Uni Eropa, pada Senin (20/2), memberlakukan sanksi putaran keenam terhadap para pejabat dan entitas Myanmar atas kudeta militer 1 Februari 2021 yang menggulingkan pemerintahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.
Sanksi terbaru mencakup pembatasan terhadap sembilan orang dan tujuh entitas yang menurut Uni Eropa telah berkontribusi pada meningkatnya kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di negara Asia Tenggara itu.
Orang-orang yang dikenai sanksi itu mencakup menteri energi, pejabat tinggi, politisi, dan pengusaha terkemuka yang telah mendukung rezim tersebut.
Sanksi juga dikenakan pada beberapa departemen di Kementerian Pertahanan, bersama dengan perusahaan milik negara di bawah yurisdiksinya, dan perusahaan swasta yang memasok dana dan senjata ke militer.
Sebelumnya Uni Eropa telah memberlakukan pembatasan terhadap 93 individu dan 18 entitas. Aset mereka yang terkena sanksi telah dibekukan dan mereka dilarang bepergian di wilayah Uni Eropa.
Selain itu diberlakukan pula pembatasan ekspor terhadap peralatan untuk “memantau komunikasi yang mungkin digunakan untuk represi internal,” juga larangan pelatihan militer dan kerja sama dengan Tatmadaw, militer Myanmar.
Kudeta 1 Februari 2021 terjadi setelah militer menolak hasil pemilu November 2020, yang dimenangkan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi.
Junta mengklaim terjadinya kecurangan pemilu yang meluas, tuduhan yang dibantah oleh komisi pemilu sipil sebelum lembaga tersebut dibubarkan.
Human Rights Watch mengatakan bahwa sejak kudeta, pasukan militer telah “melakukan banyak kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang di seluruh negeri,” yang didokumentasikan oleh organisasi dan kelompok lain.
Awal bulan ini, dewan yang berkuasa mengumumkan darurat militer di lebih dari tiga lusin dari 330 kota di negara itu dan memperpanjang keadaan darurat selama enam bulan. Militer juga telah melakukan serangan udara yang menargetkan gerakan perlawanan yang muncul setelah kudeta.
Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah organisasi pemantau hak asasi, hingga 20 Februari ini hampir 20.000 tahanan politik telah ditahan dan lebih dari 3.000 orang telah dibunuh oleh pihak militer. [em/jm]
Forum