DETROIT, MICHIGAN —
Kota Detroit sekarang ini lebih dikenal sebagai pusat kesuraman dibandingkan kendaraan-kendaraan yang bermunculan dari pabrik-pabrik yang sekarang terbengkalai dan memberikannya pangilan "Motor City." Namun, kebangkrutan kota itu telah membangkitkan sebuah fenomena baru yang berkembang dan semakin diminati: pariwisata bangunan-bangunan lapuk.
Di Eastown Theater, misalnya. Dulu, tempat ini merupakan lokasi berkumpulnya para penggemar musik rock. Namun sekarang ini, pinggiran bangunannya merupakan tempat tidur para tuna wisma.
Di dalam, panggung yang suatu kali menampilkan penyanyi-penyanyi rock terkemuka seperti Bob Seger, Ted Nugent dan Alice Cooper, sekarang dipenuhi lubang.
Sekarang bangunan ini lebih mirip puing-puing akibat pemboman, tapi bukan karena peperangan. Tempat ini merupakan produk sisa pengabaian, sebuah contoh kemerosotan ekonomi.
Fotografer Jesse Welter melihat tempat-tempat seperti ini lebih dari sekedar bangunan lapuk. Ia melihat seni.
"Saya dapat melihat keindahan di dalamnya, dan arsitekturnya," ujar Welter.
Bekas Gereja Katolik St. Agnes yang dulunya indah kini dihiasi jendela pecah, pilar keropos dan grafiti. Tidak pernah ada misa lagi di dalamnya sejak 2006.
Di dalam sekolah sebelah gereja terlihat sepatu-sepatu, buku-buku yang terbuka di atas meja yang ditinggalkan, dan aula yang suatu saat dipenuhi murid kini diseraki puing-puing.
Ini adalah kanvas Jesse Welter. Kameranya adalah kuas cat, dan karya seninya mengisahkan sebuah cerita.
"Saya kira mereka seperti menceritakan sejarah. Masa lalu. Apa yang ada sebelumnya, dan seperti apa sekarang," ujarnya.
Bagi Welter ini bukan hanya hobi, tapi juga pekerjaan paruh waktu sebagai pemandu untuk melalui penderitaan Detroit.
"Saya melakukannya sendiri, dan saya pikir, kenapa tidak mengajak orang lain bersama saya," ujarnya.
Pada 2011, Welter mulai mengundang fotografer-fotografer lain dalam petualangannya menjelajahi sejarah arsitektur Detroit yang menguap. Sekarang, ia meminta bayaran antara US$40 dan $100 per orang untuk tur-tur di Detroit. Ia mengatakan sebagian besar uangnya digunakan untuk membayar transportasi para pelanggan.
"Mobil van saya bisa memuat sampai 10 orang, dan biasanya penuh. Saya sudah ke sekitar 180 bangunan, dan barangkali melakukan 300 tur," ujarnya.
Popularitas tur Welter meningkat seiring bertambahnya bangunan-bangunan yang terbengkalai. Pengelola kota dalam keadaan darurat, Kevyn Orr, memperkirakan ada 78.000 struktur yang lapuk, yang menjadi sasaran vandalisme dan kebakaran.
"Saat ini keamanan publik sedang menghadapi tekanan," ujar Glenda Price, salah satu ketua sebuah gugus tugas untuk memperbaiki bangunan-bangunan kota di Detroit. Lembaga ini telah mengembangkan peta untuk memperbaiki struktur-struktur yang lapuk dalam tiga tahun mendatang.
"Kami sedang melihat semua struktur di kota dan semua tanah kosong," ujarnya.
Salah satu yang terbesar adalah bekas pabrik Packard Automobile, yang menempati lahan seluas 16 hektar. Lokasi ini merupakan salah satu tujuan yang paling populer, dan surealis, dalam tur Welter.
"Sekali melihat banyak yang seperti ini, dampaknya tidak terasa lagi," ujar Welter.
