Para pemilih di Kaledonia Baru, suatu wilayah Perancis di Pasifik Selatan, hari Minggu (4/11) memberikan suara mereka dalam referendum untuk menentukan apakah mereka ingin menjadi negara berdaulat terpisah atau tidak.
Untuk itu para pemilih hanya menjawab satu pertanyaan: “apakah Anda menghendaki Kaledonia Baru memiliki kedaulatan penuh dan menjadi independen?”
Hasilnya masih belum diketahui tetapi sejumlah indikasi menunjukkan warga di wilayah ini memilih untuk tetap menjadi bagian dari Perancis, yang mengklaim wilayah itu pada pertengahan abad ke-19.
Kaledonia Baru memiliki lebih dari 174.000 pemilih terdaftar dari penduduk yang berjumlah 270.000 orang.
Perekonomian wilayah ini didukung oleh subsidi Perancis yang mencapai 1,5 miliar dolar setiap tahun dan banyak warga khawatir jika tanpa bantuan Perancis maka ekonomi Kaledonia Baru akan hancur.
Meskipun wilayah itu sudah memiliki otonomi yang besar, untuk beberapa hal – terutama pertahanan dan pendidikan – Kaledonia Baru masih sangat bergantung pada Perancis.
Referendum hari Minggu merupakan bagian dari proses yang dimulai pada tahun 1988 untuk mengakhiri aksi kekerasan di antara pendukung dan penentang kemerdekaan dari Perancis. Sepuluh tahun kemudian, tercapai kesepakatan untuk melangsungkan referendum guna melihat suara warga pada tahun 2018. Kesepakatan itu memungkinkan dilangsungkannya dua referendum lain hingga tahun 2022.
Presiden Perancis Emmanuel Macron melawat ke Kaledonia Baru Mei lalu dan berbicara tentang “pahitnya masa kolonialisasi.”
Di bawah kekuasaan kolonial, hak warga pribumi “Kanak” dibatasi dan dikecualikan dari sebagian besar urusan ekonomi pulau itu.
Sebagian analis politik mengatakan kelompok “Kanak” cenderung mendukung kemerdekaan, sementara warga keturunan pemukim Eropa cenderung mempertahankan hubungan dengan Perancis. [em]