Dengan raut muka yang masam, Presiden Joko Widodo melontarkan kekecewaannya mengenai kinerja para menteri dan pimpinan lembaga yang dianggapnya masih belum maksimal dalam menghadapi pandemi ini. Ia menegaskan, peristiwa Covid-19 merupakan peristiwa yang sangat luar biasa, sehingga dibutuhkan kerja keras guna mengatasi semua permasalahan ini.
“Kalau perlu kebijakan Perppu, ya Perppu saya keluarkan. Kalau perlu Perpres, ya Perpres saya keluarkan. Kalau sudah ada PMK, keluarkan. Untuk menangani negara tanggung jawab kita kepada 267 juta rakyat kita. Saya lihat, masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa saja. Saya jengkel di situ. Ini apa gak punya perasaan? Suasana ini krisis,” ujar Jokowi dalam Sidang Kabinet, di Jakarta, (18/6).
Ia mencontohkan, salah satu hal yang membuat dirinya kecewa adalah dana Rp75 triliun yang dianggarkan negara untuk bidang kesehatan dalam menghadapi pandemi, yang faktanya baru terserap 1,53 persen. Jokowi mempertanyakan, kenapa lambat sekali untuk dikeluarkan, padahal rakyat sangat mengharapkan berbagai bantuan dari pemerintah.
Tidak hanya di bidang kesehatan saja, menurutnya di bidang ekonomi, kata Jokowi stimulus perekonomian yang diberikan oleh pemerintah belum dirasakan sama sekali oleh rakyat. Ditekankannya, karena birokrasi yang berbelit-belit, rakyat semakin menderita dalam masa pandemi ini.
“Hanya gara-gara urusan peraturan, urusan peraturan. Ini extra ordinary. Saya harus ngomong apa adanya enggak ada progres yang signifikan. Enggak ada. Kalau mau minta Perppu lagi saya buatin Perppu. Kalau yang sudah ada belum cukup. Asal untuk rakyat, asal untuk negara. Saya pertaruhkan reputasi politik saya,” paparnya.
Kekesalan itu makin nampak terlihat jelas, ketika Jokowi mengancam mengganti menteri yang masih menganggap wabah Covid-19 sebagai peristiwa yang biasa-biasa saja.
“Dan saya membuka yang namanya entah langkah politik, entah langkah-langkah kepemerintahan. Akan saya buka. Langkah apapun yang extra ordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita. Untuk negara. Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Udah kepikiran ke mana-mana saya. Entah buat Perppu yang lebih penting lagi. Kalau memang diperlukan. Karena memang suasana ini harus ada, suasana ini tidak, bapak ibu tidak merasakan itu sudah,” tegasnya.
Moeldoko: Presiden Sudah Ingatkan Para Menteri Berkali-kali
Sementara itu Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menyebut bahwa memang masih ada beberapa menteri dan kepala lembaga pemerintah yang masih belum bekerja maksimal, sehingga banyak kendala di lapangan yang membuat Jokowi kecewa. Padahal kata Moeldoko, Jokowi sudah memperingatkan semua menteri untuk bekerja lebih keras lagi agar Indonesia bisa cepat bangkit pasca wabah virus corona.
“Untuk itu diingatkan, ini peringatan kesekian kali. Peringatan ya adalah ini situasi krisis yang perlu ditangani secara luar biasa. Penanganan yang tidak cukup biasa-biasa linear tapi seorang pemimpin dari lembaga harus ambil langkah efektif, efisien, dan tepat sasaran. Presiden beberapa kali katakan ini dan masih ada beberapa di lapangan yang tidak sesuai dengan harapan beliau, maka penekanan saat ini lebih keras,” ujar Moeldoko kepada wartawan.
Terkait ancaman reshuffle, Moeldoko mengatakan, itu merupakan strategi yang biasa digunakan militer untuk memberi contoh tegas kepada jajarannya.
“Memang Presiden mengatakan 'saya akan ambil sebuah risiko, reputasi politik akan saya pertaruhkan'. Maknanya Presiden ambil langkah-langkah yang memberikan contoh kepada bawahannya," ujarnya.
Menurutnya, ada tiga hal yang biasa dilakukan komandan militer dalam situasi krisis. Pertama, kehadiran komandan militer di lapangan. Hal tersebut ditunjukkan Jokowi dengan mendatangi zona merah di Surabaya, Jawa Timur. Kedua, mengirimkan bantuan, seperti bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat yang paling terdampak. Ketiga, apabila dua cara tersebut tidak berhasil mengatasi krisis kata Moeldoko maka komandan militer pun akan mengerahkan rencana cadangan.
“Saat-saat terakhir, karana ketika situasi cadangan dikeluarkan, maka situasi mulai sangat jelek. Jangan sampai gunakan ini,” imbuhnya.
Partai Demokrat: Apabila Reshuffle, Cari Menteri yang Bisa Kerja Maksimal
Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan dapat memahami kekecewaan Jokowi terkait kinerja para menteri. Meski begitu, pihaknya tidak setuju apabila Presiden kembali mengeluarkan Perppu. Namun, pihaknya setuju apabila langkah yang diambil adalah pembubaran institusi atau lembaga negara yang dinilai menghambat dalam upaya penyelesaian permasalahan ini.
“Tapi saya tidak setuju jika beliau mau keluarkan Perppu lagi. karena bukan di Perppu masalahnya tapi di penyelenggara negara. Perppu itu kartu akhir yang dikeluarkan negara atas nama konstitusi dengan persyaratan maha berat keadaan kegentingan yang memaksa. Perppu 1/2020 yg lalu sudah cukup, dan disetujui DPR dengan syarat khusus agar menyelamatkan 267 juta rakyat Indonesia dari ancaman pandemi virus corona,” ujarnya kepada VOA lewat pesan singkat.
Terkait reshuffle, menurut Hinca, Jokowi bisa saja melakukannya karena merupakan hak prerogatif seorang Presiden. “Saya kasih saran untuk mencari penggantinya pakailah konsep sepakbola “supersub” pengganti yang bisa langsung mencetak gol. yang bisa atasi masalah,” ungkap Hinca.
Meski begitu, Partai Demokrat kata Hinca berkomitmen untuk tetap berada di luar pemerintah sampai detik ini. “Soal Demokrat, kami berada di luar pemerintahan; meski diluar, tapi tanggung jawab politik dan moral kami membangun bangsa tidak berubah,” tandasnya. [gi/ab]