Junta yang berkuasa di Myanmar pada Rabu (12/4) mengaku melakukan serangan udara maut yang dilancarkannya terhadap sebuah desa di mana pasukan oposisi sedang mengadakan upacara.
Juru bicara junta Zaw Min Tun mengatakan, serangan di kawasan Sagaing di Myanmar barat laut sehari sebelumnya dilakukan sewaktu Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) sedang melangsungkan upacara. Pasukan ini adalah sayap militer Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), pemerintah bayangan yang terdiri dari para anggota pemerintah sipil yang disingkirkan oleh militer pada 1 Februari 2021.
Berbagai media berita mengatakan sedikitnya 50 orang tewas dalam serangan udara itu. Zaw Min Tun mengatakan sebagian dari korban tewas adalah anggota PDF. Tun mengakui bahwa sejumlah warga sipil kemungkinan juga tewas.
Berbagai sumber yang terkait dengan NUG dan PDF mengatakan hingga 100 orang kemungkinan tewas dalam serangan pada Selasa itu.
Sekjen PBB Antonio Guterres mengutuk serangan itu dalam pernyataan yang dirilis oleh juru bicaranya, dan mengulangi seruannya “bagi militer agar mengakhiri kampanye kekerasan terhadap populasi Myanmar di seluruh penjuru negara itu.”
Serangan itu menyerupai serangan serupa Oktober lalu di negara bagian Kachin di utara, sewaktu sedikitnya 50 orang tewas dalam konser yang diadakan Tentara Kemerdekaan Kachin.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Vedant Patel mengeluarkan pernyataan yang menyebut serangan hari Selasa dan laporan mengenai serangan udara 10 April yang menewaskan sedikitnya sembilan orang di negara bagian Chin, Myanmar Barat, “semakin menggarisbawahi pengabaian rezim terhadap nyawa manusia serta tanggung jawabnya atas krisis kemanusiaan dan politik yang mengerikan di Birma” setelah kudeta.
Birma adalah nama lain bagi Myanmar.
“AS menyerukan kepada rezim Birma untuk menghentikan kekerasan yang mengerikan, memberikan akses kemanusiaan, dan agar menghormati aspirasi demokrasi tulus dan inklusif dari rakyat Birma,” kata Patel.
Militer mengatakan penggulingan pemerintah yang dipilih secara demokratis dilakukan karena kecurangan pemilu yang meluas dalam pemilu November 2020. Pemilu itu dimenangkan dengan telak oleh partainya Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi.
Kudeta itu segera memicu demonstrasi antijunta di seluruh penjuru Myanmar yang menyebabkan kematian lebih dari 3.000 warga sipil dan lebih dari 18 ribu penangkapan oleh militer, menurut sebuah kelompok pemantau independen. Kerusuhan itu juga berubah menjadi konflik maut di kawasan perdesaan antara militer dan beberapa kelompok pemberontak etnis yang selama bertahun-tahun berjuang untuk otonomi yang lebih luas. [uh/ab]
Forum