Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani memperkirakan skema vaksinasi mandiri atau gotong royong COVID-19 akan dimulai pada April 2021.
“Kami menunggu dari pemerintah karena penyedianya ada di Bio Farma," ungkapnya kepada VOA di Jakarta, Jumat (2/4). "Pertengahan atau akhir April," tambahnya.
Lanjutnya, hingga saat ini sudah ada 17.500 perusahaan yang mendaftar ke KADIN Indonesia untuk ikut program vaksinasi COVID-19 mandiri yang akan dilaksanakan dalam dua gelombang. Dari jumlah itu, ujar Shinta, terdapat 8,6 juta peserta yang terdiri dari karyawan sendiri dan ada juga yang menyertakan keluarganya.
Adapun perusahaan yang ikut mendaftar dalam program vaksinasi COVID-19 gotong-royong ini cukup beragam, yakni manufaktur, properti, transportasi dan lain-lain.
“Hampir semua ada, sampai UMKM ada. UMKM mungkin sekitar 20-30 persen,” kata Shinta.
Shinta mengatakan KADIN Indonesia belum tahu berapa harga yang akan dipatok oleh pemerintah untuk vaksin yang akan digunakan vaksinasi gotong-royong karena pemerintah masih bernegosiasi dengan produsen vaksin, yaitu Sinopharm dan Moderna.
Setelah mendapat harga pasti dari pemerintah, paparnya, KADIN akan menawarkan kepada perusahaan-perusahaan yang sudah mendaftar.
KADIN Indonesia, katanya, menjamin bahwa vaksinasi diberikan gratis kepada karyawan dan pengusaha tidak akan memotong gaji karyawan untuk biaya vaksinasi COVID-19.
Ditambahkannya, pihak swasta sudah siap untuk melakukan program vaksinasi gotong-royong tersebut dengan melibatkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan swasta yang ada di seluruh Indonesia. Karena itu, ia yakin bahwa vaksinasi gotong-royong ini tidak akan mengganggu program vaksinasi COVID-19 oleh pemerintah
“Jadi kalau kita lihat memang kan ini terpisah. Jenis vaksinnya beda, jadi mestinya sama sekali tidak mengganggu. Fasilitas kesehatannya juga beda. Kita pakai faskes swasta. Jadi, mestinya sama sekali tidak mengganggu,” paparnya.
Shinta menambah vaksinasi gotong-royong justru bisa membantu mempercepat program vaksinasi dan meringankan beban pemerintah karena pelaku usaha membiayai sendiri program itu.
Ia juga yakin setelah vaksinasi massal COVID-19 oleh pemerintah dan vaksinasi mandiri yang dilakukan oleh perusahaan selesai, roda perekonomian bisa kembali normal.
“Jadi antusiasme sangat besar dari pelaku usaha, karena kita melihat untuk memulihkan ekonomi persyaratannya harus pandeminya bisa dikontrol dan itu tidak cukup dengan protokol kesehatan saja. Harus ada program vaksinasi,” tuturnya.
Jenis Vaksin Gotong Royong
Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir mengatakam program vaksinasi gotong-royong akan menggunakan vaksin buatan Sinopharm dari China dan Moderna dari Amerika Serikat.
“Rencana kita akan memasukkan sekitar 15 juta dosis dari Sinopharm ini sampai dengan Q-2 2021 (kuartal kedua). Sekarang kita lagi negosiasi finalisasi dengan Sinopharm, dan juga lagi proses untuk mendapatkan EUA dari Badan POM,” Honesti menjelaskan dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VI DPR dengan PT Biofarma, PT Kimia Farma dan PT Indofarma yang disiarkan di kanal Youtube Komisi VI DPR RI, Senin (29/3).
Vaksin Moderna rencananya akan tersedia sebanyak 5,2 juta dosis dan diperkirakan masuk ke Tanah Air pada kuartal ketiga 2021.
Honesti mengatakan setidaknya ada 806 fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang siap mendukung program vaksinasi dengan skema mandiri ini. Jumlah itu terdiri dari 65 fasyankes yang dimiliki oleh jaringan Bio Farma, 504 yang dimiliki oleh Kimia Farma dan 237 milik swasta lainnya.
Dia memperkirakan program itu bisa melaksanakan 3-4 juta vaksinasi per bulan dengan asumsi satu vaksinator melakukan 75-100 vaksinasi per hari.
“Kalau semuanya ini bisa kita optimalkan, ini juga sangat membantu dari potensi kecepatan vaksinasi,” ujarnya.
Dia menambahkan semua data vaksinasi COVID-19, baik dari program pemerintah maupun program vaksinasi gotong-royong, akan terintegrasi dalam satu data, yang akan dikembangkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerja sama dengan perusahaan BUMN lainnya, seperti Telkomsel.
Dengan demikian, ujarnya, seluruh proses vaksinasi, mulai dari vaksin, distribusi dan pelaksanaan, bisa lebih transparan. Hal ini membantu untuk memonitor efektivitas masing-masing program untuk mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity. [gi/ft]