Tautan-tautan Akses

Kebangkitan China Persulit Rencana Kebijakan Timur Tengah Biden


Menteri Luar Negeri China Wang Yi (Kanan) berjabat tangan dengan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif dalam pertemuan di Beijing, 31 Desember 2019. (Foto: Noel Celis/AFP)
Menteri Luar Negeri China Wang Yi (Kanan) berjabat tangan dengan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif dalam pertemuan di Beijing, 31 Desember 2019. (Foto: Noel Celis/AFP)

Saat pemerintahan Amerika Serikat di bawah Presiden Joe Biden mempertimbangkan pemulihan kebijakan era Obama di Timur Tengah, pemerintahan baru ini dihadapkan pada peran China yang makin besar dan menjadikan China sebagai negara berpengaruh di kawasan itu.

Pemerintahan Biden sedang berupaya memulihkan sejumlah kebijakan era Presiden Obama, mulai dari persetujuan nuklir dengan Iran hingga perundingan antara Israel-Palestina.

China telah menjadi mitra dagang negara-negara Arab terbesar pada semester pertama 2020. Nilai perdagangan antara kedua negara mencapai lebih dari $115 miliar. China telah membina kemitraan strategis atau memiliki Kemitraan Strategis Komprehensif dengan 12 negara Arab.

Sebuah survei baru-baru ini Arab Barometer di kawasan itu mendapati bahwa China lebih disukai dibandingkan Amerika. Arab Barometer adalah sebuah unit peneliti di Princeton University, yang melakukan jajak pendapat di enam negara Timur Tengah, yaitu di Aljazair, Jordania, Lebanon, Libya, Maroko, dan Tunisia, guna mengetahui sikap mereka terhadap China dan Amerika.

“Hasil survei jelas menunjukkan publik Arab lebih menyukai China,” kata organisasi tersebut.

Pemerintah China telah menjadikan inisiatif “Belt and Road” atau proyek BRI-nya bagian penting dari pendekatannya di kawasan itu. Meskipun Amerika terus mengkritik rencana untuk memberi pinjaman kepada beberapa negara yang kesulitan membayarnya kembali, 18 negara telah bergabung dalam inisiatif itu, termasuk Israel, sekutu Amerika yang paling erat di kawasan. [jm/em]

XS
SM
MD
LG