Satu bayi gajah Sumatera betina lahir di Pusat Latihan Satwa Khusus, yang terletak di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Tangkahan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut), pada Senin (1/2).
Kepala Balai Besar TNGL, Jefry Susyafrianto mengatakan bayi gajah tersebut lahir dari indukan bernama Sari.
"Pada 1 Februari kemarin pawang gajah kami di pusat latihan satwa khusus Tangkahan pada pukul 04.00 WIB melihat gajah betina bernama Sari yang sedang hamil telah melahirkan. Kemudian, dia melaporkan kepada kami tentang kelahiran gajah ini," kata Jefry di Medan, Rabu (3/2).
Lanjutnya, saat ini kondisi bayi gajah dan induknya itu dalam keadaan sehat. Pawang gajah pun masih terus berjaga-jaga di sekitar tempat bayi gajah dan induknya berada.
"Dokter hewan telah memberikan vitamin maupun obat untuk induknya agar lebih sehat setelah melahirkan," ujar Jefry.
Dengan kelahiran bayi gajah tersebut di kawasan TNGL, kata Jefry, populasi mamalia besar ini di TNGL pun bertambah menjadi sembilan gajah.
Namun, Jefry saat ini belum bisa memerinci berapa jumlah gajah yang ada di dalam kawasan TNGL karena taman nasional itu secara administrasi terletak di Provinsi Aceh dan Sumut . Gajah-gajah tersebut, imbuhnya, tersebar di tiga kantong di Aceh dan dua kantong di Sumut (Bahorok dan Besitang).
“Saat ini strategi pengelolaan dari TNGL adalah untuk memperkuat data dan informasi tentang gajah ini. Jadi di kantong-kantong gajah ini kami meningkatkan kegiatan patroli untuk mengetahui sebaran dan kepadatan dari habitatnya," jelasnya.
Jefry mengaku tidak mudah untuk memastikan jumlah gajah Sumatera yang berada di dalam kawasan TNGL. Saat ini TNGL masih terus melakukan pemantauan melalui camera trap guna mengetahui informasi sebaran populasi gajah Sumatera.
"Dari sini kami memang baru mengetahui sebaran gajah. Dari temuan kotoran, patahan ranting bahwa wilayah-wilayah tersebut terdapat gajah. Kami akan fokus ke depannya," ucapnya.
Bukan hanya itu, Jefry juga mengungkapkan bahwa ancaman pemasangan jerat yang dilakukan masyarakat masih menjadi masalah serius di kawasan hutan. Pemasangan jerat seperti nilon hingga sling besi sangat mengancam populasi satwa liar khususnya gajah.
"Ini yang kami harapkan semua masyarakat khususnya yang tinggal di pinggir hutan untuk tidak lagi memasang jerat," ungkapnya.
Sementara, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Agus Arianto mengatakan populasi dan perkembangan gajah Sumatera di Aceh cukup bagus. Meskipun konflik satwa liar dengan manusia masih sering terjadi.
"Tapi dari struktur umur yang gajah liar yang ada mulai dari anak, remaja, sampai dewasa itu lengkap. Itu menunjukkan bahwa proses perkembangbiakan gajah di Aceh bagus," katanya kepada VOA.
BKSDA Aceh mengimbau agar masyarakat tetap menjaga dan melestarikan satwa liar serta habitatnya.
"Kita harus menjaga habitatnya, tidak melakukan pemasangan jerat, dan racun. Itu dapat menimbulkan konflik antara satwa liar dan manusia," pungkasnya.
Gajah Sumatera merupakan salah satu jenis satwa yang dilindungi di Indonesia. Hal itu berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang Dilindungi.
Berdasarkan Uni Internasional untuk Konservasi Alam (The IUCN Red List of Threatened Species), satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus Critically Endangered atau spesies yang terancam kritis, berisiko tinggi untuk punah di alam liar. [aa/ft]