Presiden Joko Widodo menegaskan pentingnya mendorong kesetaraan, kolaborasi dan inklusivitas dalam kerja sama global. Menurutnya hanya dengan itulah, semua pihak bisa berkolaborasi dan saling mengerti dengan baik satu sama lainnya. Hal tersebut disampaikan Jokowi saat menghadiri sesi mitra kerja sama KTT G7 dengan membawa pesan dari Global South atau negara-negara global selatan.
Global South sendiri mencakup Afrika, Amerika Latin, dan negara-negara berkembang di Asia.
"Namun yang jadi pertanyaan, apakah equality, inclusiveness, dan understanding sudah jadi spirit bersama yang kita kembangkan? Kita harus berani berkata jujur, banyak hal harus kita perbaiki," ungkap Jokowi, di Jepang, Sabtu (20/5).
Lebih jauh, Jokowi menekankan bahwa pandemi COVID-19 telah mengajarkan dunia mengena pentingnya melibatkan semua negara dalam masalah rantai pasok global. Maka dari itu, dalam kesempatan ini Jokowi serukan penghentian kebijakan monopoli.
“Kebijakan diskriminatif terhadap komoditas negara berkembang juga harus dihentikan. Right to development setiap negara harus dihormati," tegasnya.
Ia menuturkan, sudah bukan eranya lagi negara-negara Global South hanya diberikan ruang sebagai negara pengekspor komoditas bahan mentah semata karena masa kolonialisme sudah lewat.
"Apakah adil negara kaya SDA seperti Indonesia dihalangi menikmati nilai tambah SDA-nya? Dihalangi mengolah SDA-nya di dalam negeri?" kata Jokowi.
Indonesia Buka Kesempatan Kerja Sama
Lebih jauh, mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan bahwa lebih dari 270 juta penduduk Indonesia yang menjadi jangkar perdamaian, demokrasi dan ekonomi di kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik harus sejahtera. Maka dari itu, kembali ia menegaskan bahwa Indonesia sama sekali tidak menutup diri, melainkan membuka kesempatan untuk bisa meningkatkan kerja sama dalam bentuk lain yang lebih setara dan menghasilkan “win-win” bagi semua.
"Saya berharap negara G7 dapat jadi mitra dalam hilirisasi industri ini dan sudah saatnya membentuk semacam OPEC untuk produk lain seperti nikel dan sawit," ucapnya.
Di akhir pidatonya, Jokowi kembali menegaskan ajakan untuk kolaborasi dan menyoroti peran besar G7 dalam hal tersebut. Menurutnya, yang dunia butuhkan saat ini bukanlah polarisasi.
"Saya ingin tegaskan yang dunia butuhkan saat ini bukan polarisasi yang memecah belah, tapi justru kolaborasi yang mempersatukan dan negara G7 punya peran besar dalam menciptakan kolaborasi yang konkret dan setara," tandasnya.
Pertemuan Bilateral
Sebelum menghadiri sesi mitra kerja G7, Presiden Jokowi melakukan pertemuan bilateral dengan sejumlah negara, yakni dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva, dan Perdana Menteri Kepulauan Cook Mark Brown.
Dalam pertemuan bilateralnya dengan PM Kishida, Jokowi membahas sejumlah hal terkait peningkatan kemitraan kedua negara, salah satunya mengenai Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). Indonesia berharap perundingan terkait IJEPA dapat diselesaikan pada September 2023 mendatang.
"Karena ini sudah berjalan lama. Penghapusan tarif produk tuna kaleng, perluasan bidang kerja PMI di sektor pariwisata dan industri, dan implementasi capacity building," katanya.
Selain itu, Jokowi dan PM Kishida juga membahas mengenai perdagangan Indonesia-Jepang. Menurutnya, Indonesia telah memberikan fleksibilitas untuk produk pertanian dari Fukushima.
"Saya minta fleksibilitas Jepang terkait perluasan akses buah tropis Indonesia, termasuk mangga," tuturnya.
Sedangkan terkait investasi, Presiden mengatakan bahwa diperlukan percepatan terkait penyelesaian proyek pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) di Indonesia. Jokowi mengusulkan agar dilakukan penunjukan langsung kontraktor Jepang.
"Terkait pembangunan IKN, saya menyambut baik penandatanganan lima Nota Kesepahaman dengan JICA, JBIC, JCODE, JIBH dan UR," tuturnya.
Terkait Myanmar, Presiden mengatakan bahwa dibutuhkan dukungan Jepang untuk melakukan pengiriman bantuan kemanusiaan melalui AHA Center serta implementasi AOIP melalui partisipasi di ASEAN Indo-Pacific Infrastructure Forum.
IMF: Kondisi Ekonomi RI Stabil
Selain pertemuan bilateral dengan sejumlah negara, Jokowi juga menggelar pertemuan dengan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalia Georgieva.
Dalam pertemuan tersebut, Direktur Pelaksana IMF menilai kondisi ekonomi Indonesia cukup baik dan stabil di tengah situasi perekonomian dunia yang sedang dihadapkan dengan banyak ketidakpastian.
“Di tengah situasi ekonomi dunia yang diwarnai banyak ketidakpastian, ekonomi Indonesia cukup baik dan stabil dengan pertumbuhan ekonomi yang jauh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia,” ungkap Kristalina.
Sementara itu, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa ekonomi Indonesia diperkirakan akan tumbuh 5,1 persen pada 2023, dan 5 persen pada 2024. Melihat hal tersebut, IMF berharap Indonesia dapat ikut serta dalam memberikan bantuan kepada negara berkembang lainnya.
“IMF harapkan bantuan Indonesia kepada negara berkembang lain, terutama di bidang pengentasan kemiskinan,” kata Kristalina.
Kristalina juga menilai bahwa Indonesia memiliki peran penting di tengah situasi dunia yang sedang menghadapi banyak tantangan saat ini. Indonesia dinilai mampu untuk menjalin hubungan dan berkomunikasi dengan semua pihak.
“Indonesia dapat berbicara dengan semua negara, semua pihak, dan di tengah dunia yang hadapi banyak tantangan seperti saat ini, diperlukan lebih banyak lagi peran seperti yang dimainkan oleh Indonesia,” tandasnya.
Di samping itu, Presiden Jokowi juga menyambut baik peluncuran Agenda Kebijakan Global IMF serta pembentukan early warning system yang dinilai penting. [gi/ah]
Forum