Tautan-tautan Akses

Kekerasan di Myanmar dan Sengketa Laut akan Dominasi Pembicaraan ASEAN


Lampion raksasa berhias logo Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada Forum Regional ASEAN (ASEAN-ARF) di Manila. (Foto: Ted ALJIBE/AFP)
Lampion raksasa berhias logo Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada Forum Regional ASEAN (ASEAN-ARF) di Manila. (Foto: Ted ALJIBE/AFP)

Konflik yang berkepanjangan di Myanmar, ketegangan di Laut China Selatan yang disengketakan, dan kekhawatiran mengenai penumpukan senjata di wilayah tersebut diperkirakan akan mendominasi agenda ketika para diplomat top Asia Tenggara berkumpul untuk melakukan pembicaraan pekan ini di Indonesia.

Invasi Rusia ke Ukraina dan persaingan AS-China juga akan mendapat sorotan karena Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Menteri Luar Negeri China Qin Gang berpartisipasi sebagai mitra dialog menteri-menteri luar negeri ASEAN di Jakarta.

Korea Utara belum mengatakan apakah menteri luar negerinya, Choe Son Hui, akan menghadiri Forum Regional ASEAN, yang merupakan pertemuan keamanan regional tahunan tersebut.

Juga tidak jelas siapa di antara tokoh-tokoh kunci dalam konflik paling keras di dunia yang akan bertemu di sela-sela pertemuan tingkat menteri kelompok itu.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan pidato pembukaannya pada pertemuan Dewan Koordinasi ASEAN ke-32, di Jakarta, pada 3 Februari 2023. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan pidato pembukaannya pada pertemuan Dewan Koordinasi ASEAN ke-32, di Jakarta, pada 3 Februari 2023. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)

Para diplomat tertinggi ASEAN, yang meliputi Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam, akan bertemu Selasa dan Rabu sebelum mitra Asia dan Barat mereka bergabung dalam diskusi pada Kamis dan Jumat.

Sejak ASEAN didirikan pada tahun 1967, negara-negara anggotanya telah disatukan selama beberapa dekade oleh prinsip-prinsip dasar tidak campur tangan dalam urusan domestik masing-masing dan pengambilan keputusan berdasarkan konsensus. Tetapi pendekatan itu juga menghalangi blok 10 negara itu menangani dengan cepat krisis yang meluas yang melintasi perbatasan.

Prinsip-prinsip ASEAN telah diuji sejak militer Myanmar merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi pada Februari 2021 dan menjerumuskan negara itu ke dalam kekacauan yang banyak menelan korban jiwa.

Para pengunjuk rasa mengangkat potret Aung San Suu Kyi dan memberi hormat tiga jari, selama demonstrasi untuk menandai ulang tahun kedua kudeta militer Myanmar 2021, di luar Kedutaan Besar Myanmar di Bangkok, Thailand, 1 Februari 2023. (Foto: Reuters)
Para pengunjuk rasa mengangkat potret Aung San Suu Kyi dan memberi hormat tiga jari, selama demonstrasi untuk menandai ulang tahun kedua kudeta militer Myanmar 2021, di luar Kedutaan Besar Myanmar di Bangkok, Thailand, 1 Februari 2023. (Foto: Reuters)

Lebih dari 3.750 warga sipil, termasuk aktivis prodemokrasi, telah tewas oleh pasukan keamanan dan hampir 24.000 ditangkap sejak pengambilalihan militer, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah kelompok HAM yang menghitung jumlah penangkapan dan korban tersebut.

Pemerintah militer Myanmar sebagian besar telah mengabaikan rencana lima poin yang disepakati oleh para kepala negara ASEAN yang mencakup penghentian segera kekerasan dan dialog di antara semua pihak yang bertikai. Pengabaian tersebut mendorong kelompok regional itu untuk mengambil langkah hukuman yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan melarang para pemimpin militer Myanmar dari pertemuan tingkat tinggi, termasuk pertemuan tingkat menteri, yang akan diselenggarakan oleh Indonesia.

Meja yang disediakan untuk delegasi Myanmar dibiarkan kosong saat Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN jelang KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, 9 Mei 2023. (Foto: via AP)
Meja yang disediakan untuk delegasi Myanmar dibiarkan kosong saat Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN jelang KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, 9 Mei 2023. (Foto: via AP)

Sejak menjabat sebagai ketua bergilir ASEAN tahun ini, Indonesia telah memulai sekitar 110 pertemuan dengan kelompok-kelompok di Myanmar dan memberikan bantuan kemanusiaan untuk membangun kepercayaan, kata Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi. Ia menambahkan bahwa kekerasan yang berkelanjutan akan merusak upaya untuk mengembalikan bangsa ke keadaan normal di dalam ASEAN.

