Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua menjadi sasaran aksi teror pada Senin (9/5) pagi. Aksi tersebut diduga terkait dengan salah satu kasus yang lembaga tersebut tengah tangani.
Satu unit sepeda motor terbakar serta bagian belakang mobil yang terparkir berdampingan ikut hangus dalam aksi teror tersebut. Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, meyakini ada pihak yang memang sengaja melakukan tindakan itu.
“Kalau dari bukti-bukti yang kami temukan, seperti adanya sumbu, yang disumbu itu ada bau minyak tanah campur bensin, ditambah lagi dengan ada bukti plastik yang diisi bensin, kemudian ditambah lagi dengan rumput yang terlihat gosong setelah terkena bensin, dugaan kami itu dilakukan oleh orang yang punya niat buruk dengan kami,” papar Gobay kepada VOA, Senin pagi.
Kesaksian Terkait Terduga Pelaku
Sejauh ini, fakta yang dikumpulkan LBH Papua seputar peristiwa tersebut menyebutkan bahwa pembakaran itu terjadi sekitar pukul 04.00 WIT. Staf LBH Papua yang tinggal di asrama kantor mengetahui adanya kebakaran, setelah mendengar suara ledakan dari area garasi. Staf tersebut kemudian keluar dan mendapati kobaran api yang membakar sepeda motor tersebut.
Staf beserta masyarakat yang tinggal di sekitar kantor lembaga yang terletak di Jalan Gerilyawan, Kamkey, Jayapura, segera melakukan pemadaman.
“Staf LBH Papua bersama warga sekitar bekerja sama mengambil air dan segera mematikan api yang menyala di motor, selanjutnya menarik motor yang terbakar keluar dari dalam garasi mobil kantor LBH Papua, sehingga kebakarannya tidak menjalar kemana-mana,” tambah Gobay.
Pemilik sepeda motor tersebut menerangkan, bahwa dirinya memarkir kendaraan sekitar tengah malam, atau empat jam sebelum kejadian. Dalam pemeriksaan awal, tangki sepeda motor tidak meledak dalam pembakaran ini.
Staf LBH Papua juga memperoleh keterangan dari dua warga yang melintas di depan kantor itu sesaat sebelum peristiwa. Warga itu menyatakan, melihat satu orang menggunakan sweater hitam, topi dan masker lari keluar dari lingkungan kantor LBH Papua, kemudian pergi menggunakan sepeda motor.
“Kami tidak punya masalah lain. Masalah yang kami hadapi itu dari kasus yang kami dampingi. Jadi, tentunya itu ada kaitan dengan kasus-kasus yang kami dampingi. Mungkin, orang yang kami duga melakukan ini, adalah orang yang kemungkinan kepentingannya terganggu atas advokasi yang kami lakukan,” tambah Gobay.
Pada Senin siang, Gobay berada di Polda Papua untuk melaporkan kejadian teror tersebut.
Teror serupa juga pernah terjadi di kantor LBH di kota lain di Indonesia. LBH Medan, misalnya, menjadi sasaran lemparan bom molotov pada Oktober 2019. Sementara kantor LBH Yogyakarta, menjadi sasaran bom molotov pada September 2021 lalu.
Biasa Terjadi di Papua
Yohanis Mambrasar dari Perkumpulan Pengacara HAM (PAHAM) Papua mengatakan bahwa dari kronologi yang dijelaskan LBH Papua, ia meyakini kejadian ini merupakan teror terhadap staf LBH Papua.
“Ini tindakan yang dilakukan oleh orang atau kelompok yang merasa terganggu atas kerja-kerja LBH Papua dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan di Papua,” kata Yohanis.
PAHAM Papua mencatat, setidaknya dalam 4 tahun terakhir, LBH Papua sangat masif dalam mengadvokasi sejumlah kasus. Kasus-kasus yang ditangani di antara lain adalah kriminalisasi aktivis politik Papua, kebebasan berekspresi, dan juga pendampingan masyarakat adat dalam kasus pencurian kayu atau perampasan tanah adat.
“Termasuk pendampingan terhadap buruh sawit dan juga buruh PT Freeport, dan tidak boleh dilupakan, pendampingan hukum terhadap kasus-kasus makar di Papua,” tambahnya.
Aktivis pembela Hak Asasi Manusia (HAM) Theo Hesegem juga menilai, apa yang terjadi di LBH Papua sebagai tindakan teror.
“Kita tidak bisa memastikan siapa pelakunya, tetapi kita ketahui aksi teror itu sedang terjadi. Sebenarnya kalau pembela HAM mengalami aksi teror, itu bukan berarti bahwa orang-orang yang bekerja demi kemanusiaan, berakhir sampai disitu. Tidak mungkin,” ujarnya.
Menariknya, Theo sendiri baru saja menjadi korban tindakan yang ia sebut sebagai teror terhadap aktivis yang kritis. Pada 7 Mei lalu, Theo, Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, kehilangan sepeda motor yang menjadi kendaraan operasionalnya, dalam menginvestigasi kasus-kasus pelanggaran HAM di kawasan Wamena, Nduga, dan wilayah pegunungan di sekitarnya.
Theo sendiri pernah mengalami banyak teror sepanjang aktivitasnya melakukan pembelaan HAM di Papua. Misalnya, ketika dia aktif menginvestigasi kasus kekerasan bersenjata di Nduga. Namun ia berjanji, kejadian apapun tidak akan menghalangi upayanya melakukan kerja kemanusiaan.
“Dan itu memang harus dihadapi oleh pembela HAM. Tidak boleh lupa, bahwa itu bagi saya itu hal yang biasa, dan itu harus dialami oleh pembela HAM,” ujarnya lagi.
Apalagi, tambah Theo, di Papua tindakan teror adalah kejadian sehari-hari.
“Itu hal biasa yang harus dihadapi pembela HAM dalam kondisi wilayah yang buruk ini. Tetapi kita juga menginginkan itu tidak kembali terjadi, dan tugas aparat kepolisian untuk menindaklanjuti teror ini. Kita tidak mau pembela HAM di Papua diperlakukan seperti itu,” tegas Theo. [ns/rs]