Pemerintah memutuskan untuk memperkuat implementasi kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro ketimbang melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna menekan laju penularan virus corona yang saat ini sudah sangat tinggi. Seorang pakar epidemiologi mengingatkan PPKM Mikro tidak mampu meredam penularan virus.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan memperkuat implementasi kebijakan PPKM Mikro di lapangan. Menurutnya, berdasarkan pengalaman, kebijakan tersebut masih diyakini dapat menekan kasus aktif COVID-19.
“Bahwa yang kita lakukan adalah penguatan PPKM Mikro, yang mengatur berbagai kegiatan, di mana kegiatan itu dilakukan dalam zonasi yang sudah ditentukan. Jadi, itu mengatur kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan kedisiplinan masyarakat di sejumlah sektor," ujar Airlangga, dalam telekonferensi pers usai Rapat Terbatas, di Jakarta, Senin (21/6).
"Terkait dengan PPKM Mikro, kita ketahui bahwa di level mikro di RT/RW, Desa tadi disampaikan dan berbasis kepada pengalaman yang sudah dilakukan baik itu di Kudus, maupun di Bangkalan yang berbasis kepada kecamatan-kecamatan dan terbukti di Bangkalan, di Kudus, di Kepulauan Riau maupun di Riau itu berhasil menurunkan tingkat kasus aktif,” imbuhnya.
Dijelaskannya, penguatan kebijakan PPKM Mikro ini antara lain adalah aturan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) di lingkungan Kementerian/Lembaga, BUMN, BUMD dan swasta yang berada di zona merah sebanyak 75 persen, sedangkan di zona non merah aturan WFH tersebut berlaku sebanyak 50 persen dengan menerapkan protokol kesehatan lebih ketat. Selain itu, kegiatan belajar mengajar bagi anak sekolah tetap dilakukan secara daring.
Selain itu, kegiatan di sektor essentials, seperti industri pelayanan dasar, utilitas publik, proyek vital nasional, dan tempat pelayanan kebutuhan pokok masyarakat seperti supermarket dan apotik tetap beroperasi 100 persen dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat.
Jam operasional pusat perbelanjaan seperti mall, pasar ataupun pusat perdagangan lainnya yang berada dalam zona merah dibatasi sampai pukul 20.00 WIB, dan kapasitas pengunjung pun maksimal hanya sampai 25 persen.
“Kegiatan di restoran, warung, rumah makan, café, pedagang kaki lima, baik yang berdiri sendiri maupun di pasar, ataupun di pusat perbelanjaan atau mall ini untuk kegiatan dine in atau makan di tempat paling banyak 25 persen dari kapasitas, dan sisanya di take away. Dan layanan pesan antar atau bawa pulang juga sesuai dengan jam operasional restoran dibatasi sampai dengan pukul 20.00 WIB, kemudian prokes diterapkan secara ketat,” jelasnya.
Berbagai fasilitas publik lainnya, seperti tempat ibadah, taman umum dan tempat wisata dalam zona merah akan ditutup untuk sementara waktu sampai dinyatakan aman. Namun untuk zona lainnya, kata Airlangga tetap diizinkan dibuka paling banyak 25 persen dari kapasitas tempat-tempat tersebut.
“Transportasi umum dilakukan pengaturan kapasitas dan jam operasional oleh Pemda dengan penerapan prokes yang lebih ketat,” tuturnya.
Pemerintah Fokus Penguatan di Sisi Hulu
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, pemerintah sudah mengantisipasi lonjakan kasus COVID-19 dengan melakukan penguatan di sisi hilir, yakni memperbanyak jumlah tempat tidur, obat-obatan, peralatan serta tenaga kesehatan secara lebih dini.
Meski begitu, selain penguatan di sisi hilir, pihaknya, ujar Budi, akan juga memperkuat di sisi hulu, yakni salah satunya membatasi mobilitas masyarakat 75 persen hingga 100 persen dengan penerapan kebijakan PPKM Mikro tersebut, agar mencegah orang yang sehat menjadi sakit, sehingga pihaknya bisa fokus menangani orang yang sudah terpapar virus corona.
