China melaporkan kasus kematian pertama akibat COVID-19 sejak Mei lalu, sebagian karena melonjaknya kasus virus corona di provinsi di bagian utara, Hebei dan Heilongjiang. Komisi Kesehatan Nasional China melaporkan 138 kasus baru hari Kamis, naik dari 115 kasus baru yang dicatat sehari sebelumnya. Dari jumlah tersebut, 81 kasus baru ditemukan di provinsi Hebei, 43 di Heilongjiang, dan 14 lainnya adalah orang yang datang dari luar negeri.
Lonjakan kasus baru itu mendorong para pejabat di provinsi Hebei untuk memberlakukan lockdown di beberapa kota, sementara pihak berwenang di Heilongjiang menetapkan “keadaan darurat” bagi seluruh provinsi itu dan 37 juta warganya.
Lonjakan ini terjadi sementara satu tim pakar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tiba di Wuhan, kota di China Tengah, hari Kamis (14/1), untuk menyelidiki asal usul pandemi virus corona.
Virus ini pertama kali dideteksi di Wuhan pada akhir 2019, dan akhirnya menyebar ke hampir seluruh pelosok dunia, menyebabkan kematian lebih dari 1,9 juta orang dari 92,3 juta lebih yang terinfeksi, sebut Johns Hopkins University Coronavirus Resource Center.
Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus secara terbuka menyatakan “kecewa” dengan China pekan lalu, setelah Beijing tidak memberikan persetujuan akhir bagi delegasi itu untuk memasuki negara tersebut, meskipun rencananya telah diatur bersama antara kedua pihak. Beijing menyatakan penundaan itu sebagai “kesalahpahaman.”
Vaksin Johnson&Johnson
Dunia tampaknya akan memiliki satu lagi vaksin COVID-19 yang efektif. Suatu penelitian yang hasilnya diterbitkan hari Rabu di New England Journal of Medicine mendapati bahwa vaksin eksperimental yang dikembangkan Johnson & Johnson membangkitkan respons kekebalan yang kuat pada partisipan tua dan muda dalam uji coba tahap awal.
Tidak seperti vaksin yang dikembangkan Pfizer-BioNTech dan Moderna, vaksin Johnson & Johnson hanya memerlukan satu dosis, membuatnya lebih mudah dalam hal pengiriman maupun penyimpanannya di lemari pendingin untuk waktu yang lama.
Vaksin ini sedang menjalani uji coba tahap akhir yang melibatkan 45 ribu sukarelawan. Johnson & Johnson diperkirakan akan meminta otorisasi bagi penggunaan darurat dari Badan Pengawas Makanan dan Obat AS sekitar bulan depan.
Perusahaan tersebut telah menandatangani kontrak bernilai 1 miliar dolar dengan pemerintah AS untuk menyediakan hingga 100 juta dosis vaksin, begitu permohonan itu disetujui. [uh/ab]