Wajah pelatih karate asal Suriah, Waseem Sattout tampak berseri-seri dan bangga ketika membicarakan tentang “senyuman di wajah anak-anak penyandang disabiltas ketika mereka berlatih karate.”
Sattout mengatakan, "Anak-anak itu mulai memperlihatkan potensi mereka dan saya merasa tercengang."
Sattout dan ibunya, Nour al-Huda Haffar, mengungsi dari kota Allepo pada tahun 2016 dan pindah ke pedesaan di bagian barat Allepo. Setelah menetap, mereka mendirikan Golden Bridge School, yang memiliki pusat olahraga, yang memberi pelatihan karate kepada anak-anak.
Sattout memiliki impian untuk meraih gelar juara dunia karate. Namun, guru olah raga ini mengatakan, impiannya tercapai dengan melatih anak-anak tersebut di pusat pelatihan.
"Impian saya menjadi juara dunia karate berubah menjadi ingin melihat senyuman di wajah anak-anak disabilitas pada saat mereka melakukan karate. Saya merasa saya sudah memenangkan gelar juara dunia itu melalui hati mungil mereka, yang harus kita sentuh dan jangkau," kata Sattout.
Sattout, karateka pemegang sabuk hitam ini, mulai menggabungkan kelas pelatihan karate bagi anak-anak penyandang disabilitas dan yang tidak. Ia mengatakan, berlatih bersama anak-anak penyandang disabilitas merupakan proses belajar baginya.
"Saya belajar banyak dari mereka. Salah satunya adalah anak-anak itu memiliki kemampuan dan kita harus mengembangkan kemampuan itu. Keliru kalau kita mengabaikan mereka," jelasnya.
Sejumlah keluarga memberitahukan kepada Sattout mengenai perkembangan perilaku anak-anak mereka.
Sattout menambahkan, "Kami ingin membantu mereka mengeluarkan energi negatif yang mereka miliki dan mengubahnya menjadi energi positif melalui karate. Anak ini akan memecahkan perabotan gelas, memukul seseorang atau kadang-kadang memukuli diri mereka sendiri, merobek barang-barang. Anak-anak ini memiliki energi dan mereka ingin mengeluarkan energi tersebut. Jadi saya berupaya untuk mengeluarkan energi mereka melalui karate. Ada anak-anak yang kata keluarga mereka menjadi lebih tenang di rumah."
Golden Bridge School saat ini memiliki 35 siswa penyandang disabilitas.
Nour al-Huda Haffar, yang ikut mendirikan sekolah itu mengatakan, "Para orangtua menerima konsep itu. Kini kami memiliki 35 anak dengan berbagai disabilitas: down syndrome, autis, spinal muscular atrophy, quadriplegia. Dan kami akan terus melanjutkan pekerjaan ini, Insyaallah." [lj/uh]