Sejumlah kelompok HAM menunjukkan sikap ragu terhadap keputusan Amerika yang secara resmi telah mencabut sanksi ekonomi terhadap Burma.
Hari Rabu (11/7), Washington mengumumkan telah mengizinkan perusahaan-perusahaan Amerika berinvestasi di negara Asia Tenggara itu untuk pertama kalinya dalam 15 tahun, sebagai tanggapan terhadap reformasi ekonomi dan politik yang sedang berlangsung di sana.
Langkah ini tidak mengizinkan perusahaan-perusahaan Amerika menjalankan kesepakatan bisnis dengan militer Burma atau industri-industri yang dikontrol Departemen Pertahanan negara itu. Langkah ini juga mengharuskan perusahaan-perusahaan Amerika menyerahkan laporan rinci mengenai kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai dengan pihak Burma.
Namun banyak yang merasa tidak senang dengan keputusan tersebut, meskipun ada keberatan dari pemimpin demokrasi Aung San Suu Kyi itu. Peraih Nobel Perdamaian itu itu menentang investasi internasional di sektor energi Burma yang telah selama bertahun-tahun mendukung bekas pemerintah militer Burma yang represif.
Lisa Misol dari Human Rights Watch, organisasi HAM yang berbasis di New York, mengatakan kepada VOA, masih terlalu dini mengizinkan adanya kesepakatan bisnis dengan perusahaan minyak pemerintah Burma, Myanmar Oil and Gas Enterprise (MOGE), sebelum segala sesuatunya bisa dipertanggungjawabkan dan transparan.
Dalam mengumumkan keputusan baru tersebut, Rabu (11/7), President Barack Obama menyuarakan agar kalangan para pengusaha berhati-hati sehubungan belum tuntasnya reformasi politik dan ekonomi di Burma. Ia mengatakan, Amerika masih sangat khawatir dengan kurangnya transparansi dalam lingkungan investasi Burma.
Hari Rabu (11/7), Washington mengumumkan telah mengizinkan perusahaan-perusahaan Amerika berinvestasi di negara Asia Tenggara itu untuk pertama kalinya dalam 15 tahun, sebagai tanggapan terhadap reformasi ekonomi dan politik yang sedang berlangsung di sana.
Langkah ini tidak mengizinkan perusahaan-perusahaan Amerika menjalankan kesepakatan bisnis dengan militer Burma atau industri-industri yang dikontrol Departemen Pertahanan negara itu. Langkah ini juga mengharuskan perusahaan-perusahaan Amerika menyerahkan laporan rinci mengenai kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai dengan pihak Burma.
Namun banyak yang merasa tidak senang dengan keputusan tersebut, meskipun ada keberatan dari pemimpin demokrasi Aung San Suu Kyi itu. Peraih Nobel Perdamaian itu itu menentang investasi internasional di sektor energi Burma yang telah selama bertahun-tahun mendukung bekas pemerintah militer Burma yang represif.
Lisa Misol dari Human Rights Watch, organisasi HAM yang berbasis di New York, mengatakan kepada VOA, masih terlalu dini mengizinkan adanya kesepakatan bisnis dengan perusahaan minyak pemerintah Burma, Myanmar Oil and Gas Enterprise (MOGE), sebelum segala sesuatunya bisa dipertanggungjawabkan dan transparan.
Dalam mengumumkan keputusan baru tersebut, Rabu (11/7), President Barack Obama menyuarakan agar kalangan para pengusaha berhati-hati sehubungan belum tuntasnya reformasi politik dan ekonomi di Burma. Ia mengatakan, Amerika masih sangat khawatir dengan kurangnya transparansi dalam lingkungan investasi Burma.