Pemerintah kembali melakukan pelonggaran kegiatan aktivitas masyarakat, seiring membaiknya situasi pandemi COVID-19 di tanah air. Presiden Joko Widodo, Rabu (23/3) memutuskan untuk memperbolehkan masyarakat mudik ke kampung halaman untuk merayakan Idul Fitri pada tahun ini.
“Bagi masyarakat yang ingin melakukan mudik lebaran juga dipersilahkan, diperbolehkan, dengan syarat sudah mendapatkan dua kali vaksin, dan satu kali booster serta tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat,” ungkap Jokowi dalam telekonferensi pers di Jakarta.
Selain itu, pemerintah juga memperbolehkan masyarakat untuk menjalankan ibadah salat tarawih secara berjamaah di masjid dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Namun, Jokowi masih tetap melarang pejabat dan pegawai pemerintah untuk melakukan buka puasa bersama dan open house.
Dalam kesempatan ini, Jokowi juga memutuskan untuk menghilangkan kebijakan karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) di seluruh bandara di Indonesia.
“Pelaku perjalanan dari luar negeri (PPLN) yang tiba melalui bandara di seluruh Indonesia tidak perlu lagi harus melewati karantina. Namun pemerintah tetap mewajibkan PPLN untuk melakukan tes usap PCR. Kalau tes PCR-nya negatif silahkan langsung keluar dan bisa beraktivitas. Kalau tes PCR-nya positif akan ditangani oleh Satgas COVID-19,” katanya.
Meskipun situasi pandemi di Indonesia berangsur membaik, Jokowi tetap mengingatkan semua pihak untuk tetap menjalankan protokol kesehatan dengan ketat agar tren perbaikan situasi pandemi COVID-19 di tanah air dapat terus dipertahankan.
Durasi Proteksi Vaksin COVID-19
Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menyambut baik syarat vaksinasi dua dosis dan booster bagi masyarakat yang ingin mudik ke kampung halaman pada hari raya lebaran nanti. Menurutnya, masyarakat yang diperbolehkan mudik seharusnya disyaratkan masyarakat yang masih dalam durasi proteksi vaksin COVID-19, sehingga mitigasi risiko kesakitan, keparahan dan meninggal akibat perebakan COVID-19 menjadi maksimal.
“Memang status imunitas menjadi sangat penting dan kalau vaksin booster jadi syarat bisa mengurangi, tapi tentu dua dosis juga bisa asal dalam durasi protektif, misalnya masih dalam kurun waktu 6-7 bulan dari pasca suntikan kedua, kalau sudah dibooster lebih baik. Ini akan mengurangi sekali risiko. Saya kira ini baik,” ungkap Dicky kepada VOA.
Namun, Dicky kembali mengingatkan pelonggaran kebijakan tersebut harus dibarengi dengan penguatan deteksi dini seperti testing, tracing dan surveillance, serta penerapan protokol kesehatan 5M di komunitas. Selain itu moda transportasi juga harus meningkatkan pelayanan dengan memperbaiki ventilasi dan sirkulasi udara, sehingga risiko perebakan virus corona lewat udara dapat terus ditekan.
Meskipun situasi pandemi COVID-19 di Indonesia terus membaik, Dicky tetap mengingatkan pemerintah dan seluruh masyarakat agar tetap berhati-hati dan waspada. Pasalnya, pandemi belum berakhir. Potensi adanya varian baru yang bisa menyebabkan lonjakan kasus, dan adanya gelombang baru tetap ada meskipun diperkirakan tidak akan separah pada gelombang-gelombang sebelumnya.
“Tes positivity rate kita masih di atas lima persen dengan juga ditambah kapasitas testing tracing kita menurun. Ini yang membuat kita harus hati-hati, mencermati bahwa memang ada modal imunitas dari hasil survei serologi tapi itu kita tahu ada keterbatasan terhadap imunitas COVID-19 yang tidak suistain bahkan lebih dari setahun, dan ini masih menjadi pertanyaan. Ini artinya kita gak bisa abai dalam menerapkan mitigasi khususnya di deteksi dini, surveillance juga 5M, prokes berbasis setting,” pungkasnya. [gi/em]