Polisi mengatakan sudah memiliki data "investor" atau "sponsor" di luar negeri yang menjadi mitra First Travel, tetapi belum bersedia merincinya lebih jauh, demikian penegasan Kadivhumas Mabes Polri ketika dikontak VOA Senin pagi (28/8).
Setyo Wasisto menolak memberi rincian lebih jauh tentang nama atau badan event organizer yang akan diselidiki polisi itu. “Ada namanya, tapi ini untuk konsumsi kita (polisi.red) dulu. Kita sudah tahu data lengkap mereka. Soal apakah sudah dikontak atau belum, hingga saat ini saya belum dapat laporan rinci dari penyidik, gak tahu kalau nanti siang yaa ketika ada perkembangan,” tambahnya.
Pihak kepolisian mengatakan masih menunggu laporan hasil analisa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK sebagai bahan untuk menelusuri dan menyelidiki aliran dana First Travel. “Penyidik masih meminta apa yang disebut sebagai laporan hasil analisa PPATK. Ini semacam finance intelligence unit. Sampai sekarang kita belum mendapatkan secara keseluruhan. Kita ingin menelusuri bagaimana aliran dana yang terjadi, baik dari perusahaan maupun perorangan. Sampai sekarang kita belum mendapatkan hal itu,” ujar Setyo Wasisto.
Mengapa Polisi Menunggu Laporan Analisa PPATK?
Tim penyidik Mabes Polri masih menunggu laporan analisa PPATK karena mendapati bahwa First Travel tidak hanya menjalankan bisnis agen perjalanan umrah, tetapi juga bisnis lain yaitu fesyen dan restoran di luar negeri.
‘’Untuk yang di London sudah dikontak, tapi kami juga memerlukan data aliran dana lebih rinci. Karena kalau kita tanya pada mereka, bisa saja mereka mengatakan bahwa tidak ada hubungan dengan First Travel. Tapi kalau kita sudah punya data aliran dana yang masuk kesitu, tentunya tidak bisa mengelak. Harus ada data awal dulu karena kita bicara soal fakta hukum. Tanpa itu tidak bisa," kata Setyo Wasisto. "Demikian pula dengan yang di New York. Kalau kita menanyakan yang di New York, apakah Anda pernah bekerjasama dengan Anniesa? Jawabannya betul, tapi saya professional Pak, saya dibayar. Nah kita harus buktikan aliran dana yang masuk ke dia sekian, kontraknya sekian, berarti betul secara professional kontraknya begitu. Tapi jika ternyata nanti, misalnya ada untuk pembelian-pembelian di New York yang tidak masuk dalam kontrak, tentu bisa kita cek dari aliran dana yang kita punya,” demikian penjelasan Setyo Wasisto.
Anniesa : “Apa Saya Salah Mendapat Keuntungan?”
Ketika menggelar konferensi pers di Jakarta awal Agustus lalu, salah seorang pemilik First Travel, Anniesa Hasibuan, menyangkal jika dirinya diduga menyalahgunakan uang calon jemaah.
“Dana yang dikira saya pakai itu tidak benar. Kami ada beberapa sponsor, termasuk sponsor yang ada di New York. Yang mengasih tempat, yang mengasih fasilitas, kami ada. Kami ini kan orang bisnis, selama kurang lebih delapan tahun, saya bekerja keras membangun brand First Travel, apa saya salah mendapat keuntungan? Apa saya dan Pak Andika salah ketika mendapat keuntungan? Keuntungan itu pun untuk menggaji karyawan, untuk biaya hidup. Jadi kalau dibilang saya makan uang jemaah, ya memang usaha kami disini,” ujar Anniesa kepada wartawan di Jakarta.
Tetapi ketika ia dan suaminya Andika Surachman dicokok polisi seusai menggelar konferensi pers pada 9 Agustus di kompleks perkantoran Kementerian Agama itu, Anniesa bungkam seribu bahasa. Penyidik Direktorat Jendral Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri menangkap kedua pemilik First Travel itu atas dugaan penipuan perjalanan ibadah umrah. Kabagpenum Humas Mabes Polri Kombes Pol. Martinus Sitompul mengatakan kedua tersangka dijerat Pasal 55 junto Pasal 378 dan Pasal 372 KUHP, serta UU No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ITE. Selang beberapa hari kemudian polisi kemudian juga menangkap adik Anniesa, yaitu Kiki Hasibuan.
Dalam pemeriksaan terungkap bahwa selain menjalankan bisnis perjalanan ibadah umrah, pemilik First Travel juga memiliki bisnis lain di luar negeri, antara lain bisnis fesyen dan restoran.
Ikut New York Fashion Week, Anniesa Hasibuan Jadi Sorotan
Anniesa Hasibuan menarik perhatian luas masyarakat internasional ketika pada Februari 2017 mengikuti New York Fashion Week, dengan menghadirkan koleksi busana Muslim yang diperagakan oleh peragawati-peragawati yang dikenal sebagai imigran dan keturunan imigran.
“Saya ambil tema ‘drama’ karena terinspirasi dari kehidupan seorang wanita, yang mempunyai berbagai macam karakter, mulai dari perasaan yang sangat sedih, senang, bahagia, complicated dan terselip sisi strong-nya, sisi kekuatan seorang wanita,” ujar Anniesa ketika diwawancarai VOA. Lawatan Anniesa dan suaminya ke 15 negara di dunia, dan foto-foto keduanya dengan mengenakan busana dan perhiasan mewah semakin membuat para netizen terpana.
Situasi berbalik ketika para calon jemaah umrah yang kunjung diberangkatkan mulai memadati kantor pusat First Travel di Jalan TB Simatupang Jakarta dan juga butik Anniesa Hasibuan di Mampang Prapatan Jakarta. Polisi pun menangkap kedua pemilik First Travel.
Dengan Beragam Alasan, Dua Kuasa Hukum First Travel Mundur
Yang menarik dalam waktu kurang dari dua minggu, dua kuasa hukum First Travel secara bergantian mengundurkan diri. Diawali dengan Eggy Sudjana yang pada tanggal 16 Agustus secara resmi menyatakan berhenti menjadi kuasa hukum dengan alasan tidak ada kerjasama yang tepat dengan First Travel.
“Kenapa saya mundur karena klien saya tidak jujur, tidak mau cerita dimana uangnya itu. Tidak mau cerita dikemanakan saja uangnya itu. Saya sebagai lawyer tidak diberitahu. Bagaimana saya mau membela,” ujar Eggi dalam konferensi pers ketika mengumumkan pengunduran dirinya.
Tak lama kemudian seorang kuasa hukum lainnya, Ali Nurdin, yang semula menyatakan ingin mendampingi kedua pemilik First Travel, juga mundur. Ali Nurdin menyampaikan pengumuman pengunduran diri itu secara terbuka di akun Twitternya @alinurdinlawyer.
Polisi Bentuk Pusat Krisis Kasus First Travel
Selain melakukan penyelidikan bekerjasama dengan beberapa badan terkait, antara lain Otoritas Jasa Keuangan OJK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK, polisi juga membentuk semacam pusat krisis untuk memfasilitasi para korban. Polisi – lewat pusat krisis ini – misalnya berupaya mengembalikan paspor calon jemaah dan memberikan informasi lebih rinci tentang kasus hukum First Travel. Tentunya warga yang ingin mengambil paspor diminta menyertakan fotokopi KTP, bukti pembayaran dan bukti pendukung lain.[em]