Menlu Retno Marsudi menghadiri Sidang Majelis Umum PBB ke-77 di Markas Besar PBB di New York City, AS, 26 September 2022. (Foto: REUTERS/Eduardo Munoz)
Menlu Retno Marsudi menghadiri Sidang Majelis Umum PBB ke-77 di Markas Besar PBB di New York City, AS, 26 September 2022. (Foto: REUTERS/Eduardo Munoz)

“ASEAN masih sangat prihatin dengan meningkatnya penggunaan kekerasan di Myanmar yang mengakibatkan jatuhnya korban sipil dan rusaknya fasilitas umum,” kata Retno dalam jumpa pers, Jumat. “Ini harus segera dihentikan.”

Dua bulan lalu, sebuah konvoi bantuan yang didampingi perwakilan kedutaan Indonesia dan Singapura untuk misi ASEAN, dihujani tembakan oleh orang-orang tak dikenal di Negara Bagian Shan, Myanmar Timur. Sebuah tim keamanan membalas tembakan dan sebuah kendaraan keamanan rusak, tetapi tidak ada seorang pun dalam konvoi yang terluka, lapor televisi pemerintah MRTV.

ASEAN berada di bawah tekanan internasional untuk mengatasi krisis di Myanmar secara efektif. Tetapi para anggota ASEAN tampak terpecah tentang bagaimana melaksanakannya. Beberapa merekomendasikan untuk meringankan tindakan hukum yang bertujuan mengisolasi para jenderal Myanmar dan mengundang diplomat dan pejabat tinggi kembali ke pertemuan tingkat tinggi.

Retno menekankan, kelompok tersebut akan terus fokus untuk menegakkan rencana lima poin para pemimpin ASEAN.

Menanggapi keterlibatan ASEAN dan seruan untuk melakukan dialog yang inklusif, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) - pemerintah Myanmar di pengasingan mengatakan, konsensus lima poin ASEAN tidak didiskusikan dengan pihaknya. Menteri Luar Negeri NUG, Zin Mar Aung, menegaskan konsensus itu hanya didiskusikan dan disetujui junta militer.

“Oleh karena itu, para pemimpin militer yang menandatangani dan menyetujuinya yang memikul lebih banyak tanggung jawab. Adalah tanggung jawab dewan militer untuk menghentikan kekerasan ini. Kami tidak memiliki tanggung jawab. Kami hanya memiliki tanggung jawab untuk mencegah hal itu terjadi. Jadi, menurut saya, orang yang paling bertanggung jawab atas tindakan kekerasan inilah yang harus mematuhi konsensus lima poin ASEAN,” kata Mar Aung.

Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar, Menteri Luar Negeri, Daw Zin Mar Aung
Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar, Menteri Luar Negeri, Daw Zin Mar Aung

Lebih jauh Mar Aung mengatakan, saat ini dialog antara pihak-pihak yang berkepentingan di Myanmar tidak mungkin dilakukan. “Kami menganggap sekarang tidak mungkin. Dialog harus memenuhi ketentuan, kondisi, dan kriteria tertentu. Kita perlu menciptakan situasi itu. Selama situasi tidak tercipta, itu tidak mungkin,” tegasnya.

Sebuah jaringan kelompok masyarakat sipil Myanmar, yang menamakan diri mereka Pemuda Revolusioner Myanmar Spring, juga menyampaikan tanggapan mereka atas keterlibatan ASEAN. Mereka khususnya menyoroti upaya pengucilan para pemimpin militer Myanmar dari pertemuan-pertemuan tingkat tinggi ASEAN. Menurut mereka pengucilan itu adalah “fatamorgana”, karena Indonesia, melalui kantor utusan khusus ASEAN, justru terlibat dengan junta.

“Keterlibatan resmi Utusan Khusus dengan junta militer ilegal tidak sejalan dengan keputusan dan sikap ASEAN untuk tidak melibatkan dan melarang anggota junta militer dari semua pertemuan tingkat tinggi ASEAN,” kata pernyataan jaringan itu yang dikeluarkan Jumat lalu.

