Pemenang pemilu Thailand yang gagal menjadi perdana menteri, Pita Limjaroenrat, Rabu (20/12), mengatakan ia yakin akan "meraih keadilan" setelah memberikan bukti dalam kasus pengadilan yang bisa membuatnya dilarang berpolitik.
Mahkamah Konstitusi sedang mempertimbangkan apakah mantan pemimpin Partai Bergerak Maju (MFP) itu melanggar aturan yang melarang anggota parlemen memiliki saham di perusahaan media.
Pria berusia 43 tahun itu bersikeras bahwa ia akan mencalonkan diri lagi, namun jika pengadilan memutuskan menolaknya, ia bisa didiskualifikasi dari parlemen.
Pengadilan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka akan memberikan keputusan mengenai kasus ini pada 24 Januari.
MFP memenangkan kursi terbanyak dalam pemilihan umum Thailand bulan Mei namun Pita dihalangi menjadi perdana menteri oleh kekuatan-kekuatan konservatif yang menentang agenda reformasinya.
“Saya puas dengan prosedurnya. Saya sudah bersaksi sesuai rencana,” katanya kepada wartawan usai memberikan bukti di pengadilan yang tertutup bagi media.
“Saya yakin bahwa saya akan menerima keadilan dan saya berharap dapat mengabdi pada masyarakat.”
Saat tiba di pengadilan pagi harinya, Pita mengaku tidak khawatir dengan kasus tersebut “Saya sudah lama menunggu hari ini agar saya bisa berkomunikasi dengan orang-orang lain bahwa saya yakin akan kebenarannya,” ujarnya.
Kasusnya berkisar pada saham di stasiun televisi ITV yang sudah lama tidak beroperasi, yang menurut Pita diwarisi dari ayahnya ketika ayahnya meninggal.
Sekitar 15 hingga 20 pendukung MFP berkumpul di luar pengadilan untuk mendukung Pita, termasuk beberapa yang mengenakan pakaian oranye cerah – warna partai tersebut.
MFP mendapat dukungan dari kaum muda dan masyarakat perkotaan Thailand yang bosan dengan pemerintahan militer yang sudah bertahan selama hampir satu dekade. MFP meraih kemenangan mengejutkan dalam pemilu bulan Mei, mengalahkan partai Pheu Thai yang dipimpin oleh tokoh politik veteran Thaksin Shinawatra.
Namun janji MFP untuk mereformasi undang-undang yang melarang menghina kerajaan di Thailand, serta rencana untuk memecah monopoli bisnis dan mengambil alih pengaruh militer dalam politik, membuat takut elite kerajaan yang berpengaruh.
Pita dihalangi oleh para senator yang ditunjuk oleh junta terakhir, untuk menjadi perdana menteri, dan Pheu Thai membentuk koalisi yang mencakup partai-partai promiliter tetapi menutup MFP dari pemerintahan.
Pita mengundurkan diri sebagai pemimpin partai itu pada bulan September. [ab/uh]
Forum