Jumlah pembunuhan massal di Amerika Serikat yang terkait dengan ekstremisme selama sepuluh tahun terakhir tiga kali lebih tinggi dibanding total periode sepuluh tahun lainnya sejak 1970-an, demikian menurut laporan Anti-Defamation League atau Liga Anti-Fitnah.
Laporan yang diberikan kepada kantor berita Associated Press menjelang peluncuran publik pada hari Kamis (23/2), menunjukkan bahwa semua pembunuhan oleh ekstremis yang diidentifikasi pada tahun 2022 terkait ekstremisme sayap kanan. Jumlah yang sangat tinggi bahkan terkait dengan supremasi kulit putih.
Jumlah tersebut mencakup penembakan massal rasis di sebuah supermarket di Buffalo, New York, yang menewaskan sepuluh warga kulit hitam pada 14 Mei 2022; dan penembakan massal yang menewaskan lima orang di klub malam LGBT di Colorado Springs, Colorado pada 19 November 2022.
Laporan Pusat Ekstremisme di Liga Anti-Fitnah itu menyatakan “tidaklah berlebihan untuk mengatakan kita hidup di zaman pembunuhan massal ekstremis.”
Ada dua hingga tujuh kasus pembunuhan massal terkait ekstremisme di dalam negeri setiap dekade dari tahun 1970-an hingga 2000-an, tetapi pada tahun 2010-an jumlah itu meroket menjadi 21 kasus.
Tren itu berlanjut dengan lima pembunuhan massal ekstremis pada tahun 2021-2022, sebanyak yang terjadi selama dekade pertama millennium baru.
Jumlah korban juga meningkat dalam kasus pembunuhan massal. Antara tahun 2010-2020, sebanyak 164 orang tewas dalam pembunuhan massal terkait ideologi ekstremis. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding dekade lainnya, kecuali tahun 1990-an ketika terjadi pemboman gedung federal di Oklahoma City yang menewaskan 168 orang.
Pembunuhan ekstremis adalah tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki ikatan dengan gerakan dan ideologi ekstrem.
Menurut Mark Pitcavage, peneliti senior di Pusat Ekstremisme Liga Anti-Fitnah, terdapat beberapa faktor gabungan yang mendorong angka pembunuhan ekstremis tersebut antara tahun 2010-2020. Kasus penembakan yang terinspirasi oleh kebangkitan kelompok Negara Islam ISIS, kasus pembunuhan yang menarget polisi setelah insiden penembakan warga sipil, dan kasus-kasus lainnya terkait dengan peningkatan promosi kekerasan oleh kelompok supremasi kulit putih.
Pusat Ekstremisme itu melacak pembunuhan yang terkait dengan berbagai bentuk ekstremisme di Amerika Serikat, dan menyusunnya dalam laporan tahunan. Unit tersebut melacak 25 pembunuhan terkait ekstremisme yang terjadi pada tahun lalu, di mana jumlahnya turun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 33 kasus.
Sembilan puluh tiga persen pembunuhan pada tahun 2022 dilakukan dengan senjata api.
Laporan itu mencatat bahwa tidak ada polisi yang dibunuh oleh ekstemis pada tahun lalu, atau berarti yang pertama kali sejak 2011.
Laporan itu juga menyatakan dengan memudarnya kelompok ISIS, ancaman utama dalam waktu dekat ini kemungkinan besar berasal dari penembak supremasi kulit putih.
Wakil Presiden Pusat Ekstremisme Oren Segal mengatakan peningkatan jumlah upaya pembunuhan massal merupakan salah satu tren yang paling mengkhawatirkan dalam beberapa tahun terakhir. “Kita tidak bisa berdiam diri dan menerima hal ini sebagai norma baru,” tegasnya. [em/rs]
Forum