Waktu sisa sehari menjelang batas akhir pembayaran tebusan yang dituntut oleh kelompok gerilyawan Abu Sayyaf pada 8 April 2016 membuat keluarga Rinaldi salah satu dari 10 WNI yang disandera oleh kelompok itu tertekan. Roslian ibu kandung dari Rinaldi terus menangis, dan tidak bisa tidur karena memikirkan nasib anak pertamanya itu yang telah disandera oleh kelompok Abu Sayaf sejak 26 Maret 2016.
Pada Kamis sore (7/4), keluarga Roslian bersama tetangga dan keluarga lainnya menggelar pengajian bersama di rumah mereka yang beralamat di Jalan Pulau Irian Lorong Merak No 52, Kelurahan Gebang Rejo, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah itu untuk mendoakan keselamatan Rinaldi dan 9 orang Warga Negara Indonesia lainnya yang disandera oleh kelompok gerilyawan Abu Sayyaf.
Roslian (44) berharap doa-doa yang dipanjatkan itu akan memudahkan upaya Pemerintah Indonesia untuk membebaskan seluruh sandera dari tangan kelompok Gerilyawan Abu Sayyaf
"Saya bermaksud untuk anak saya yang disandera di Filipina, supaya pemerintah bisa bebaskan dengan selamat, supaya juga orang yang pergi ke Filipina itu, bisa memudahkan dia untuk membebaskan anak saya Rinaldi dan teman temannya,” harap Roslian.
Roslian mengaku sangat mencemaskan keselamatan putranya serta sandera lainnya menyusul batas waktu pembayaran tebusan yang ditetapkan kelompok gerilyawan Abu Sayyaf yang semakin dekat yaitu 8 April 2016.
Roslian sangat berharap bahwa ia masih memiliki kesempatan untuk dapat berjumpa kembali dengan putranya itu. Pertemuan terakhir dengan putranya itu pada tahun 2011 silam, karena sejak tahun 2007 putranya itu tinggal di Makassar, Sulawesi Selatan bersama bibinya.
“Batas waktu besok (8/4), besok batas waktunya, makanya saya melakukan doa bersama dengan teman teman, supaya anak saya bisa selamat dengan penyanderaan ini,” imbuhnya.
Seperti telah diberitakan VOA (29/3), 10 WNI itu disandera dalam peristiwa pembajakan kapal tunda "Brahma 12" dan kapal "Anand 12" yang membawa 7.000 ton batubara di perairan Filipina. Ketika itu, kedua kapal tersebut sedang dalam perjalanan dari sungai Putting di Kalimantan Selatan menuju ke Batangas di Filipina Selatan.
Peristiwa pembajakan dan penyanderaan itu baru diketahui pada 26 Maret setelah pemilik kapal dihubungi oleh seseorang yang mengaku berasal dari kelompok gerilyawan Abu Sayyaf. Kelompok itu menuntut tebusan 50 juta peso atau sekitar 14,4 milyar rupiah.
Disebutkan, batas waktu pembayaran tebusan yang ditetapkan oleh para penyandera adalah Jumat, 8 April 2016. [yl/lt]