Tempat ini menimbulkan suka duka, dan sepertinya akan menjadi salah satu yang terakhir yang ditawarkan Welter di sini. Pabrik ini telah dibeli pemilik baru, yang tertarik mengembangkan fasilitasnya.
Di Eastown Theater, misalnya. Dulu, tempat ini merupakan lokasi berkumpulnya para penggemar musik rock. Namun sekarang ini, pinggiran bangunannya merupakan tempat tidur para tuna wisma.
Di dalam, panggung yang suatu kali menampilkan penyanyi-penyanyi rock terkemuka seperti Bob Seger, Ted Nugent dan Alice Cooper, sekarang dipenuhi lubang.
Sekarang bangunan ini lebih mirip puing-puing akibat pemboman, tapi bukan karena peperangan. Tempat ini merupakan produk sisa pengabaian, sebuah contoh kemerosotan ekonomi.
Fotografer Jesse Welter melihat tempat-tempat seperti ini lebih dari sekedar bangunan lapuk. Ia melihat seni.
"Saya dapat melihat keindahan di dalamnya, dan arsitekturnya," ujar Welter.
Bekas Gereja Katolik St. Agnes yang dulunya indah kini dihiasi jendela pecah, pilar keropos dan grafiti. Tidak pernah ada misa lagi di dalamnya sejak 2006.
Di dalam sekolah sebelah gereja terlihat sepatu-sepatu, buku-buku yang terbuka di atas meja yang ditinggalkan, dan aula yang suatu saat dipenuhi murid kini diseraki puing-puing.
Ini adalah kanvas Jesse Welter. Kameranya adalah kuas cat, dan karya seninya mengisahkan sebuah cerita.
"Saya kira mereka seperti menceritakan sejarah. Masa lalu. Apa yang ada sebelumnya, dan seperti apa sekarang," ujarnya.
Bagi Welter ini bukan hanya hobi, tapi juga pekerjaan paruh waktu sebagai pemandu untuk melalui penderitaan Detroit.
"Saya melakukannya sendiri, dan saya pikir, kenapa tidak mengajak orang lain bersama saya," ujarnya.
Pada 2011, Welter mulai mengundang fotografer-fotografer lain dalam petualangannya menjelajahi sejarah arsitektur Detroit yang menguap. Sekarang, ia meminta bayaran antara US$40 dan $100 per orang untuk tur-tur di Detroit. Ia mengatakan sebagian besar uangnya digunakan untuk membayar transportasi para pelanggan.
"Mobil van saya bisa memuat sampai 10 orang, dan biasanya penuh. Saya sudah ke sekitar 180 bangunan, dan barangkali melakukan 300 tur," ujarnya.
Popularitas tur Welter meningkat seiring bertambahnya bangunan-bangunan yang terbengkalai. Pengelola kota dalam keadaan darurat, Kevyn Orr, memperkirakan ada 78.000 struktur yang lapuk, yang menjadi sasaran vandalisme dan kebakaran.
"Saat ini keamanan publik sedang menghadapi tekanan," ujar Glenda Price, salah satu ketua sebuah gugus tugas untuk memperbaiki bangunan-bangunan kota di Detroit. Lembaga ini telah mengembangkan peta untuk memperbaiki struktur-struktur yang lapuk dalam tiga tahun mendatang.
"Kami sedang melihat semua struktur di kota dan semua tanah kosong," ujarnya.
Salah satu yang terbesar adalah bekas pabrik Packard Automobile, yang menempati lahan seluas 16 hektar. Lokasi ini merupakan salah satu tujuan yang paling populer, dan surealis, dalam tur Welter.
"Sekali melihat banyak yang seperti ini, dampaknya tidak terasa lagi," ujar Welter.
Tempat ini menimbulkan suka duka, dan sepertinya akan menjadi salah satu yang terakhir yang ditawarkan Welter di sini. Pabrik ini telah dibeli pemilik baru, yang tertarik mengembangkan fasilitasnya.