Pengadilan Negeri Kalabahi di Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur, menjatuhkan hukuman mati terhadap mantan vikaris atau pembantu dalam jabatan pimpinan gereja sekaligus calon pendeta bernama Sepriyanto Ayub Snae. Dia dinyatakan terbukti bersalah telah melakukan pencabulan terhadap sembilan anak. Vonis terhadap calon pendeta itu dibacakan ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Kalabahi, Raden Mar Suprapto, hari Rabu (8/3).
Dalam amar putusan majelis hakim, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan membujuk anak bersetubuh dengannya yang menimbulkan korban lebih dari satu orang dan dilakukan berulang. Sebagaimana dakwaan Pasal 81 Ayat 5 juncto Pasal 76D UU RI Nomor 35 Tahun 2014 juncto UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Atas putusan majelis hakim tersebut, terdakwa melalui penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir.
Kasi Intel Kejaksaan Negeri Alor, Zakaria Sulistiono, mengatakan vonis yang diberikan majelis hakim sesuai dengan tuntutan dari jaksa penuntut umum yaitu hukuman mati. Adapun enam hal yang memberatkan vonis itu yakni perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam upaya perlindungan terhadap anak. “Bertentangan dengan nilai agama kesopanan dan kesusilaan,” ucapnya kepada VOA, Kamis (9/3).
Kemudian, perbuatan terdakwa telah membuat para korban mengalami trauma. Para korban juga dirundung dalam pergaulannya akibat perbutan yang dilakukan oleh terdakwa. “Perbuatan terdakwa membuat korban trauma dan dirundung dalam pergaulannya serta merusak masa depan korban. Perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan bagi masyarakat,” ungkap Zakaria.
Selanjutnya, hal lain yang memberatkan terdakwa lantaran Sepriyanto Ayub Snae merupakan vikaris atau calon pendeta yang dianggap suci oleh masyarakat sehingga perbuatannya telah mencoreng nama baik dari gereja. Lalu, jumlah korban berjumlah sembilan anak dan terdakwa tidak sepenuhnya jujur dalam memberikan keterangan saat persidangan. “Sedangkan hal yang meringankan tidak ada,” pungkas Zakaria.
KPAI Dorong Rehabilitasi dan Dukungan Psikososial pada Korban
Sementara itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah, mengatakan sembilan anak yang menjadi korban tersebut harus mendapatkan rehabilitasi sosial dan dukungan psikososial untuk memulihkan trauma. “Ini yang mengkhawatirkan malah terjadi bully dan revictimisasi,” ucapnya melalui pesan singkat kepada VOA.
Bukan hanya itu, dalam pemulihan mental para korban juta dibutuhkan kerja sama dari keluarga dengan menerima situasi anak untuk memulihkan fisik dan mental anak-anak tersebut. “Lalu, masyarakat juga melihatnya (harus) sebagai korban sehingga mendukung rehabilitasi sosial pada anak (korban),” tandas Ai Maryati.
Putusan hukuman mati ini adalah yang kedua dalam kurang dari satu bulan. Pada 13 Februari lalu majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga menjatuhkan vonis mati terhadap mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo karena terbukti bersalah membunuh ajudan istrinya pada 8 Juli 2022. Sambo langsung menyatakan banding.[aa/em]
Forum