Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk, Vidjongtius mengatakan pihaknya akan menjual obat antivirus atau remdesivir seharga Rp3.000.000 per dosis. Obat dengan merk dagang Covifor ini dibuat oleh perusahaan farmasi India bernama Hetero, dan akan diimpor ke Indonesia melalui anak perusahaan Hetero yakni PT Amarox Global Pharma untuk pengobatan pasien Covid-19.
"Mulai hari ini barang sudah siap dan dipasarkan ke seluruh provinsi di Indonesia melalui jaringan pemasangan dan distribusi dari Kalbe. Mengenai harga saat ini sekitar Rp3.000.000," ungkapnya dalam telekonferensi pers, di Jakarta, Kamis (1/10).
Ia memastikan, bahwa Covifor tidak akan dijual secara bebas dan hanya dipasarkan kepada pihak rumah sakit. Hal ini berdasarkan keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang menyetujui remdesivir sebagai obat.
"Karena ini (obat remdesivir) approval dari Badan POM sebagai otorisasi penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA), jadi semua penangannya atau distribusi obat Covifor ini akan langsung ke rumah sakit," jelas Vidjongtius.
Dalam kesempatan yang sama, Country Manager PT Amarox Pharma Global Sandeep Sur mengungkapkan jumlah remdesivir yang diimpor kepada PT Kalbe Farma Tbk tidak terbatas. Berapa pun Indonesia membutuhkan, katanya, pasti akan dipenuhi.
"Kami menyiapkan volume sesuai kebutuhan Indonesia. Tapi, sekarang sudah siap untuk pasok minimal 200.000 sampai 300.000 ke Indonesia dan ini masih bisa kita scale up lagi," katanya.
Terkait harga, ungkap Sandeep, awalnya memang Rp3.000.000 per vial atau per dosis. Namun, harga tersebut bisa ditinjau kembali, apabila pemesanan obat tersebut semakin banyak. Pasokan Covifor untuk Indonesia sendiri sudah aman hingga akhir tahun.
Covifor, katanya, juga sudah diberikan kepada pasien-pasien Covid-19 di India, dan berfungsi dengan baik. Di India pun obat tersebut sudah terjual sebanyak satu juta dosis.
“Covifor sudah digunakan untuk pasien Covid-19 di India, dan bekerja dengan baik untuk keadaan darurat, dan saya berharap ini juga dapat bekerja dengan baik di Indonesia,” papar Sandeep.
Remdesivir Hanya Untuk Pasien Berat Covid-19
Sementara itu, Tim Pakar Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Dr Erlina Burhan menyambut baik masuknya Covifor di Indonesia dalam upaya pengobatan pasien Covid-19. Obat jenis antivirus atau remdesivir ini, katanya, pernah dipakai untuk menangani wabah ebola di masa lalu dan memiliki hasil yang cukup baik. Di berbagai negara pun remdesivir tersebut telah diujicobakan untuk pasien Covid-19.
Untuk di Indonesia sendiri, kata Erlina, Covifor, saat ini sedang diujicobakan kepada 25 pasien Covid-19 dengan kategori berat di Rumah Sakit Umum Persahatan.
“Jadi untuk 25 pasien yang akan kita lakukan penelitian kriterianya adalah pasien-pasien Covid-19 yang berusia di atas 18 tahun, kemudian sudah positif terkonfimasi Covid-19, dan pasien dengan kondisi yang berat, yang artinya saturasi oksigennya di bawah 94 persen, kemudian pasien-pasien yang mendapat atau yang sedang menjalani ventilator mekanik,” ujar Erlina.
Namun, pasien yang memiliki riwayat kesehatan seperti gangguan hati, ginjal atau alergi, tidak akan diberikan Covifor terlebih dahulu, karena dikhawatirkan akan menimbulkan efek samping yang tidak baik.
Remdesivir bekerja dengan cara menghambat replikasi virus. Obat ini diberikan dengan cara disuntikkan melalui infus sebanyak 200 miligram pada hari pertama, dan selanjutnya 100 miligram pada hari-hari berikutnya selama sepuluh hari pengobatan.
"Jadi mudah-mudahan kalau masuk remdesivir, replikasi virus ini akan dihambat sehingga tidak terjadi keparahan yang lebih lanjut dan kemudian kita akan bisa mengendalikannya" imbuh Erlina. [gi/ab]