Komisi Nasional Perlindungan Anak menyebut jumlah perokok pemula anak-anak naik 45 persen. Menurut anggota Komnas Perlindungan Anak, Heri Heriansyah, di Jakarta, belum disahkannya RUU Pengendalian Dampak Tembakau oleh DPR menjadi salah satu penyebab utama melonjaknya jumlah perokok pemula ini.
Indonesia, menurut Heri, merupakan negara di Asia Tenggara yang harga rokoknya paling murah yaitu 10.000 rupiah per bungkus, sedangkan di Singapura harga rokok telah mencapai 80.000 per bungkus.
Indonesia merupakan negara yang menerapkan cukai rokok terendah nomer 2 di dunia setelah Kamboja, menyebabkan harga rokok amat terjangkau, termasuk bagi anak-anak. Selain itu, iklan rokok yang tidak diatur secara tegas, menurut Heri, juga menjadi penyebab meningkatnya jumlah perokok pemula.
"Strategi industri rokok adalah menggiring anak-anak untuk merokok, macho, keren, gaul. Bagi anak-anak yang dalam kondisi psikologis yang sedang mencari jati diri, ini lalu menjadi panutan," tutur Heri.
Data dari Komnas Perlindungan Anak ini menyebutkan di Indonesia terdapat 1.172 orang meninggal setiap harinya akibat merokok. Selain itu, menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia memiliki jumlah perokok ketiga terbanyak di Asia, dengan sekitar 150 juta penduduknya adalah perokok.
Selain mengesahkan RUU Pengendalian Dampak Tembakau, Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Laksmiati A. Hanafiah, meminta Indonesia segera meratifikasi konvensi pengendalian tembako yang sudah dilakukan oleh 108 negara. Hal ini untuk mencegah semakin meningkatkan jumlah perokok pemula di masa yang akan datang.
"Bagaimana bisa suatu produk yang begitu membahayakan boleh untuk dipromosikan, dipakai dan diproduksi dengan begitu bebas, tanpa adanya pengendalian dan tanpa adanya peraturan?," tukas Laksmiati.
Terus meningkatnya perokok anak menyebabkan Nadia, ibu dari dua orang anak yang telah beranjak remaja khawatir. "Pasti semua ibu mengkhawatirkan anak-anaknya yang masih di bawah umur, tapi sudah mulai terkena dampak racun-racun yang membahayakan dari rokok," kata Nadia.
"Anak-anak sekolah juga butuh lingkungan yang sehat," tambah Kaila, seorang pelajar kelas III SMA Al-Hikmah, Jakarta.