Sebuah draf komunike pascapertemuan yang akan dikeluarkan oleh para menteri luar negeri ASEAN tetap kosong tentang Myanmar, yang mencerminkan sulitnya mencapai kesepakatan tentang masalah tersebut. Kekhawatiran mereka atas isu-isu kontroversial lainnya, seperti sengketa Laut China Selatan, dimasukkan ke draf tersebut, yang salinannya diperoleh Associated Press.

Dewi Fortuna Anwar, direktur lembaga kajian Habibie Center yang berbasis di Jakarta, mengatakan situasi di Myanmar bisa menjadi masalah jangka panjang seperti halnya sengketa Laut China Selatan mengingat kapasitas ASEAN yang terbatas untuk menyelesaikannya. Namun, blok tersebut harus mencoba meyakinkan pemerintah militer Myanmar bahwa mereka memiliki pilihan yang lebih baik, katanya.

“Militer Myanmar keras kepala. Tekad mereka untuk mempertahankan kekuasaan tidak akan bertahan lama karena hanya akan menyulut konflik,” kata Dewi Fortuna kepada AP.

Bendera Vietnam Marine Guard berkibar di dekat kapal Coast Guard China di Laut China Selatan, sekitar 210 km lepas pantai Vietnam, 14 Mei 2014. (Foto: Reuters)
Bendera Vietnam Marine Guard berkibar di dekat kapal Coast Guard China di Laut China Selatan, sekitar 210 km lepas pantai Vietnam, 14 Mei 2014. (Foto: Reuters)

Tahun depan, Myanmar dijadwalkan mengambil peran mengoordinasikan keterlibatan ASEAN dengan Uni Eropa. Tetapi Uni Eropa, yang telah memberlakukan sanksi terhadap pemerintah militer, menentang peran seperti itu untuk Myanmar, kata dua diplomat Asia Tenggara kepada AP dengan syarat anonim karena mereka tidak memiliki wewenang untuk membahas masalah ini secara terbuka.

Mengenai konflik Laut China Selatan, para menteri luar negeri ASEAN diperkirakan akan memperbarui seruan untuk menahan diri “dalam melakukan kegiatan yang akan memperumit atau meningkatkan perselisihan dan memengaruhi perdamaian dan stabilitas,” menurut draf komunike tersebut, mengulangi bahasa yang digunakan di masa lalu yang tidak menyebutkan nama China.

Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam telah puluhan tahun terlibat dalam konflik teritorial dengan China dan Taiwan. ASEAN dan China telah menegosiasikan pakta nonagresi yang bertujuan untuk mencegah eskalasi perselisihan, tetapi pembicaraan tersebut menghadapi penundaan selama bertahun-tahun.

Salah satu pulau di Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan yang dipersengketakan China dan Filipina (foto: dok.)
Salah satu pulau di Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan yang dipersengketakan China dan Filipina (foto: dok.)

Perairan yang disengketakan itu telah menjadi masalah sensitif dalam persaingan antara China dan Amerika Serikat.

Washington telah menantang klaim teritorial Beijing yang luas dan secara reguler mengerahkan kapal-kapal perang dan jet-jet tempur dalam apa yang disebutnya kebebasan navigasi dan patroli penerbangan yang telah membuat marah China.

Negara-negara Barat dan Eropa lainnya telah mengerahkan kapal angkatan laut untuk sesekali berpatroli di jalur air yang sibuk itu, tempat sebagian besar transit perdagangan dunia, dengan seruan serupa untuk perdagangan dan mobilitas tanpa hambatan.

Tindakan China yang semakin agresif telah mendorong negara-negara lain untuk meningkatkan pertahanan teritorialnya.

“Kami menyatakan keprihatinan tentang meningkatnya perlombaan senjata dan proyeksi kekuatan angkatan laut di kawasan, yang dapat menyebabkan salah perhitungan, meningkatnya ketegangan, dan dapat merusak perdamaian, keamanan, dan stabilitas kawasan,” kata para menteri luar negeri ASEAN tanpa merinci dalam draf komunike mereka, yang kata-katanya masih dapat dinegosiasikan dan dapat berubah.

Dewi Fortuna Anwar mengatakan tidak ada solusi yang terlihat untuk sengketa Laut China Selatan dan ASEAN hanya dapat mengambil langkah-langkah yang membantu mencegah terjadinya konflik besar-besaran.

"Kami berharap China akan melepaskan klaim ini, tetapi Anda jangan berharap terlalu banyak," katanya. [ab/uh]

Forum

XS
SM
MD
LG