“Jadi untuk implementasi lapangan program PPKM mikro yang paling penting adalah mengurangi mobilitas, sudah disetujui antara pengurangan mobilitas 75-100 persen untuk daerah yang sudah masuk zona merah. Yang penting juga adalah dipastikan untuk orang-orang yang terkena itu segera di tes, karena banyak klaster keluarga. satu RT di tes semua segera, untuk kita bisa pastikan siapa yang terkena dan siapa yang tidak. Kalau sudah lebih dari lima rumah yang terkena kita melakukan penyekatan secara spesifik untuk di level RT tersebut dengan bantuan TNI/Polri supaya bisa membatasi pergerakan dan mobilitas dimulai dari level terkecil,” jelas Budi.
Budi memastikan, kerja sama empat pilar yakni antara Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah, Kepolisian dan TNI diyakini akan bisa mengatasi lonjakan kasus COVID-19 yang drastis pasca libur lebaran kali ini. Pihak pemda dibantu dengan TNI/Polri akan menyiapkan berbagai tempat isolasi mandiri dan terpusat, agar masyarakat yang terpapar bisa dikarantina dengan baik sehingga penularan dapat ditekan seminimal mungkin.
“Untuk yang diisolasi dan memiliki gejala, khususnya dia ada comorbid, khususnya saturasinya di bahwa 95 persen, sudah mulai sesak itu dibawa ke rumah sakit, tetapi yang tidak, lebih baik diisolasi mandiri, atau isolasi terpusat agar tidak terekspos konsentrasi virus yang tinggi yang ada di rumah sakit dan juga bisa membebaskan rumah sakit untuk benar-benar merawat orang-orang yang sudah sedang, dan gawat," jelasnya.
"Kami nanti akan atur, bekerja sama dengan TNI/Polri, untuk bisa memastikan mana yang dialokasikan diisolasi mandiri, atau isolasi terpusat, atau memang dibawa ke rumah sakit, dan kita akan pastikan, koordinasi dari rujukan ke seluruh rumah sakit akan kami atur, sehingga seminimal mungkin membuat orang tidak bisa menemukan kamar,” imbuh Budi.
Budi mengklaim, koordinasi empat pilar tersebut sudah mulai menurunkan kasus COVID-19 di beberapa daerah yang melonjak tinggi seperti di Kudus, Bangkalan dan juga Riau.
“Kita yakin kalau ke empat komponen ini bisa bekerja sama mendisiplinkan mobilitas, mendisiplinkan pelaksanaan PPKM Mikro di DKI Jakarta dan daerah lain, yang memang melonjak harusnya kita bisa jalankan,” kata Budi.
Ahli: PPKM Mikro Tidak Bisa Redam Penularan Virus
Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menyayangkan sikap pemerintah yang tidak berani mengambil keputusan untuk memberlakukan kebijakan PSBB di tengah kasus COVID-19 yang sedang naik siginikan.
“Dan terbukti, PPKM Mikro ini tidak signifikan dalam menurunkan angka reproduksi dan Universitas Indonesia (UI) punya datanya. Dibandingkan dengan PSBB, lebih signifikan PSBB, dan secara sederhana saja, apa yang terjadi saat ini di tengah PPKM Mikro makin diperluas, masih terjadi lonjakan,” ujar Dicky kepada VOA.
Dicky menambahkan klaim pemerintah bahwa kebijakan PPKM Mikro telah berhasil menurunkan kasus COVID-19 di berbagai daerah seperti Kudus tidak didukung oleh data yang valid. Hal ini ditunjukkan dengan test positivity rate yang masih cukup tinggi. Ini artinya, kata Dicky, mengindikasikan bahwa cakupan testing dan tracing masih belum memadai. Apalagi saat ini, pelacakan varian baru virus corona melalui tes whole genome sequencing (WGS) juga dinilai masih rendah.
“Saya ingatkan kita berhadapan dengan varian delta yang jangankan PPKM Mikro, lockdown itu sendiri tidak bisa meredam varian delta itu. Dia harus dikombinasikan tiga, ya lockdown, testing, tracing yang massif, lalu isolasi, karantina dan vaksinasi,” pungkasnya. [gi/ka]