Tautan-tautan Akses

Kekeringan di Thailand Bisa Merusak Ekonomi, Meningkatkan Kemiskinan


Orang-orang bermain di sekitar reruntuhan kuil Budha yang muncul ke permukaan karena air bendungan mengering akibat kemarau di Lopburi, Thailand, 1 Agustus 2019. (Foto: Soe Zeya Tun/Reuters)
Orang-orang bermain di sekitar reruntuhan kuil Budha yang muncul ke permukaan karena air bendungan mengering akibat kemarau di Lopburi, Thailand, 1 Agustus 2019. (Foto: Soe Zeya Tun/Reuters)

Suhu yang memecahkan rekor, berkurangnya curah hujan dan perubahan dalam iklim alam akan merusak ekonomi Thailand dan meningkatkan kemiskinan, kata para pakar.

Thailand menderita kekeringan yang disebabkan oleh peristiwa cuaca El Niño, yang mengeringkan lahan untuk bercocok tanam palawija penting di kawasan pertanian negara itu.

Curah hujan di Thailand kini di bawah rata-rata pada tahun ini, dengan penurunan 25 persen secara nasional hingga Juli, menurut Departemen Meteorologi Thailand. Ini memaksa pemerintah untuk menganjurkan sebagian petani agar beralih ke tanaman lain yang menggunakan lebih sedikit air jika penanaman belum dimulai.

“Curah hujan lebih sedikit di bagian tengah Thailand selama beberapa bulan terakhir. Sementara itu Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) mengatakan Juli adalah bulan paling panas dalam sejarah. Tetapi bulan paling panas dalam setahun bagi Thailand adalah April,” kata Chaowat Siwapornchai, pakar cuaca di Bangkok.

“Sebagai tren jangka panjang, kami terus menghadapi kenaikan suhu yang tahun ini berkombinasi dengan El Niño, yang menimbulkan situasi yang kita hadapi,” tambahnya.

Fenomena La Niña adalah pendinginan alami air di bagian tengah dan timur Samudra Pasifik. Ini terjadi setiap beberapa tahun, tetapi mempengaruhi perubahan cuaca di seluruh dunia. Pola El Niño berdampak sebaliknya, menimbulkan air yang hangat, membawa cuaca lebih kering dan mengurangi curah hujan, berkontribusi pada cuaca panas yang ekstrem di Asia. Panas ekstrem juga umum terjadi tahun ini di India, China, Laos, Pakistan dan Vietnam.

Para petani di dekat Nong Khai, Thailand, bergantung pada sungai untuk pengairan sawah, terutama pada musim kemarau. (Foto: Steve Sandford/VOA)
Para petani di dekat Nong Khai, Thailand, bergantung pada sungai untuk pengairan sawah, terutama pada musim kemarau. (Foto: Steve Sandford/VOA)

Dalam laporan yang diterbitkan bulan lalu. WMO mengatakan kondisi El Niño telah berkembang di Pasifik untuk pertama kalinya dalam tujuh tahun, seraya menambahkan bahwa ada 90 persen kemungkinan El Niño akan berlanjut hingga akhir 2023.

Laporan ini mengatakan sudah hampir pasti lima tahun akan tercatat sebagai yang terpanas, dengan satu dari kelima tahun dalam periode itu akan tercatat sebagai tahun terpanas.

Namun bagi Thailand, suhu yang memecahkan rekor di negara Asia Tenggara itu telah dirasakan pada awal tahun ini. Pada April lalu, kota Tak mencatat suhu tertinggi, sekitar 45,5 derajat Celsius. Pada bulan yang sama, Thailand mencatat indeks panas yang mencapai rekor 53,9 derajat Celsius, di Provinsi Chonburi dan pulau wisata yang populer, Phuket. Indeks panas menunjukkan suhu yang dirasakan dengan memperhitungkan kelembaban.

Suhu sangat tinggi juga memaksa rumah-rumah di Thailand menggunakan lebih banyak listrik, misalnya untuk pendingin ruangan (AC), menyebabkan konsumsi listrik membubung hingga ke level tertinggi pada April dan Mei.

Dan pekan lalu, di daerah Korat, ketinggian permukaan air di Bendungan Lam Takhong turun ke level hingga bagian bersejarah dari Thailand muncul kembali. Jalan Thai-Amerika, yang dibangun dan digunakan semasa Perang Vietnam dan digunakan oleh Angkatan Udara Amerika Serikat (AS) sebagai jalur menuju pangkalannya di Udon Thani, telah terlihat kembali. Jalan ini biasanya terendam di bawah air bendungan itu, yang kini turun menjadi kurang dari separuh kapasitasnya, kata harian berbahasa Inggris Khaosod. [uh/ab]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG