian perundingan perdagangan dengan negara mitra baru, dan mengoptimalkan pemanfaatan keringanan tarif bea masuk serta kemudahan dan fasilitas akses pasar yang telah disepakati dalam perjanjian perdagangan dengan negara mitra, baik dalam kerangka kerja sama bilateral maupun regional.
Ketiga, membantu serta memperkuat para UMKM untuk bisa bersaing di pasar ekspor. Upaya ini dapat berbentuk pemberian fasilitas pelatihan ekspor, pelatihan sertifikasi mutu produk, desain, pengemasan produk hingga kesempatan untuk mengikuti promosi ekspor di tingkat internasional. [gi/ah]