Sepanjang kampanye tahun 2016 perhatian berpusat pada komentar-komentar yang dibuat Trump mengenai perempuan, seks, ras dan pemilu yang dicurangi. Salah satu organisasi yang mengamati secara seksama wacana politik adalah Southern Poverty Law Center, yang selama 45 tahun berjuang melawan kebencian dan diskriminasi di Amerika.
Di Amerika dua topik yang umum memicu perdebatan sengit/argumen atau bahkan adu-jotos adalah politik dan agama. Sepanjang masa kampanye khususnya belakangan ini, perhatian berpusat pada komentar-komentar yang dibuat oleh Donald Trump. Para pengecam menyebutnya rasis dan penuh syak wasangka dan kebencian. Ia dan pendukungnya menolak tuduhan-tuduhan itu dan menuduh media memutar balikkan apa yang dikatakannya.
Mark Potok dari Southern Poverty Law Center's Intelligence Project, menyebut iklim politik saat ini sebagai “mencengangkan” dan mengatakan Trump sebagai penyebabnya.
"Donald Trump membuat situasi di mana pendukung supremasi kulit putih dan kelompok kelompok sekutunya benar-benar gembira. Mereka merasa punya calon yang membawa mereka sekurangnya pada tahun 1968 ketika George Wallace seorang pendukung pemisahan ras mencalonkan diri sebagai presiden Amerika," kata Potok.
Wallace menjabat selama empat periode sebagai gubernur Alabama. Ia mencalonkan diri sebagai calon presiden Partai Independen Amerika dan kalah.
Potok mengatakan kelompok ekstrem yang mendukung Wallace juga mendukung Trump.
"Donald Trump pada dasarnya telah membuka penutup kotak Pandora yang memungkinkan ruang politik, membantu menciptakan ruang politik, di mana hal-hal ini, ide bahwa Amerika adalah negara orang kulit putih dan seterusnya dikumandangkan. Mereka telah memasuki bidang politik," tambahnya.
Potok mengatakan ada calon anggota Kongres di negara bagian Tennessee yang menggunakan slogan Donald Trump "Membuat Amerika Jaya Kembali" dan mengubahnya menjadi "Membuat Amerika (Kulit) Putih Kembali".
Potok mengatakan ini adalah saat yang “mengkhawatirkan” di Amerika dan ia khawatir kekerasan terkait politik “sangat mungkin terjadi” setelah pemilu presiden.
Trump menuduh media sering mengartikan lain pernyataan-pernyataannya termasuk liputan mereka mengenai tuduhan-tuduhan bahwa ia meraba-raba perempuan.
"Pemilu dicurangi oleh media yang korup yang mendorong tuduhan-tuduhan palsu dan kebohongan nyata dalam upaya memilih Hillary Clinton sebagai presiden. Tapi kita akan menghentikannya. Kita tidak akan mundur," tegas Trump.
Selama debat wakil presiden, calon wapres Partai Republik Mike Pence membela Trump dari tuduhan-tuduhan bahwa Trump menyebut orang Meksiko pemerkosa dan menghina perempuan dan mengatakan Presiden Obama bukan warga Amerika.
"Ia bahkan jauh dibandingkan penghinaan yang disampaikan Hillary Clinton ketika Clinton mengatakan separuh dari pendukung kami adalah kumpulan orang yang menyedihkan dan mengatakan mereka tidak bisa diperbaiki," bela Pence, Cawapres Trump.
Pence menyangkal bahwa calonnya rasis. Sementara dalam wawancara baru-baru ini pada jaringan CNN, Melania Trump membela suaminya dengan mengatakan ia baik, baik budi dan seseorang yang mendukung perempuan.
Banyak pengamat setuju tidak satupun calon selalu mengatakan yang sebenarnya, tapi Clinton belum pernah dituduh memberi komentar-komentar yang rasis atau seksual. [my/al]